Jakarta (ANTARA) - Raungan supersonik menggelegar saling bersahutan membelah langit. Sebanyak dua puluh jet tempur F-16 siang itu membawa misi terbang lintas membentuk harmonisasi formasi besar angka 50 yang melambangkan usia persahabatan dua negara yaitu Republik Indonesia dan Singapura, pada September 2017.
Peringatan hubungan diplomatik tersebut dibingkai dalam perhelatan RISING 50, melibatkan pilot-pilot tempur terbaik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dan Republic of Singapore Air Force (RSAF) dengan pembagian tugas 10 jet tempur RI membentuk angka 5 dan 10 jet tempur RSAF membentuk angka 0.
TNI AU dalam formasi tersebut menampilkan 10 pesawat tempur F-16 dari Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi dan Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin. Sedangkan RSAF menghadirkan 10 pesawat F-16 dan 5 pesawat F-15.
Latihan panjang selama enam bulan berakhir sukses dan istimewa. Bahkan momentum bersejarah itu turut disaksikan langsung oleh kedua petinggi negara, Presiden RI Joko Widodo dan PM Singapura Lee Hsien Loong.
Perayaan persahabatan kedua negara tersebut juga sangat membekas bagi satu-satunya sosok perempuan fotografer yang dipercaya oleh TNI AU untuk mengabadikan momentum latihan bersama kedua matra udara. Perempuan tersebut mendapatkan tugas untuk mengabadikan atraksi akrobat 20 jet tempur F-16 yang melintasi langit Pekanbaru, Batam, dan Singapura. Sosok itu bernama Sandriani Permani.
Perempuan kelahiran Bandung 14 November tersebut dikenal sebagai seorang fotografer sipil yang kerap menjadi andalan di setiap kegiatan militer, utamanya aksi-aksi dari TNI AU.
"Sebelumnya, aku nggak ada ketertarikan sama sekali di dunia fotografi. Padahal dulu Bapak punya kamera analog dan banyak lensa. Tapi aku sama sekali nggak ngerti, baru mulai paham fotografi ketika kamera sudah berformat digital single lens reflex (DSLR)," kata perempuan yang akrab disapa Sasan itu kepada ANTARA, Kamis (20/4).
Anak kedua dari lima bersaudara itu menjelaskan bahwa dirinya berasal dari keluarga sederhana yang berkecukupan. Mendiang sang Bapak, kata Sasan, adalah pensiunan pegawai negeri Departemen Penerangan sekaligus seorang wartawan di sebuah majalah lokal Bandung.
"Mungkin aku ada keturunan suka dengan fotografi dari Bapak, meski ketika beliau masih memotret aku sama sekali nggak tertarik banget dengan dunia fotografi," kata Sasan tertawa.
Menjalani pendidikan dasar di Bandung, Sasan yang memiliki cita-cita menjadi seorang guru lantas melanjutkan kuliah di jurusan manajemen di salah satu universitas negeri Bandung.
Rupanya, impian kecil Sasan untuk menjadi seorang guru benar-benar terwujud lewat dunia fotografi yang lekat dengan keseharian. Ia kini dipercaya menjadi salah seorang pengajar tetap di Darwis Triadi School of Photography Jakarta.
Awal bertualang
Karkhas - Fotografi antar Sandriani Permani terbang tinggi
...Sebelumnya, aku nggak ada ketertarikan sama sekali di dunia fotografi. Padahal dulu Bapak punya kamera analog dan banyak lensa. Tapi aku sama sekali nggak ngerti, baru mulai paham fotografi ketika kamera sudah berformat digital single lens reflex