Rejang Lebong, Bengkulu (ANTARA) - Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas unggulan bidang pertanian di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Tanaman ini tumbuh subur di 15 kecamatan di wilayah itu, selain tanaman sayuran dan buah-buahan lainnya.
Tanaman kopi, baik jenis robusta maupun arabika ini banyak ditanam warga Rejang Lebong di atas tanah datar maupun perbukitan dalam gugusan Bukit Barisan, di antaranya Bukit Balai Rejang, kemudian Bukit Daun, Bukit Basah maupun Bukit Kaba.
Data Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Rejang Lebong menunjukkan luas areal perkebunan kopi rakyat di daerah itu sampai dengan akhir 2021 mencapai 30.000 hektare dengan luasan kebun yang sudah berproduksi lebih dari 23.100 hektare.
Produksi biji kopi yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong sepanjang 2021 mencapai 18.600 ton, dengan rata-rata produksi baru 907 kg per hektare. Produksi kopi lokal ini masih di bawah produksi daerah lainnya yang kini sudah bisa mencapai 4 ton per hektare.
Faktor penyebab rendahnya produksi kopi Rejang Lebong karena usia sebagian kebun kopi sudah tua dan penanganan di tingkat petani belum maksimal.
Tanaman kopi yang tumbuh subur di Bumi "Pat Petulai", julukan Kabupaten Rejang Lebong, tersebut patut mereka syukuri karena sejak zaman penjajahan Belanda sudah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat, kendati harga jual biji kopi ditingkat petani tidak pernah beranjak di kisaran Rp20.000 per kg untuk kualitas asalan dan untuk petik merah Rp25.000 per kg.
Biji kopi yang dihasilkan petani lokal ini oleh pengusaha penampung dijual ke sejumlah pabrik pengolahan kopi, antara lain di Provinsi Lampung, ke Kota Palembang (Sumsel), hingga ke sejumlah kota di Jawa.
Untuk menjadikan kopi sebagai produk unggulan daerah itu, petani dan pelaku usaha kopi setempat harus memiliki kemampuan dalam pengolahan lahan maupun pengolahan biji kopi yang dihasilkan dari kebun mereka, sehingga bisa menghasilkan kopi kualitas baik.
Kini, konsumen tidak mau lagi kopi yang dihasilkan mengandung residu kimia, baik dalam pemupukan atau obat-obatan pertanian untuk menangani hama penyakit. Konsumen saat ini memilih yang organik karena tidak berisiko bagi kesehatan.
Usaha menjanjikan
Kalangan pelaku UMKM jenis kopi di Kabupaten Rejang Lebong menilai pengembangan usaha bidang tersebut cukup menjanjikan dengan ketersediaan pasokan bahan baku yang melimpah.
Potensi ekonomi kopi ini bukan hanya konteks tanaman musiman, melainkan bisnis menjanjikan.
Potensi tanaman kopi di Kabupaten Rejang Lebong dan daerah lainnya di Provinsi Bengkulu dapat dilihat setelah panen. Produk tanaman ini bisa diolah selama satu tahun berjalan, baik setelah menjadi roast bean (kopi dalam bentuk biji), kopi bubuk maupun wine.
Peluang usaha ini pun telah telah banyak dirasakan masyarakat. Produk kopi spesial robusta petik merah dengan sistem pengelolaan natural dan tanpa kimiawi bisa menembus pasar nasional. Bahkan, pada 2019, kopi asal Rejang Lebong merebut juara dunia di Kejuaraan Kopi Internasional AVPA di Paris, Prancis.
Potensi kopi di Provinsi Bengkulu, khususnya jenis robusta, sangat luar biasa. Ini bisa dilihat saat musim panen kopi bulan Mei hingga Juni banyak orang yang berdatangan dari luar daerah untuk membeli kopi lokal.
Bantuan usaha
Sementara itu untuk pengembangan dan membentuk kemandirian usaha kalangan petani dan pengusaha kopi lokal sangat bergantung dengan ketersediaan modal, selain peralatan, perizinan maupun sumber daya manusia.
Pelaku usaha kopi lokal di Rejang Lebong kini sudah melek teknologi. Mereka sudah memasarkan produknya ke pasar nasional melalui marketplace, di mana para penjual "berkumpul" dan bisa menjual barang atau jasa ke pelanggan, meski tanpa bertemu secara fisik.
