Artikel - Komodo dan nasib para penghuni Pulau Komodo

id Komodo,konservasi komodo

Artikel - Komodo dan nasib para penghuni Pulau Komodo

Sejumlah wisatawan sedang melihat dari dekat binatang purba raksasa komodo (Varanus Komodoensis) di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

"Kami warga Pulau Komodo tetap menolak penutupan Pulau Komodo dan relokasi. Kami merasa dirugikan karena pariwisata sudah menjadi mata pencaharian kami," kata Ketua Pemuda Desa Komodo, Akbar M kepada ANTARA.
Kupang (ANTARA) - Komodo adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di Pulau Komodo, Rinca, Flores, dan Gili Motang di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang oleh penduduk setempat menyebutnya dengan sebutan Ora.

Kadal raksasa yang bernama latin Varanus Komodoensis ini memiliki panjang rata-rata berkisar antara 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan erat dengan gejala gigantisme pulau yang cenderung meraksasa.

Karena besar tubuhnya, kadal raksasa yang pertama kali ditemukan sekitar tahun 1911 oleh JKH van Steyn ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem di tempat hidupnya.

Habitat Komodo di alam bebas telah menyusut dan karenanya IUCN (International Union for Conservation of Nature/Uni Internasional untuk Konservasi Alam) memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan.

IUCN adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam pada 1948 dan berpusat di Gland, Switzerland. IUCN beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah dan ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara, dengan tujuan membantu komunitas di seluruh dunia dalam konservasi alam.

Biawak raksasa ini dilindungi oleh peraturan pemerintah Indonesia sehingga dibentuklah sebuah Taman Nasional untuk melindungi komodo dari kepunahannya. Populasi komodo di Pulau Komodo saat ini diperkirakan sekitar 1.500-an ekor

Menurut Gusto, salah seorang ranger di Pulau Komodo, populasi komodo hingga saat ini masih stabil, tidak ada yang berkurang atau meningkat. "Saat ini jumlahnya mencapai 1.500-an ekor," katanya.

Populasi komodo di Pulau Komodo saat ini berada di urutan ketiga setelah babi hutan yang banyak tersebar di pulau tersebut. Populasi babi hutan mencapai kurang lebih 300.000 ekor yang tersebar di pulau yang luasnya diperkirakan mencapai 173.000 hektare.

Saat ini, menurut Gusto, komodo betina tak keluar dari sarangnya karena lagi bertelur dan mengerami telurnya. Sekali bertelur komodo bisa menghasilkan 30 butir telur, namun saat menetas tak semuanya bisa bertahan hidup.

"Dari 30 butir telur itu, mungkin hanya ada 10 ekor yang bisa bertahan hidup. Ini khan hewan karnivora, anaknya bisa dimakan sama induknya sehingga saat menetas sebagian anaknya dimakan sama induknya," tuturnya.
Seekor Komodo (Varanus Komodoensis) sedang berjemur di pesisir pantai Pulau Komodo,Kabupaten Manggarai Barat, NTT Minggu (22/9/2019). Populasi hewan purba tersebut di pulau Komodo saat ini mencapai 1.500 ekor. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Daya tarik
Sebenarnya daya tarik Pulau Komodo dan Taman Nasional Komodo (TNK) itu tidak semata-mata karena adanya binatang komodo tersebut, tetapi panorama savana dan pemandangan bawah laut merupakan daya tarik pendukung yang potensial, seperti untuk memancing, snorkeling, diving, kano, dan bersampan.

Mengunjungi Pulau Komodo dan TNK sambil menikmati pemandangan alam yang sangat menawan merupakan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan bagi siapa pun yang sempat berkunjung ke TNK.

Saat seorang petualangan dari Belanda JKH van Steyn menemukan komodo di Pulau Komodo pada 1911, ia kemudian mendokumentasikannya dalam bentuk foto.

Hasil jepretannya itu, kemudian dipublikasikan di Museum Zoologi Bogor, dan pada tahun 1912, foto dokumentasi itu dipublikasikan secara luas hingga ke seluruh dunia.

Dari situ banyak ilmuan dari seluruh penjuru dunia datang ke Pulau Komodo di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap eksistensi komodo di pulau tersebut.

