Artikel - Ketika smpah jadi penyebab DBD

id Sampah

Artikel - Ketika smpah jadi penyebab DBD

Sejumlah relawan memungut sampah di sekitar Pantai Tanjung Bayang Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (15/3/2020). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww)

Maumere, Flores (ANTARA) - Tangisan seorang balita laki berusia tiga tahun bernama Yohannes pecah di Klinik Geriatri Terpadu RSUD TC Hillers Maumere yang kini digunakan untuk menampung para pasien demam berdarah dengue (DBD).

Satu botol infus digantung di samping tempat tidurnya, sementara itu jarum infus juga sudah dipasang oleh perawat di rumah sakit itu di tangan mungil Yohannes.

"Dia menangis sejak semalam, dan hanya dijaga oleh bapak dan tantenya sampai pagi ini, " kata perawat jaga Mariana.

Yohannes, kata Mariana, adalah pasien DBD yang baru di pindahkan ke ruangan itu pada pukul 05.00 Wita dari ruangan unit gawat darurat (UGD) di RS tersebut setelah ada pasien yang dipindahkan ke bangsal anak di ruangan melati.

Tangisan Yohannes makin menjadi-jadi walaupun ia berada dalam dekapan ayahnya. Sejumlah perawat berusaha untuk menenangkannya namun, semakin ditenangkan, tangisannya justru semakin keras.

Tak lama berselang ibunya muncul. dan langsung menggedong Yohannes kecil dan suasana di ruangan itu yang berisik, seketika langsung sunyi senyap.

Anton ayah dari Yohannes mengaku bahwa kondisi Yohannes ketika dibawa ke RSUD TC Hillers memang sangat drop, karena sudah dua hari panas, namun berkat penanganan cepat pihak dokter dan perawat di RS tersebut kondisi Yohannes pun berangsur-angsur pulih, walaupun memang anaknya masih terus menangis.

Seorang ibu sedang menjaga anaknya yang sedang sakit akibat terserang demam berdarah dengue (DBD) di RSUD TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (10/03/20). Sampai dengan Selasa (10/3) siang jumlah kasus DBD di kabupaten itu sudah mencapai 1.195 kasus, dengan korban yang meninggal mencapai 14 orang dan yang masih dirawat mencapai 130 orang.(ANTARA FOTO/Kornelis Kaha).

Di ruangan Klinik Geriatri Terpadu sendiri terdapat kurang lebih 12 tempat tidur. Seluruh tempat tidur itu penuh terisi oleh pasien demam berdarah yang yang dirujuk dari 25 puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu.

Direktur Utama RSUD TC HIllers dr. Marietha L.D Weni mengatakan secara umum satu-satunya RS milik pemda di daerah itu tak mampu menampung seluruh pasien rujukan dari 25 puskesmas dan dua rumah sakit rawat inap di kabupaten itu.

Kapasitas tempat tidur secara umum hanya mencapai 202 unit saja. Sedangkan pasien DBD dari hari ke hari semakin bertambah walaupu dalam beberapa hari terakhir sudah mulai mengalami penurunan.

"Kami pun terpaksa membuka ruangan baru. Salah satunya klinik Geriatri Terpadu yang seharusnya bukan merupakan bangsal untuk tempat merawat pasien. Sebab yang dirawat itu tidak hanya pasien DBD saja, tetapi ada juga pasien dengan sakit yang lain," tambah dia.

Selain itu ruang perawatan lain seperti ruang perawatan pasien bedah juga terpaksa digunakan karena memang jumlah pasien terus bertambah.

Selama Januari-Maret kurang lebih sudah 1.000 pasien yang di rawat di RS tersebut setelah dirujuk dari berbagai puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu yakni RS Kewapante dan RS Lela.

Seorang suster sedang memperbaiki infus di tangan, seorang balita yang dirawat akibat terserang demam berdarah dengue (DBD) di RSUD TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (10/03/20). Sampai dengan Selasa (10/3) siang jumlah kasus DBD di kabupaten itu sudah mencapai 1.195 kasus, dengan korban yang meninggal mencapai 14 orang dan yang masih dirawat mencapai 130 orang(ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Emliana, seorang dokter yang bertugas di ruangan UGD, menceritakan bahwa di awal-awal tahun jumlah pasien yang dirujuk ke RSUD itu memang sangat banyak, sampai-sampai para perawat sulit menempatkan pasien.

"Ada beberapa pasien yang terpaksa kita terima di UGD tetapi harus berbagi tempat tidur. Satu tempat tidur dua orang, sambil menunggu di pindahkan," ujar dia.