Sejumlah produsen kopi di daerah itu menjadi binaan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu dan telah menerima bantuan alat produksi, seperti mesin sangrai, mesin pulper (pengupas kulit buah kopi), mesin penggiling.
Pada 2019 bantuan dari BI perwakilan Bengkulu untuk para petani, berupa pembangunan gedung jemur untuk badan usaha milik petani (BUMP) yang beranggotakan tiga kelompok petani. Pembuatan gedung penjemuran kopi ini dilakukan di delapan lokasi, tersebar di beberapa kelompok tani lainnya.
Kopi asal Kabupaten Rejang Lebong tampil pada Festival Kopi Nusantara yang dikemas dalam Jakarta Kreatif Festival (JaKreatiFest) 2022 yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta pada 16-18 Juni 2022 lalu.
Pada perhelatan Festival Kopi Nusantara ini Kopi asal Rejang Lebong menempati peringkat dua dan berhasil menjual produknya di Jakarta Kreatif Festival (JaKreatiFest) 2022 hingga ratusan kilogram.
Sementara itu, sejumlah usaha kopi di daerah itu, kini memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, tersebar di Kecamatan Sindang Dataran, Sindang Kelingi dan Kecamatan Selupu Rejang, yang posisinya berada satu hamparan dengan ketinggian 900 hingga 1.300 Mdpl.
Komitmen pemerintah
Melimpahnya potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Kabupaten Rejang Lebong, terutama dalam bidang pertanian, dengan jenis tanaman aneka sayuran, kopi, aren dan buah-buahan membuat daerah itu menjadi salah satu fokus perhatian Kementerian Pertanian.
Direktorat Pengelola Hasil Perkebunan Kementan mencatat, selain memiliki potensi perkebunan aren, Rejang Lebong juga memiliki perkebunan kopi yang cukup luas, sehingga mampu menghasilkan komoditas unggulan.
Baca juga: Artikel - Menyelaraskan pengendalian COVID-19 dengan kinerja perekonomian
Kementan sudah banyak membantu untuk pengembangan potensi SDA di daerah itu, yaitu perluasan areal. peralatan unit pengolahan hasil (UPH), termasuk bantuan berupa bangunan untuk proses pengolahan.
Komitmen dari pemerintah pusat ini diberikan kepada petani kopi di wilayah itu serta daerah lainnya setiap tahunnya dengan tujuannya agar petani bisa meningkatkan produksi dan daya saing, sehingga bisa meningkatkan pendapatan.
Pemerintah daerah juga sudah membantu pelaku usaha kopi ini agar berkembang, berupa kemudahan dalam pengurusan izin usaha UMKM serta pemasaran maupun pemilihan kemasan produk.
Atas dukungan dari pemerintah pusat itu, termasuk dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Rejang Lebong, pelaku usaha kopi di daerah itu harus mengembangkan kreativitasnya, sehingga usaha mereka bisa bertahan dan bersaing dengan pelaku usaha lainnya.
Baca juga: Artikel - Menjaga momentum kebangkitan ekonomi
Produksi kopi yang dihasilkan petani Rejang Lebong, selain dijual dalam bentuk biji kopi (green bean) juga dalam bentuk minuman melalui kedai kopi. Segelas kopi yang disajikan di kedai kopi ini akan terasa semakin nikmat manakala ditemani sajian kuliner lainnya.
Menu pendamping ini bisa berupa kuliner lokal maupun nasional, kemudian dalam pengolahan kopi yang disajikan juga tidak mesti menggunakan peralatan modern, tetapi juga bisa dilakukan menggunakan peralatan tradisional, seperti ditumbuk menggunakan lesung, disangrai menggunakan kuali besi dan sebagainya, sehingga akan menjadi daya tarik sebagai kearifan lokal.
Baca juga: Artikel - Belajar dari Hadakewa, geliatkan ekonomi warga dengan dana desa
Guna mendongkrak produksi dan nilai jual biji kopi yang dihasilkan petani di Rejang Lebong diperlukan program peremajaan kopi secara massal, baik yang dilakukan dengan sistem kopi sambung maupun penanaman baru, kemudian perlunya penanaman kesadaran kepada petani untuk tidak menggunakan pupuk kimia, obat-obatan kimia serta menggunakan lantai jemur. Saatnya para petani kembali ke pertanian tradisional, yakni hanya menggunakan pupuk organik. Dengan pupuk organik ini, nilai jual kopi menjadi tinggi dan produknya banyak dicari, baik di tingkat nasional maupun masyarakat dunia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian yang menjanjikan
Tanaman kopi, baik jenis robusta maupun arabika ini banyak ditanam warga Rejang Lebong di atas tanah datar maupun perbukitan dalam gugusan Bukit Barisan, di antaranya Bukit Balai Rejang, kemudian Bukit Daun, Bukit Basah maupun Bukit Kaba.
