Pamekasan (ANTARA) - Pengusaha sukses ternyata tidak selamanya harus dengan modal uang yang kuat. Jejaring kuat, serta usaha yang ulet, juga bisa menjadi modal pokok di dunia usaha. Itulah yang terjadi pada pelaku usaha pariwisata Mukti Ali, asal Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Saat memulai usaha, Mukti Ali hanya memiliki modal Rp10 ribu. Uang itu digunakan untuk menyewa rental komputer dan mencetak brosur paket perjalanan wisata ke sejumlah lokasi objek wisata di Jawa Timur, Bali dan Pulau Madura.
Uang sebesar Rp10 ribu itu yang dianggap sebagai modal, hingga akhirnya kini meraih sukses dengan memiliki 14 armada bus.
Brosur yang dicetak, lalu dibagikan kepada para siswa dan guru kelas di sejumlah sekolah, khususnya di lembaga ia mengajar, yakni di SMA Negeri 1 Pamekasan.
Maklum, Mukti adalah seorang guru. Pendidikannya di pada Fakultas Pendidikan di Universitas Negeri Malang, bidang studi sejarah, lulus tahun 2000.
Upaya yang dilakukan suami Kamsiyatun ini, ternyata membuahkan hasil. Pelan tapi pasti, banyak guru dan siswa yang memanfaatkan tawaran jasa Mukti. Sejumlah instansi pemerintah, juga mulai banyak yang tertarik dengan tawaran paket wisata yang disebar melalui brosur itu.
Jalan panjang menuju keberhasilan memang tidak selamanya mulus. Demikian juga yang dialami Mukti Ali.
Ayah dari Rangga Azhar Paradis ini pernah dimarahi klien dan diludahi pengguna jasa usaha pariwisata yang dikelola, terutama saat armada bus lambat tiba ke Pamekasan.
Di awal-awal ia merintis karir, bus yang digunakan untuk paket perjalanan wisata pada usaha pariwisata yang dia kelola dengan cara menyewa kepada pemilik usaha bus di luar Madura, yakni di Malang dan Surabaya. Terkadang bus datang lambat ke Pamekasan, karena terkendala macet dan antrean di dermaga Kamal, Bangkalan.
Saat ada orang yang hendak menyewa, Mukti Ali langsung menyewa bus ke luar Madura dan itu dilakukan hingga pada akhirnya ia bisa membeli bus sendiri secara kredit pada 2011.
Jaringan saat kuliah
Sejak kuliah, Mukti memang dikenal mahasiswa supel, memiliki banyak teman dan jaringan. Selain aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), ia juga aktif di organisasi ektra kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Bagi dia, aktif di organisasi, merupakan modal sosial dasar dalam memperkuat relasi, sekaligus menambah wawasan. Organisasi sebagai universitas kedua bagi dia, sebagaimana memang menjadi dogma di kalangan aktivis HMI, akhirnya menjadi prinsip dan cara pandang Mukti Ali.
Ia juga berkeyakinan bahwa modal sosial merupakan salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, disamping mobilitas ide, saling percaya dan pada akhirnya terwujud adanya saling ketergantungan untuk mencapai kemajuan bersama.
Teori modal sosial yang dipopulerkan ilmuan ekonomi James S. Coleman dalam jurnal bertajuk 'Social Capital in the Creation of Human Capital' pada tahun 1988 ini, benar-benar menginspirasi Mukti Ali, menjadi cara pandang dalam merintis usaha pariwisata di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura.
Jaringan aktivis di intra dan ekstra kampus dimanfaatkan secara maksimal, saat ia memulai usahanya, terutama saat baru pertama kali memulai karir sebagai guru sejarah.
Di lembaga ini, Mukti berupaya menjadikan para guru dan murid sebagai sasaran usaha bisnis yang ia rintis disamping sejumlah lembaga lain di berbagai tingkatan lembaga pendidikan.
Nama Mukti Ali kian dikenal publik di Kabupaten Pamekasan dan di Pulau Madura pada umumnya, setelah sekitar tahun 2000-an menyampaikan aspirasi ke kantor DPRD Pamekasan meminta agar semua guru honorer di kabupaten ini diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia bukan hanya sebagai anggota, akan tetapi sebagai ketua forum.
Dalam konteks ini, Mukti Ali mampu memerankan diri yang dalam teori modal sosial James S. Coleman, sebagai pandangan sinergi.
Pandangan ini menyatakan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat didasarkan atas prinsip komplementer dan kelekatan, yakni merujuk kepada hubungan saling menguntungkan antara sektor publik dengan sektor privat, dan diwujudkan dalam kerangka kerja legal yang melindungi hak-hak asosiasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kelekatan mengacu kepada sifat dan luas ikatan yang menghubungkan warga negara dengan pejabat publik.