Namun kondisi itu perlahan-perlahan-lahan semakin berkurang sebab sudah banyak yang bisa ditangani oleh oleh puskesmas dan RS rawat inap serta adanya pemutusan mata rantai nyamuk Aedes Aegypty.

Tangisan seorang balita laki berusia tiga tahun bernama Yohannes pecah di Klinik Geriatri Terpadu RSUD TC Hillers Maumere yang kini digunakan untuk menampung para pasien demam berdarah dengue (DBD).

Satu botol infus digantung di samping tempat tidurnya, sementara itu jarum infus juga sudah dipasang oleh perawat di rumah sakit itu di tangan mungil Yohannes.

"Dia menangis sejak semalam, dan hanya dijaga oleh bapak dan tantenya sampai pagi ini, " kata perawat jaga Mariana.

Yohannes, kata Mariana, adalah pasien DBD yang baru di pindahkan ke ruangan itu pada pukul 05.00 Wita dari ruangan unit gawat darurat (UGD) di RS tersebut setelah ada pasien yang dipindahkan ke bangsal anak di ruangan melati.

Tangisan Yohannes makin menjadi-jadi walaupun ia berada dalam dekapan ayahnya. Sejumlah perawat berusaha untuk menenangkannya namun, semakin ditenangkan, tangisannya justru semakin keras.

Tak lama berselang ibunya muncul. dan langsung menggedong Yohannes kecil dan suasana di ruangan itu yang berisik, seketika langsung sunyi senyap.

Anton ayah dari Yohannes mengaku bahwa kondisi Yohannes ketika dibawa ke RSUD TC Hillers memang sangat drop, karena sudah dua hari panas, namun berkat penanganan cepat pihak dokter dan perawat di RS tersebut kondisi Yohannes pun berangsur-angsur pulih, walaupun memang anaknya masih terus menangis.

Di ruangan Klinik Geriatri Terpadu sendiri terdapat kurang lebih 12 tempat tidur. Seluruh tempat tidur itu penuh terisi oleh pasien demam berdarah yang yang dirujuk dari 25 puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu.

Direktur Utama RSUD TC HIllers dr. Marietha L.D Weni mengatakan secara umum satu-satunya RS milik pemda di daerah itu tak mampu menampung seluruh pasien rujukan dari 25 puskesmas dan dua rumah sakit rawat inap di kabupaten itu.

Kapasitas tempat tidur secara umum hanya mencapai 202 unit saja. Sedangkan pasien DBD dari hari ke hari semakin bertambah walaupu dalam beberapa hari terakhir sudah mulai mengalami penurunan.

"Kami pun terpaksa membuka ruangan baru. Salah satunya klinik Geriatri Terpadu yang seharusnya bukan merupakan bangsal untuk tempat merawat pasien. Sebab yang dirawat itu tidak hanya pasien DBD saja, tetapi ada juga pasien dengan sakit yang lain," tambah dia.

Selain itu ruang perawatan lain seperti ruang perawatan pasien bedah juga terpaksa digunakan karena memang jumlah pasien terus bertambah.

Selama Januari-Maret kurang lebih sudah 1.000 pasien yang di rawat di RS tersebut setelah dirujuk dari berbagai puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu yakni RS Kewapante dan RS Lela.

Seorang suster sedang memperbaiki infus di tangan, seorang balita yang dirawat akibat terserang demam berdarah dengue (DBD) di RSUD TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (10/03/20). Sampai dengan Selasa (10/3) siang jumlah kasus DBD di kabupaten itu sudah mencapai 1.195 kasus, dengan korban yang meninggal mencapai 14 orang dan yang masih dirawat mencapai 130 orang(ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Emliana, seorang dokter yang bertugas di ruangan UGD, menceritakan bahwa di awal-awal tahun jumlah pasien yang dirujuk ke RSUD itu memang sangat banyak, sampai-sampai para perawat sulit menempatkan pasien.

"Ada beberapa pasien yang terpaksa kita terima di UGD tetapi harus berbagi tempat tidur. Satu tempat tidur dua orang, sambil menunggu di pindahkan," ujar dia.

Namun kondisi itu perlahan-perlahan-lahan semakin berkurang sebab sudah banyak yang bisa ditangani oleh oleh puskesmas dan RS rawat inap serta adanya pemutusan mata rantai nyamuk Aedes Aegypty.