Data Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Rejang Lebong menunjukkan luas areal perkebunan kopi rakyat di daerah itu sampai dengan akhir 2021 mencapai 30.000 hektare dengan luasan kebun yang sudah berproduksi lebih dari 23.100 hektare.
Produksi biji kopi yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong sepanjang 2021 mencapai 18.600 ton, dengan rata-rata produksi baru 907 kg per hektare. Produksi kopi lokal ini masih di bawah produksi daerah lainnya yang kini sudah bisa mencapai 4 ton per hektare.
Faktor penyebab rendahnya produksi kopi Rejang Lebong karena usia sebagian kebun kopi sudah tua dan penanganan di tingkat petani belum maksimal.
Tanaman kopi yang tumbuh subur di Bumi "Pat Petulai", julukan Kabupaten Rejang Lebong, tersebut patut mereka syukuri karena sejak zaman penjajahan Belanda sudah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat, kendati harga jual biji kopi ditingkat petani tidak pernah beranjak di kisaran Rp20.000 per kg untuk kualitas asalan dan untuk petik merah Rp25.000 per kg.
Biji kopi yang dihasilkan petani lokal ini oleh pengusaha penampung dijual ke sejumlah pabrik pengolahan kopi, antara lain di Provinsi Lampung, ke Kota Palembang (Sumsel), hingga ke sejumlah kota di Jawa.
Untuk menjadikan kopi sebagai produk unggulan daerah itu, petani dan pelaku usaha kopi setempat harus memiliki kemampuan dalam pengolahan lahan maupun pengolahan biji kopi yang dihasilkan dari kebun mereka, sehingga bisa menghasilkan kopi kualitas baik.
Kini, konsumen tidak mau lagi kopi yang dihasilkan mengandung residu kimia, baik dalam pemupukan atau obat-obatan pertanian untuk menangani hama penyakit. Konsumen saat ini memilih yang organik karena tidak berisiko bagi kesehatan.
Usaha menjanjikan
Kalangan pelaku UMKM jenis kopi di Kabupaten Rejang Lebong menilai pengembangan usaha bidang tersebut cukup menjanjikan dengan ketersediaan pasokan bahan baku yang melimpah.
Potensi ekonomi kopi ini bukan hanya konteks tanaman musiman, melainkan bisnis menjanjikan.
Potensi tanaman kopi di Kabupaten Rejang Lebong dan daerah lainnya di Provinsi Bengkulu dapat dilihat setelah panen. Produk tanaman ini bisa diolah selama satu tahun berjalan, baik setelah menjadi roast bean (kopi dalam bentuk biji), kopi bubuk maupun wine.
Peluang usaha ini pun telah telah banyak dirasakan masyarakat. Produk kopi spesial robusta petik merah dengan sistem pengelolaan natural dan tanpa kimiawi bisa menembus pasar nasional. Bahkan, pada 2019, kopi asal Rejang Lebong merebut juara dunia di Kejuaraan Kopi Internasional AVPA di Paris, Prancis.
Potensi kopi di Provinsi Bengkulu, khususnya jenis robusta, sangat luar biasa. Ini bisa dilihat saat musim panen kopi bulan Mei hingga Juni banyak orang yang berdatangan dari luar daerah untuk membeli kopi lokal.
Bantuan usaha
Sementara itu untuk pengembangan dan membentuk kemandirian usaha kalangan petani dan pengusaha kopi lokal sangat bergantung dengan ketersediaan modal, selain peralatan, perizinan maupun sumber daya manusia.
Pelaku usaha kopi lokal di Rejang Lebong kini sudah melek teknologi. Mereka sudah memasarkan produknya ke pasar nasional melalui marketplace, di mana para penjual "berkumpul" dan bisa menjual barang atau jasa ke pelanggan, meski tanpa bertemu secara fisik.
Sejumlah produsen kopi di daerah itu menjadi binaan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu dan telah menerima bantuan alat produksi, seperti mesin sangrai, mesin pulper (pengupas kulit buah kopi), mesin penggiling.
