Kupang (AntaraNews NTT) - Antropolog Budaya dari Unika Widya Mandira Kupang Pater Gregorius Neonbasu SVD mengatakan cara adat yang ditempuh masyarakat Timor Barat dan Timor Leste dalam menyelesaikan sengketa tapal batas antara RI-Timor Leste, tampaknya belum menyentuh inti persoalan.
"Strategi yang digunakan, menurut saya, hanya akal-akalan dan belum secara koordinatif meyakinkan pihak Timor Leste bahwa lahan yang menjadi konflik itu adalah milik masyarakat Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT)," katanya kepada Antara di Kupang, Selasa (18/9).
Hal ini disampaikan menanggapi pertanyaan seputar belum tuntasnya penyelesaian sengketa tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah Naktuka dan Manusasi di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara.
Menurut rohaniwan Katolik itu, kasus lahan sengketa itu sebenarnya sudah sangat berlarut-larut, bahkan pemerintah pusat sudah mengirimkan sejumlah negosiator dan tim ahli untuk melihat ke lokasi sengketa, namun hingga kini masalah perbatasan itu belum juga menemukan titik terang.
Ia mengusulkan dengan masih gagalnya cara adat yang sudah dilakukan oleh kedua belah pihak maka perlu dicoba cara lain yakin melakukan studi ethnografi yang benar, serta menghidangkan kajian antropologi.
Baca juga: Danrem: Penyelesaian tapal batas merupakan kebijakan negara
Baca juga: TNI Intensifkan Pengamanan di Tapal Batas
"Cara ini bisa dilakukan dengan merangkum kedua belah pihak di daerah tapal batas, lalu mereview kembali proses keputusan yang memang sudah diambil, namun masih selalu bermasalah. Saya rasa bisa ditemukan titik masalahnya," kata Neonbasu.
Penyelesaian masalah tapal batas itu, kata dia, juga tidak perlu harus diselesaikan oleh pemerintah, namun bisa diserahkan ke pundak tua-tua adat serta pemerintah desa setempat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Ia menambahkan belum selesainya sengketa tapal batas antara RI-Timor Leste, karena pemberian wewenang dari pusat ke daerah selalu menjadi tumbal, karena tidak dilakukan ke pundak sesepuh adat di daerah tapal batas.
Kemudian juga, pemerintah pusat tidak sepenuh hati memfasilitasi berbagai dialog dan pertemuan antarwarga di daerah tapal batas yang berada di sekitar wilayah sengketa.
Sementara itu, Danrem 161//Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa menilai bahwa selama ini berbagai cara sudah dilakukan untuk memediasi tetua adat di kedua belah pihak untuk menyelesaikan kasus itu.
Bahkan terakhir pada 2017 lalu, sempat dilakukan upacara adat dengan cara pemotongan hewan dan sumpah adat dengan tujuan penyelesaian masalah, namun sampai saat ini belum juga selesai.
Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa (kiri) menyematkan pita tanda kepesertaan kepada seorang warga Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang, NTT sebagai peserta Operasi Teritorial Tahun 2018, Jumat (6/4). (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
"Strategi yang digunakan, menurut saya, hanya akal-akalan dan belum secara koordinatif meyakinkan pihak Timor Leste bahwa lahan yang menjadi konflik itu adalah milik masyarakat Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT)," katanya kepada Antara di Kupang, Selasa (18/9).
Hal ini disampaikan menanggapi pertanyaan seputar belum tuntasnya penyelesaian sengketa tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah Naktuka dan Manusasi di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara.
Menurut rohaniwan Katolik itu, kasus lahan sengketa itu sebenarnya sudah sangat berlarut-larut, bahkan pemerintah pusat sudah mengirimkan sejumlah negosiator dan tim ahli untuk melihat ke lokasi sengketa, namun hingga kini masalah perbatasan itu belum juga menemukan titik terang.
Ia mengusulkan dengan masih gagalnya cara adat yang sudah dilakukan oleh kedua belah pihak maka perlu dicoba cara lain yakin melakukan studi ethnografi yang benar, serta menghidangkan kajian antropologi.
Baca juga: Danrem: Penyelesaian tapal batas merupakan kebijakan negara
Baca juga: TNI Intensifkan Pengamanan di Tapal Batas
"Cara ini bisa dilakukan dengan merangkum kedua belah pihak di daerah tapal batas, lalu mereview kembali proses keputusan yang memang sudah diambil, namun masih selalu bermasalah. Saya rasa bisa ditemukan titik masalahnya," kata Neonbasu.
Penyelesaian masalah tapal batas itu, kata dia, juga tidak perlu harus diselesaikan oleh pemerintah, namun bisa diserahkan ke pundak tua-tua adat serta pemerintah desa setempat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Ia menambahkan belum selesainya sengketa tapal batas antara RI-Timor Leste, karena pemberian wewenang dari pusat ke daerah selalu menjadi tumbal, karena tidak dilakukan ke pundak sesepuh adat di daerah tapal batas.
Kemudian juga, pemerintah pusat tidak sepenuh hati memfasilitasi berbagai dialog dan pertemuan antarwarga di daerah tapal batas yang berada di sekitar wilayah sengketa.
Sementara itu, Danrem 161//Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa menilai bahwa selama ini berbagai cara sudah dilakukan untuk memediasi tetua adat di kedua belah pihak untuk menyelesaikan kasus itu.
Bahkan terakhir pada 2017 lalu, sempat dilakukan upacara adat dengan cara pemotongan hewan dan sumpah adat dengan tujuan penyelesaian masalah, namun sampai saat ini belum juga selesai.