Kupang (ANTARA) - Komite Rabies Flores-Lembata, Provinsi NTT menilai banyaknya kasus meninggal korban gigitan anjing rabies di NTT akibat minim pengetahuan orang tua akan pentingnya suntikan vaksin antirabies (VAR) setelah digigit anjing.
Sekretaris Komite Rabies Flores-Lembata dokter Asep Purnama di Kupang, Jumat, (30/9/2022) mengatakan diperlukan sosialisasi yang intens agar masyarakat juga paham pentingnya VAR.
"Banyak kejadian yang terjadi di Pulau Flores ini kejadian gigitan anjing tidak langsung disertai dengan penyuntikan vaksin anti rabies," katanya.
Asep menjelaskan rabies memiliki masa inkubasi selama 2-12 minggu, tetapi bisa juga hingga setahun atau lebih. Masa inkubasi ini diikuti tiga fase gejala, yaitu fase prodromal, fase neurologis akut, dan fase koma.
Jika gejala neurologis akut sudah muncul, katanya, belum ada modalitas terapi yang mampu untuk menyembuhkan pasien rabies.
Saat fase prodromal, gejala tidak khas, seperti sakit kepala, mual, muntah, badan terasa lemah, sakit tenggorokan, dan demam. Setelah masuk fase kedua, yaitu fase neurologis akut, baru gejala klasik rabies muncul.
Penderita cenderung gelisah, berhalusinasi, dan perilakunya berubah. Kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan air mata menjadi lebih aktif.
Pada fase ini mayoritas penderita akan mengalami takut air (hidrofobia) dan takut udara (aerofobia). Setelah fase ini berlangsung 2-7 hari, penderita berlanjut ke koma dan meninggal.
Ia mencontohkan tiga kasus yang terjadi di Kabupaten Ngada, Flores Timur, dan Nagekeo karena korban tidak langsung ditangani dengan VAR.
Asep juga mengatakan sebenarnya sosialisasi soal VAR ini juga sudah sering dilakukan oleh pemda setempat dan forum antirabies.
Namun dampak dari pandemi COVID-19 yang membuat orang harus lebih banyak di rumah dan jarang keluar rumah mengakibatkan masyarakat merasa aman.
"Warga merasa bahwa tidak ada lagi penyakit di luar, namun mereka tidak sadar bahwa Pulau Flores ini rawan akan rabies," tambah dia.
Baca juga: Sikka fokus vaksinasi anti rabies di desa perbatasan
Baca juga: Pemkab Manggarai Barat ajak masyarakatnya cegah rabies dengan vaksinasi
Sekretaris Komite Rabies Flores-Lembata dokter Asep Purnama di Kupang, Jumat, (30/9/2022) mengatakan diperlukan sosialisasi yang intens agar masyarakat juga paham pentingnya VAR.
"Banyak kejadian yang terjadi di Pulau Flores ini kejadian gigitan anjing tidak langsung disertai dengan penyuntikan vaksin anti rabies," katanya.
Asep menjelaskan rabies memiliki masa inkubasi selama 2-12 minggu, tetapi bisa juga hingga setahun atau lebih. Masa inkubasi ini diikuti tiga fase gejala, yaitu fase prodromal, fase neurologis akut, dan fase koma.
Jika gejala neurologis akut sudah muncul, katanya, belum ada modalitas terapi yang mampu untuk menyembuhkan pasien rabies.
Saat fase prodromal, gejala tidak khas, seperti sakit kepala, mual, muntah, badan terasa lemah, sakit tenggorokan, dan demam. Setelah masuk fase kedua, yaitu fase neurologis akut, baru gejala klasik rabies muncul.
Penderita cenderung gelisah, berhalusinasi, dan perilakunya berubah. Kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan air mata menjadi lebih aktif.
Pada fase ini mayoritas penderita akan mengalami takut air (hidrofobia) dan takut udara (aerofobia). Setelah fase ini berlangsung 2-7 hari, penderita berlanjut ke koma dan meninggal.
Ia mencontohkan tiga kasus yang terjadi di Kabupaten Ngada, Flores Timur, dan Nagekeo karena korban tidak langsung ditangani dengan VAR.
Asep juga mengatakan sebenarnya sosialisasi soal VAR ini juga sudah sering dilakukan oleh pemda setempat dan forum antirabies.
Namun dampak dari pandemi COVID-19 yang membuat orang harus lebih banyak di rumah dan jarang keluar rumah mengakibatkan masyarakat merasa aman.
"Warga merasa bahwa tidak ada lagi penyakit di luar, namun mereka tidak sadar bahwa Pulau Flores ini rawan akan rabies," tambah dia.
Baca juga: Sikka fokus vaksinasi anti rabies di desa perbatasan
Baca juga: Pemkab Manggarai Barat ajak masyarakatnya cegah rabies dengan vaksinasi