Artkel - Menebar cita rasa robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

id Kopi lamaole, kopi robusta, pulau solor, lamaole, lewotana ole, flores, flores timur, kopi solor, kopi flores, ntt, kopi,Artikel kopi Oleh Fransiska Mariana Nuka

Artkel - Menebar cita rasa robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

Kopi dari kebun warga Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole, Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, NTT. ANTARA/Fransiska Mariana Nuka

Secara umum masyarakat masih kesulitan memasarkan hasil pertanian dengan cepat karena akses jalan yang tak mudah...

Tanaman kopi mulai dibudidayakan di Desa Lewotanah Ole pada tahun 1966 di kebun milik pemerintah desa seluas satu hektare dekat areal mata air. Sejak saat itu, Pemerintah Desa Lewotana Ole mengklaim sudah melakukan upaya pengembangan kopi.

Namun, aparat desa menilai hasil kopi, baik dari sisi kualitas dan kuantitas, belum mampu memenuhi standar pasar. Hasil dari kopi itu memang tidak dijual ke luar dalam jumlah besar. Bahkan, produksi kopi dinilai tidak menghasilkan sehingga para petani tidak terlalu fokus mengurus kebun kopi.

Pemerintah desa memberikan apresiasi kepada Rumah Hanasta atas dukungan untuk mempromosikan kopi dari Kampung Lamaole sehingga kini bisa dikenal oleh masyarakat luas. Dalam rencana jangka panjang, Pemerintah Desa Lewotanah Ole berkomitmen untuk bekerja sama dengan kedai kopi itu untuk melakukan penguatan kapasitas petani agar dapat menghasilkan kopi yang berkualitas dalam jumlah yang banyak.

Penguatan kapasitas petani yang dimaksud yakni pelatihan bagi para petani kopi dan memenuhi fasilitas yang dibutuhkan oleh petani. Pemerintah Desa Lewotanah Ole menjanjikan adanya anggaran tersebut pada tahun 2025 mendatang. Penguatan sumber daya manusia di sisi hulu dinilai sebagai hal paling penting dari keseluruhan upaya pengembangan kopi ke depan.


Mengubah kesan

Kehadiran Kopi Lamaole secara tiba-tiba mengubah kesan warga luar terhadap Pulau Solor. Wilayah yang sering dianggap gersang dan kering itu ternyata memiliki potensi kopi robusta dengan cita rasa nikmat yang telah menarik minat para pecinta kopi Indonesia.

Pekerjaan rumah besar kini menanti. Di tengah permintaan kopi yang tinggi, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bersama yakni penguatan sumber daya manusia di sisi hulu, serta akses jalan dan telekomunikasi pada desa yang berjarak 20 km dari Pelabuhan Podor, Desa Lewohedo, Solor Timur.

Secara umum masyarakat masih kesulitan memasarkan hasil pertanian dengan cepat karena akses jalan yang tak mudah. Jalan rusak dan berlubang masih dijumpai pada beberapa ruas jalan. Tak hanya itu, wilayah tersebut tidak memiliki jaringan Internet sehingga pemasaran digital yang digadang-gadang Pemerintah tentu belum bisa berjalan optimal dan maksimal.


Cita rasa asli

Zakarias menghela napas dan menatap pohon kopi yang telah ia jaga selama puluhan tahun. Ia menyadari potensi kopi sangat besar sehingga butuh kerja sama semua pihak dalam mengelola kebun, terutama masyarakat. Ia ingin warga tekun merawat kebun kopi agar dapat dipromosikan lebih luas lagi.

Tak hanya itu, masyarakat juga membutuhkan fasilitas yang dapat menunjang dan mempermudah kerja pengelolaan kopi, seperti mesin penggiling. Pemerintah desa pun harus lebih tanggap dalam melihat prioritas potensi desa sehingga pemanfaatan dana desa bisa lebih optimal.

Baca juga: Artikel - Kopi Menoreh, berlian dari Kulon Progo

Kini, sebuah kopi lokal hadir dengan bangga dari Pulau Solor, pulau yang sering disebut tertinggal. Kopi Lamaole dengan cita rasa asli Solor itu menebarkan aroma khas yang tak kalah berkelas dari wilayah penghasil kopi lainnya di Flores.

Baca juga: Artikel - Robustea dan teh dari kulit buah kopi yang kaya rasa

Baca juga: Artikel - Menggaungkan kembali "Bondowowo Republik Kopi"

Momen Festival Bale Nagi 2024 menjadi titik awal memperkenalkan Kopi Lamaole itu kepada publik. Kini "mutiara hitam" Kopi Lamaole dari Pulau Solor itu siap mendunia.





 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menebar cita rasa robusta Kopi Lamaole Pulau Solor