Dengan demikian, Mukti Ali selaku pribadi, guru, pelaku usaha pariwisata merupakan satu kesatuan identitas yang melekat dan tak terpisahkan, saling mendukung, dan saling mendukung.
Maka, saat institusi pemerintah melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti saat hendak menyampaikan aspirasi ke DPR RI tentang keinginan para guru bantu dan guru honorer Pamekasan agar bisa diangkat sebagai PNS, maka alat transportasi yang digunakan adalah alat transportasi usaha pariwisata yang dikelola oleh Mukti Ali.
Selain modal jaringan, faktor lain yang juga mendukung keberhasilan pria berusia 45 tahun memanfaatkan program pinjaman dengan bunga ringan di lembaga keuangan, yakni pada program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Memperkuat persepsi sebagai orang mampu secara ekonomi juga dilakukan, dengan terlebih dahulu membangun rumah dengan desain mewah dari hasil jasa transportasi yang dilakukan selama ini.
Rumah yang terletak di Dusun Mandhala, Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, itulah yang akhirnya dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman ke bank. Uang yang dipinjam itu digunakan untuk membeli bus.
Baca juga: Artikel - Belajar dari Hadakewa, geliatkan ekonomi warga dengan dana desa
Awalnya, mendapatkan pijakan sekitar Rp600 juta digunakan untuk membeli bus mini bekas, dan dalam perkembangan berikutnya Rp1 miliar lebih. Hingga kini jumlah armada yang dimiliki sebanyak 14 unit.
Teori ekonomi yang menyebutkan bahwa modal usaha bukan hanya uang, akan tetapi juga bisa dalam bentuk relasi sosial (modal sosial) telah menguatkan teori modal sosial yang dipopulerkan James S. Coleman sebagaimana telah dialami pengusaha pariwisata bernama Mukti ini.
Baca juga: Artikel - Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian
Kisah sukses berusaha dengan modal sosial sebagaimana dialami pengusaha pariwisata Mukti Ali tersebut, telah menginspirasi Pemkab Pamekasan melakukan upaya serupa dalam bentuk berbeda, yakni pembentukan Sepuluh Ribu Pengusaha Baru (Sapu Tangan Biru).
Program yang digagas Bupati Pamekasan Badrrut Tamam ini melatih para pemuda untuk berusaha sesuai dengan jenis usaha yang diinginkan, lalu diberi bantuan modal dengan bunga ringan. Pelaku usaha juga dibimbing oleh tim pendamping khusus dalam mengurus izin usaha, dan mencarikan pangsa pasar sesuai dengan jenis usaha yang ditekuni, hingga akhirnya bisa berusaha secara mandiri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menuai sukses berkat jejaring kuat
Saat memulai usaha, Mukti Ali hanya memiliki modal Rp10 ribu. Uang itu digunakan untuk menyewa rental komputer dan mencetak brosur paket perjalanan wisata ke sejumlah lokasi objek wisata di Jawa Timur, Bali dan Pulau Madura.
Uang sebesar Rp10 ribu itu yang dianggap sebagai modal, hingga akhirnya kini meraih sukses dengan memiliki 14 armada bus.
Brosur yang dicetak, lalu dibagikan kepada para siswa dan guru kelas di sejumlah sekolah, khususnya di lembaga ia mengajar, yakni di SMA Negeri 1 Pamekasan.
Maklum, Mukti adalah seorang guru. Pendidikannya di pada Fakultas Pendidikan di Universitas Negeri Malang, bidang studi sejarah, lulus tahun 2000.
Upaya yang dilakukan suami Kamsiyatun ini, ternyata membuahkan hasil. Pelan tapi pasti, banyak guru dan siswa yang memanfaatkan tawaran jasa Mukti. Sejumlah instansi pemerintah, juga mulai banyak yang tertarik dengan tawaran paket wisata yang disebar melalui brosur itu.
Jalan panjang menuju keberhasilan memang tidak selamanya mulus. Demikian juga yang dialami Mukti Ali.
Ayah dari Rangga Azhar Paradis ini pernah dimarahi klien dan diludahi pengguna jasa usaha pariwisata yang dikelola, terutama saat armada bus lambat tiba ke Pamekasan.
Di awal-awal ia merintis karir, bus yang digunakan untuk paket perjalanan wisata pada usaha pariwisata yang dia kelola dengan cara menyewa kepada pemilik usaha bus di luar Madura, yakni di Malang dan Surabaya. Terkadang bus datang lambat ke Pamekasan, karena terkendala macet dan antrean di dermaga Kamal, Bangkalan.
Saat ada orang yang hendak menyewa, Mukti Ali langsung menyewa bus ke luar Madura dan itu dilakukan hingga pada akhirnya ia bisa membeli bus sendiri secara kredit pada 2011.
