Tentu saja, perang informasi antara pihak Barat (yang mendukung Ukraina) di satu sisi, dengan Rusia dan simpatisannya di sisi lain, tidak hanya terjadi baru-baru ini, tetapi sudah berlangsung lama.
Salah satu contoh adalah peristiwa pada September 2022, yaitu terjadinya ledakan Nord Stream (jalur pipa di Laut Baltik yang menyalurkan gas dari Rusia ke negara-negara Eropa) yang hingga kini masih belum diketahui siapa pelaku peledakan tersebut.
Penyelidikan yang telah dilakukan hingga kini oleh otoritas sejumlah negara, seperti Denmark dan Swedia, belum menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Kedutaan Besar Rusia di AS pada 29 Maret 2023 menuding Washington berusaha menghentikan penyelidikan internasional atas ledakan pipa gas Nord Stream tahun lalu, sebagaimana dikutip Anadolu.
Saat dimintai komentar atas pernyataan Gedung Putih tentang penyelidikan nasional yang cukup dilakukan oleh negara-negara Eropa, Kedubes Rusia menyebut hal tersebut adalah upaya AS untuk bersembunyi di belakang sekutu-sekutunya dan mengacaukan segala upaya mengungkap fakta sebenarnya di balik sabotase Nord Stream.
Kedubes Rusia mengingatkan bahwa negara-negara tersebut menolak seruan bersama yang diajukan Rusia, China, dan Brazil dalam Dewan Keamanan PBB untuk menggelar penyelidikan internasional secara tuntas.
Seperti diketahui, Rusia menyerukan penyelidikan internasional yang dipimpin PBB terhadap "sabotase" tersebut untuk mengetahui pihak yang bertanggung jawab atas insiden itu. Namun, permintaan Moskow itu tidak mendapat dukungan dari Dewan Keamanan PBB.
Sedangkan berdasarkan laporan dari media Washington Post pada 3 April 2023, seorang diplomat senior Eropa menyatakan bahwa sejumlah pembuat kebijakan Eropa dan NATO bersama para pejabat telah bersepakat dalam satu hal, yaitu untuk tidak berbicara mengenai Nord Stream.
Para pemimpin melihat sedikitnya manfaat dari menggali terlalu dalam dan menemukan jawaban yang tidak mengenakkan, lanjut diplomat tersebut.
Dia juga menggemakan sentimen beberapa rekan dari negara lain yang mengatakan bahwa mereka lebih suka untuk tidak berurusan dengan kemungkinan bahwa Ukraina atau sekutunya terlibat dalam serangan tersebut.
Wakil Dubes AS untuk PBB Robert Wood, sebagaimana dikutip Reuters, menegaskan bahwa AS tidak terlibat sama sekali dengan peledakan Nord Stream tersebut.
Selain itu, Wood juga menuduh Rusia berupaya mendiskreditkan kerja investigasi beberapa negara mengenai soal ini dan berprasangka buruk terhadap setiap kesimpulan yang dinilai mereka tidak sesuai dengan narasi politik yang telah ditentukan Rusia.
Baca juga: Artikel - Menakar efektivitas rencana serangan balik Ukraina terhadap Rusia
Berbagai narasi, kisah, cerita, atau apa pun bentuknya yang terkait dengan konflik Rusia-Ukraina akan tetap merebak selama peperangan masih berlangsung.
Untuk itu, berbagai pihak, termasuk pula di Indonesia, juga harus berhati-hati untuk tidak percaya begitu saja dengan berbagai bentuk informasi yang tersaji, dan betul-betul berpikir dengan saksama sebelum memutuskan untuk membaginya kepada pihak lain atau menyebutnya sebagai fakta.
Baca juga: Artikel - Anatomi konflik Sudan
Dengan tidak berkubang di dalam perang informasi dari kedua belah pihak yang bertentangan, adalah langkah yang saat ini dapat dikatakan bijaksana, karena mengurangi potensi menyebarkan berbagai bentuk kebohongan dan disinformasi di tengah masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jangan terperosok kubangan perang informasi pada konflik Rusia-Ukraina