Pada 2019 bantuan dari BI perwakilan Bengkulu untuk para petani, berupa pembangunan gedung jemur untuk badan usaha milik petani (BUMP) yang beranggotakan tiga kelompok petani. Pembuatan gedung penjemuran kopi ini dilakukan di delapan lokasi, tersebar di beberapa kelompok tani lainnya.
Kopi asal Kabupaten Rejang Lebong tampil pada Festival Kopi Nusantara yang dikemas dalam Jakarta Kreatif Festival (JaKreatiFest) 2022 yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta pada 16-18 Juni 2022 lalu.
Pada perhelatan Festival Kopi Nusantara ini Kopi asal Rejang Lebong menempati peringkat dua dan berhasil menjual produknya di Jakarta Kreatif Festival (JaKreatiFest) 2022 hingga ratusan kilogram.
Sementara itu, sejumlah usaha kopi di daerah itu, kini memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, tersebar di Kecamatan Sindang Dataran, Sindang Kelingi dan Kecamatan Selupu Rejang, yang posisinya berada satu hamparan dengan ketinggian 900 hingga 1.300 Mdpl.
Komitmen pemerintah
Melimpahnya potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Kabupaten Rejang Lebong, terutama dalam bidang pertanian, dengan jenis tanaman aneka sayuran, kopi, aren dan buah-buahan membuat daerah itu menjadi salah satu fokus perhatian Kementerian Pertanian.
Direktorat Pengelola Hasil Perkebunan Kementan mencatat, selain memiliki potensi perkebunan aren, Rejang Lebong juga memiliki perkebunan kopi yang cukup luas, sehingga mampu menghasilkan komoditas unggulan.
Baca juga: Artikel - Menyelaraskan pengendalian COVID-19 dengan kinerja perekonomian
Kementan sudah banyak membantu untuk pengembangan potensi SDA di daerah itu, yaitu perluasan areal. peralatan unit pengolahan hasil (UPH), termasuk bantuan berupa bangunan untuk proses pengolahan.
Komitmen dari pemerintah pusat ini diberikan kepada petani kopi di wilayah itu serta daerah lainnya setiap tahunnya dengan tujuannya agar petani bisa meningkatkan produksi dan daya saing, sehingga bisa meningkatkan pendapatan.
Pemerintah daerah juga sudah membantu pelaku usaha kopi ini agar berkembang, berupa kemudahan dalam pengurusan izin usaha UMKM serta pemasaran maupun pemilihan kemasan produk.
Atas dukungan dari pemerintah pusat itu, termasuk dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Rejang Lebong, pelaku usaha kopi di daerah itu harus mengembangkan kreativitasnya, sehingga usaha mereka bisa bertahan dan bersaing dengan pelaku usaha lainnya.
Baca juga: Artikel - Menjaga momentum kebangkitan ekonomi
Produksi kopi yang dihasilkan petani Rejang Lebong, selain dijual dalam bentuk biji kopi (green bean) juga dalam bentuk minuman melalui kedai kopi. Segelas kopi yang disajikan di kedai kopi ini akan terasa semakin nikmat manakala ditemani sajian kuliner lainnya.
Menu pendamping ini bisa berupa kuliner lokal maupun nasional, kemudian dalam pengolahan kopi yang disajikan juga tidak mesti menggunakan peralatan modern, tetapi juga bisa dilakukan menggunakan peralatan tradisional, seperti ditumbuk menggunakan lesung, disangrai menggunakan kuali besi dan sebagainya, sehingga akan menjadi daya tarik sebagai kearifan lokal.
Baca juga: Artikel - Belajar dari Hadakewa, geliatkan ekonomi warga dengan dana desa
Guna mendongkrak produksi dan nilai jual biji kopi yang dihasilkan petani di Rejang Lebong diperlukan program peremajaan kopi secara massal, baik yang dilakukan dengan sistem kopi sambung maupun penanaman baru, kemudian perlunya penanaman kesadaran kepada petani untuk tidak menggunakan pupuk kimia, obat-obatan kimia serta menggunakan lantai jemur. Saatnya para petani kembali ke pertanian tradisional, yakni hanya menggunakan pupuk organik. Dengan pupuk organik ini, nilai jual kopi menjadi tinggi dan produknya banyak dicari, baik di tingkat nasional maupun masyarakat dunia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian yang menjanjikan