Jaringan saat kuliah
Sejak kuliah, Mukti memang dikenal mahasiswa supel, memiliki banyak teman dan jaringan. Selain aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), ia juga aktif di organisasi ektra kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Bagi dia, aktif di organisasi, merupakan modal sosial dasar dalam memperkuat relasi, sekaligus menambah wawasan. Organisasi sebagai universitas kedua bagi dia, sebagaimana memang menjadi dogma di kalangan aktivis HMI, akhirnya menjadi prinsip dan cara pandang Mukti Ali.
Ia juga berkeyakinan bahwa modal sosial merupakan salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, disamping mobilitas ide, saling percaya dan pada akhirnya terwujud adanya saling ketergantungan untuk mencapai kemajuan bersama.
Teori modal sosial yang dipopulerkan ilmuan ekonomi James S. Coleman dalam jurnal bertajuk 'Social Capital in the Creation of Human Capital' pada tahun 1988 ini, benar-benar menginspirasi Mukti Ali, menjadi cara pandang dalam merintis usaha pariwisata di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura.
Jaringan aktivis di intra dan ekstra kampus dimanfaatkan secara maksimal, saat ia memulai usahanya, terutama saat baru pertama kali memulai karir sebagai guru sejarah.
Di lembaga ini, Mukti berupaya menjadikan para guru dan murid sebagai sasaran usaha bisnis yang ia rintis disamping sejumlah lembaga lain di berbagai tingkatan lembaga pendidikan.
Nama Mukti Ali kian dikenal publik di Kabupaten Pamekasan dan di Pulau Madura pada umumnya, setelah sekitar tahun 2000-an menyampaikan aspirasi ke kantor DPRD Pamekasan meminta agar semua guru honorer di kabupaten ini diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia bukan hanya sebagai anggota, akan tetapi sebagai ketua forum.
Dalam konteks ini, Mukti Ali mampu memerankan diri yang dalam teori modal sosial James S. Coleman, sebagai pandangan sinergi.
Pandangan ini menyatakan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat didasarkan atas prinsip komplementer dan kelekatan, yakni merujuk kepada hubungan saling menguntungkan antara sektor publik dengan sektor privat, dan diwujudkan dalam kerangka kerja legal yang melindungi hak-hak asosiasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kelekatan mengacu kepada sifat dan luas ikatan yang menghubungkan warga negara dengan pejabat publik.
Dengan demikian, Mukti Ali selaku pribadi, guru, pelaku usaha pariwisata merupakan satu kesatuan identitas yang melekat dan tak terpisahkan, saling mendukung, dan saling mendukung.
Maka, saat institusi pemerintah melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti saat hendak menyampaikan aspirasi ke DPR RI tentang keinginan para guru bantu dan guru honorer Pamekasan agar bisa diangkat sebagai PNS, maka alat transportasi yang digunakan adalah alat transportasi usaha pariwisata yang dikelola oleh Mukti Ali.
Selain modal jaringan, faktor lain yang juga mendukung keberhasilan pria berusia 45 tahun memanfaatkan program pinjaman dengan bunga ringan di lembaga keuangan, yakni pada program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Memperkuat persepsi sebagai orang mampu secara ekonomi juga dilakukan, dengan terlebih dahulu membangun rumah dengan desain mewah dari hasil jasa transportasi yang dilakukan selama ini.
Rumah yang terletak di Dusun Mandhala, Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, itulah yang akhirnya dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman ke bank. Uang yang dipinjam itu digunakan untuk membeli bus.
Baca juga: Artikel - Belajar dari Hadakewa, geliatkan ekonomi warga dengan dana desa
Awalnya, mendapatkan pijakan sekitar Rp600 juta digunakan untuk membeli bus mini bekas, dan dalam perkembangan berikutnya Rp1 miliar lebih. Hingga kini jumlah armada yang dimiliki sebanyak 14 unit.
Teori ekonomi yang menyebutkan bahwa modal usaha bukan hanya uang, akan tetapi juga bisa dalam bentuk relasi sosial (modal sosial) telah menguatkan teori modal sosial yang dipopulerkan James S. Coleman sebagaimana telah dialami pengusaha pariwisata bernama Mukti ini.
Baca juga: Artikel - Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian
Kisah sukses berusaha dengan modal sosial sebagaimana dialami pengusaha pariwisata Mukti Ali tersebut, telah menginspirasi Pemkab Pamekasan melakukan upaya serupa dalam bentuk berbeda, yakni pembentukan Sepuluh Ribu Pengusaha Baru (Sapu Tangan Biru).
Program yang digagas Bupati Pamekasan Badrrut Tamam ini melatih para pemuda untuk berusaha sesuai dengan jenis usaha yang diinginkan, lalu diberi bantuan modal dengan bunga ringan. Pelaku usaha juga dibimbing oleh tim pendamping khusus dalam mengurus izin usaha, dan mencarikan pangsa pasar sesuai dengan jenis usaha yang ditekuni, hingga akhirnya bisa berusaha secara mandiri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menuai sukses berkat jejaring kuat