Labuan Bajo (ANTARA) - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Daerah (BA-DPD) RI mengapresiasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat yang berkomitmen menyelesaikan persoalan sertifikasi lahan bagi sejumlah warga di transmigrasi lokal (translok) Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Nggorang.
"Luar biasa, kita apresiasi bupati dan seluruh jajarannya yang telah mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Wakil Ketua BA-DPD RI Abdul Hakim di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis.
Ia menyampaikan hal tersebut usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BA-DPD RI bersama Pemkab Manggarai Barat (Mabar) dan perwakilan warga Translok UPT Nggorang di Labuan Bajo.
Dalam pertemuan tersebut, kata dia, terdapat dua persoalan yakni terkait 65 sertifikat yang belum diselesaikan dan Hak Pakai Lahan (HPL) transmigrasi seluas 3.600 hektare.
"Menteri Transmigrasi sudah berjanji menyelesaikan persoalan selambat-lambatnya di akhir bulan November atau di awal bulan Desember ini," ujarnya
Ia berharap persoalan tersebut dapat segera diselesaikan secara menyeluruh. Pihaknya juga berkomitmen bersama pemerintah daerah (pemda) untuk mengawal persoalan tersebut hingga tuntas.
"Mudah-mudahan masyarakat dapat memahami proses yang sedang diupayakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dan kami sebagai perwakilan daerah ingin memastikan bahwa pemerintah dapat sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Sementara itu Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi dalam keterangannya menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan perhatian anggota DPD RI guna menyelesaikan persoalan tersebut.
Ia menjelaskan kronologi persoalan tersebut bermula dari tahun 1990 lalu dimana masyarakat dari lima desa menyerahkan hamparan tanah di Kecamatan Komodo kepada Pemkab Manggarai Barat dengan peruntukan tunggal untuk irigasi.
Selanjutnya pada tahun 1993 peruntukan tanah tersebut diubah oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi kawasan transmigrasi. Akhirnya pada tahun 1997 diterbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dengan luas 3.600 hektare.
Namun dalam proses penempatannya, terjadi permasalahan dimana penempatan pekarangan yang tidak sesuai dengan nomor lot dan baru diketahui pada tahun 2012.
"Dalam kurun 2012 hingga 2020, sepertinya pemerintah tidak bersungguh-sungguh menuntaskannya,” ucap Edistasius Endi
Pemkab Manggarai Barat, lanjut dia, baru mulai serius mengatasi persoalan tersebut pada 2021. Titik kunci permasalahan adalah polemik perubahan peruntukan dari irigasi menjadi HPL secara keseluruhan.
“Dengan hadirnya Bapak Menteri Transmigrasi di lokasi, mudah-mudahan dengan doa dan dukungan kita, menteri segera menandatangani pencabutan atau pelepasan HPL yang menjadi kerinduan kita semua,” katanya.

