Presiden Jokowi janji tambah 13 bendungan lagi untuk NTT
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengatakan Presiden Joko Widodo telah berjanji akan membangun 13 bendungan lagi untuk Nusa Tenggara Timur (NTT) sehingga genap menjadi 20 bendungan.
Kupang (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengatakan Presiden Joko Widodo telah berjanji akan membangun 13 bendungan lagi untuk Nusa Tenggara Timur (NTT) sehingga genap menjadi 20 bendungan.
"Saat datang ke NTT baru-baru ini saya sempat berbicara dengan Pak Presiden soal penambahan bendungan dan Presiden berjanji untuk lima tahun ke depan akan kasih kita bendungan lagi sehingga jumlahnya mencapai 20 bendungan," katanya Wagub Nae Soi di Kupang, Jumat (24/5).
Menurut Nae Soi, NTT memang sangat membutuhkan air, karena wilayah provinsi berbasis kepulauan ini memang sangat kering, karena musim kemaraunya lebih panjang dari musim penghujan yang hanya berlangsung 3-4 bulan.
Sebab, kata Nae Soi, saat orang luar mau bertugas ke NTT, selalu muncul pertanyaan ada air atau tidak di NTT. Mereka juga sering tanyakan, ada listrik atau tidak di NTT.
"Saya minta kita semua simpan dulu yang dimensi idealis. Diskusi hanya sebatas teori, kita simpan dulu. Sekarang kita harus mulai serius dengan apa yang saya namakan dimensi realitas, kontekstual. Yaitu banyak masyarakat yang butuhkan air," ujar Nae Soi.
Mantan Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM itu mengungkapkan, sesuai ilmu manajemen, ia lebih tertarik untuk menggunakan istilah kolaborasi dari pada koordinasi, karena lebih mengedepankan hubungan simbiosis mutualisme.
Sebab, menurut dia, kalau dalam koordinasi masih ada ego sektoral, ada yang bersifat basa-basi. Sementara kalau kolaborasi,ia memberikan sesuatu, dia juga timbal balik memberikan sesuatu.
Baca juga: Menanti aliran air dari Bendungan Rotiklot
"Namun karena istilah yang lebih populer sesuai nomenklatur adalah koordinasi, bolehlah dipakai itu. Tetapi harus diingat selalu, istilahnya boleh koordinasi, tapi maknanya harus kolaborasi," ujar dia.
Mantan anggota Komisi V DPR RI itu mengungkapkan, mengurus air tidak boleh memakai struktur dan jangan perdebatkan mengenai wewenang. Kalau ada peraturan yang menghalangi kewajiban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air, peraturan itu bisa didiskusikan untuk diubah secara cepat.
"Intinya air itu harus sampai ke rakyat. Bagaimana air sampai ke rakyat. Baru kemudian dari sini, cari sumber air, bagaimana konservasi air. Bagaimana kita memelihara supaya sumber daya air itu ada. Mari kita keroyok ini sama-sama," ujar dia.
Presiden Joko Widodo sendiri saat berkunjung ke Kabupaten Belu untuk meresmikan Bendungan Rotiklot mengatakan bahwa air adalah kunci kesejahteraan di NTT. "Saya menyampaikan bahwa di NTT untuk menuju ke sebuah kemakmuran tanpa ada yang namanya air, lupakan. Kuncinya air," ujarnya.
Presiden Jokowi menyebutkan jika di provinsi lain hanya dibangun satu bendungan, maka di NTT dibangun tujuh bendungan, dan yang sudah selesai Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang dan Bendungan Rotiklot.
Baca juga: Perlu disiapkan jaringan irigasi di Bendungan Rotiklot
Baca juga: Kunci kemakmuran NTT adalah air, kata Presiden Jokowi
"Saat datang ke NTT baru-baru ini saya sempat berbicara dengan Pak Presiden soal penambahan bendungan dan Presiden berjanji untuk lima tahun ke depan akan kasih kita bendungan lagi sehingga jumlahnya mencapai 20 bendungan," katanya Wagub Nae Soi di Kupang, Jumat (24/5).
Menurut Nae Soi, NTT memang sangat membutuhkan air, karena wilayah provinsi berbasis kepulauan ini memang sangat kering, karena musim kemaraunya lebih panjang dari musim penghujan yang hanya berlangsung 3-4 bulan.
Sebab, kata Nae Soi, saat orang luar mau bertugas ke NTT, selalu muncul pertanyaan ada air atau tidak di NTT. Mereka juga sering tanyakan, ada listrik atau tidak di NTT.
"Saya minta kita semua simpan dulu yang dimensi idealis. Diskusi hanya sebatas teori, kita simpan dulu. Sekarang kita harus mulai serius dengan apa yang saya namakan dimensi realitas, kontekstual. Yaitu banyak masyarakat yang butuhkan air," ujar Nae Soi.
Mantan Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM itu mengungkapkan, sesuai ilmu manajemen, ia lebih tertarik untuk menggunakan istilah kolaborasi dari pada koordinasi, karena lebih mengedepankan hubungan simbiosis mutualisme.
Sebab, menurut dia, kalau dalam koordinasi masih ada ego sektoral, ada yang bersifat basa-basi. Sementara kalau kolaborasi,ia memberikan sesuatu, dia juga timbal balik memberikan sesuatu.
Baca juga: Menanti aliran air dari Bendungan Rotiklot
"Namun karena istilah yang lebih populer sesuai nomenklatur adalah koordinasi, bolehlah dipakai itu. Tetapi harus diingat selalu, istilahnya boleh koordinasi, tapi maknanya harus kolaborasi," ujar dia.
Mantan anggota Komisi V DPR RI itu mengungkapkan, mengurus air tidak boleh memakai struktur dan jangan perdebatkan mengenai wewenang. Kalau ada peraturan yang menghalangi kewajiban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air, peraturan itu bisa didiskusikan untuk diubah secara cepat.
"Intinya air itu harus sampai ke rakyat. Bagaimana air sampai ke rakyat. Baru kemudian dari sini, cari sumber air, bagaimana konservasi air. Bagaimana kita memelihara supaya sumber daya air itu ada. Mari kita keroyok ini sama-sama," ujar dia.
Presiden Joko Widodo sendiri saat berkunjung ke Kabupaten Belu untuk meresmikan Bendungan Rotiklot mengatakan bahwa air adalah kunci kesejahteraan di NTT. "Saya menyampaikan bahwa di NTT untuk menuju ke sebuah kemakmuran tanpa ada yang namanya air, lupakan. Kuncinya air," ujarnya.
Presiden Jokowi menyebutkan jika di provinsi lain hanya dibangun satu bendungan, maka di NTT dibangun tujuh bendungan, dan yang sudah selesai Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang dan Bendungan Rotiklot.
Baca juga: Perlu disiapkan jaringan irigasi di Bendungan Rotiklot
Baca juga: Kunci kemakmuran NTT adalah air, kata Presiden Jokowi