Kupang (ANTARA) - Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, SH, MHum mengatakan, tidak ada ruang untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) legislatif dan pemilu presiden, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tidak ada ruang lagi karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) setara dengan UUD sehingga harus dilaksanakan," kata Johanes Tuba Helan kepada ANTARA di Kupang, Rabu (11/3).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan ada ruang untuk memisahkan pemilu legislatif dan presiden setelah putusan Mahkamah Konstitusi.
Dua partai politik bersepakat supaya pemilihan anggota legislatif yang terdiri dari MPR, DPD, DPRD dan DPR RI serta pemilihan presiden yang semua dijadwalkan bergabung pada tanggal 17 April 2019 akan dipisahkan.
Kesepakatan itu disetujui oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin, (9/3).
Baca juga: Pakar: posisi politik ASN dengan TNI/Polri berbeda dalam Pemilu
Tuba Helan mengatakan, tidak ada ruang lagi untuk memisahkan pelaksanaan pemilu, karena putusan MK setara dengan UUD sehingga harus dilaksanakan.
Menurut dia, ruang ada jika dilakukan amendemen UUD 45 yang mengatur secara jelas dan tegas bahwa pemilu legislatif terlebih dahulu.
Dan hasilnya, parpol secara mandiri maupun berkoalisi mencalonkan presiden dan selanjutnya pemilu presiden, katanya.
"Jadi kalau ada amandemen, maka hal ini perlu mendapat perhatian bersama," mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu.
Baca juga: KPU harus mendesain pemilu tanpa korban
Pakar: tidak ada ruang lagi pisahkan pemilu
Tidak ada ruang lagi karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) setara dengan UUD sehingga harus dilaksanakan