Di saat komodo terus menjadi perhatian wisatawan dunia, setelah ditetapkan menjadi satu di antara tujuh keajaiban dunia (New7 Wonders) oleh Yayasan New7 Wonders pada 2013, kawasan Pulau Komodo dan sekitarnya malah akan ditutup oleh pemerintahan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.

Alasan penutupan terhadap Pulau Komodo untuk kepentingan konservasi yang akan mulai dilakukan pada 2020, dan meminta penduduk Pulau Komodo untuk direlokasi ke tempat lainnya. Apakah penduduk asli komodo menerima seruan dari gubernurnya?

"Kami warga Pulau Komodo tetap menolak penutupan Pulau Komodo dan relokasi. Kami merasa dirugikan karena pariwisata sudah menjadi mata pencaharian kami," kata Ketua Pemuda Desa Komodo, Akbar M kepada ANTARA di Desa Komodo, Pulau Komodo, Manggarai Barat.

Warga Desa Komodo umumnya bekerja sebagai nelayan, namun setelah Sail Komodo tahun 2013 lalu hampir seluruh warga di desa itu beralih profesi ke sektor pariwisata yang dinilainya sangat menjanjikan.

Oleh karena itu, menurut dia, jika memang wacana tersebut terealisasi maka sudah pasti 500 kepala keluarga (KK) dengan jumlah jiwa sekitar 1.800 orang itu akan kebingungan mencari pekerjaan baru.

Disamping itu juga, kata Akbar, warga di Desa Komodo di Pulau Komodo itu juga sudah sepakat tak ingin dipindahkan ke daerah lain, karena memang mereka adalah warga pertama yang mendiami pulau itu, sebelum pulau itu ditetapkan sebagai pulau konservasi.
Desa Komodo di Pulau Komodo (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Menolak direlokasi
"Mereka (pemerintah provinsi) bilang akan merelokasi, tetapi kami menganggap mereka ingin mengusir kami dari pulau ini dengan embel-embel konservasi. Padahal ada tujuan lain untuk urusan bisnis nanti di pulau ini," kata dia.

Menteri Pariwisata Arief Yahya juga menyebutkan bahwa wacana penutupan Pulau Komodo di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang sempat mengemuka pada tahun lalu telah membuat wisatawan bingung dan berdampak buruk bagi sektor pariwisata.

"Karena wacana penutupan tersebut, agen perjalanan tidak berani menjual paket perjalanan kapal pesiar (cruise) ke destinasi tersebut. Ini ramai, orang mau cruising dilarang ke sana, padahal mereka beli paket setahun sebelumnya, dan sekali masuk cruise bisa ribuan (wisman)," katanya.

Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti menjelaskan dalam masalah tersebut, hal utama yang disorot adalah kepastian dibuka atau ditutupnya kawasan sekitar Pulau Komodo dalam kawasan TNK. Meski di sisi lain, industri pun memahami alasan ditutupnya Pulau Komodo demi pelestarian biawak raksasa komodo.

"Kalau tidak ada kepastian, industri ini bingung, ini mau membawa orang ke sana tutup atau tidak? Akibatnya goyah industri ini karena isunya tidak pasti. Ekosistem di industri pariwisata haruslah tenang, tidak boleh gaduh," katanya.

Namun, juru bicara Setda Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu menegaskan bahwa Pemerintahan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat tetap menutup Pulau Komodo di kawasan wisata Taman Nasional Komodo (TNK) mulai 2020 kendati ada penolakan dari Kementerian Pariwisata.

"Pemerintah Provinsi NTT tentu tegas menolak keputusan Kementerian Pariwisata. Pemerintah NTT ingin menyelamatkan Komodo dengan melakukan konservasi terhadap TNK sehingga habitat Komodo maupun kondisi alam Pulau Komodo semakin terjaga dengan baik seperti aslinya," katanya menegaskan.

Menurut Marius, NTT tidak pernah melarang wisatawan berkunjung ke kawasan Pulau Komodo karena yang dilakukan pemerintah adalah melakukan konservasi. Para wisatawan bisa berwisata ke destinasi lain dalam kawasan TNK, karena komodo tidak hanya di Pulau Komodo, tetapi juga di Pulau Rinca dan Gili Motang.*