Terlambat Penanganan
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, Kabupaten Sikka menjadi penyumbang jumlah kasus DBD nomor satu di Indonesia dengan angka kematian mencapai 14 orang dan total kasus DBD hingga Minggu (15/3) malam mencapai angka 1.332 kasus.

Dr. Marietha mengatakan bahwa kebanyakan pasien DBD yang meninggal adalah balita usia lima bulan hingga anak-anak yang berusia 15 tahun.

"Kebanyakan yang dirujuk ke sini (RSUD) adalah pasien yang sudah masuk dalam 'Shock Syndrome' dengan adanya banyak pendarahan, sehingga terlambat untuk tertolong," ujar dia.

Tangisan seorang balita laki berusia tiga tahun bernama Yohannes pecah di Klinik Geriatri Terpadu RSUD TC Hillers Maumere yang kini digunakan untuk menampung para pasien demam berdarah dengue (DBD).

Satu botol infus digantung di samping tempat tidurnya, sementara itu jarum infus juga sudah dipasang oleh perawat di rumah sakit itu di tangan mungil Yohannes.

"Dia menangis sejak semalam, dan hanya dijaga oleh bapak dan tantenya sampai pagi ini, " kata perawat jaga Mariana.

Yohannes, kata Mariana, adalah pasien DBD yang baru di pindahkan ke ruangan itu pada pukul 05.00 Wita dari ruangan unit gawat darurat (UGD) di RS tersebut setelah ada pasien yang dipindahkan ke bangsal anak di ruangan melati.

Tangisan Yohannes makin menjadi-jadi walaupun ia berada dalam dekapan ayahnya. Sejumlah perawat berusaha untuk menenangkannya namun, semakin ditenangkan, tangisannya justru semakin keras.

Tak lama berselang ibunya muncul. dan langsung menggedong Yohannes kecil dan suasana di ruangan itu yang berisik, seketika langsung sunyi senyap.

Anton ayah dari Yohannes mengaku bahwa kondisi Yohannes ketika dibawa ke RSUD TC Hillers memang sangat drop, karena sudah dua hari panas, namun berkat penanganan cepat pihak dokter dan perawat di RS tersebut kondisi Yohannes pun berangsur-angsur pulih, walaupun memang anaknya masih terus menangis.

Di ruangan Klinik Geriatri Terpadu sendiri terdapat kurang lebih 12 tempat tidur. Seluruh tempat tidur itu penuh terisi oleh pasien demam berdarah yang yang dirujuk dari 25 puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu.

Direktur Utama RSUD TC HIllers dr. Marietha L.D Weni mengatakan secara umum satu-satunya RS milik pemda di daerah itu tak mampu menampung seluruh pasien rujukan dari 25 puskesmas dan dua rumah sakit rawat inap di kabupaten itu.

Kapasitas tempat tidur secara umum hanya mencapai 202 unit saja. Sedangkan pasien DBD dari hari ke hari semakin bertambah walaupu dalam beberapa hari terakhir sudah mulai mengalami penurunan.

"Kami pun terpaksa membuka ruangan baru. Salah satunya klinik Geriatri Terpadu yang seharusnya bukan merupakan bangsal untuk tempat merawat pasien. Sebab yang dirawat itu tidak hanya pasien DBD saja, tetapi ada juga pasien dengan sakit yang lain," tambah dia.

Selain itu ruang perawatan lain seperti ruang perawatan pasien bedah juga terpaksa digunakan karena memang jumlah pasien terus bertambah.

Selama Januari-Maret kurang lebih sudah 1.000 pasien yang di rawat di RS tersebut setelah dirujuk dari berbagai puskesmas dan dua RS rawat inap di kabupaten itu yakni RS Kewapante dan RS Lela.

Dr. Emliana, seorang dokter yang bertugas di ruangan UGD, menceritakan bahwa di awal-awal tahun jumlah pasien yang dirujuk ke RSUD itu memang sangat banyak, sampai-sampai para perawat sulit menempatkan pasien.

"Ada beberapa pasien yang terpaksa kita terima di UGD tetapi harus berbagi tempat tidur. Satu tempat tidur dua orang, sambil menunggu di pindahkan," ujar dia.

Namun kondisi itu perlahan-perlahan-lahan semakin berkurang sebab sudah banyak yang bisa ditangani oleh oleh puskesmas dan RS rawat inap serta adanya pemutusan mata rantai nyamuk Aedes Aegypty.

Terlambat Penanganan
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, Kabupaten Sikka menjadi penyumbang jumlah kasus DBD nomor satu di Indonesia dengan angka kematian mencapai 14 orang dan total kasus DBD hingga Minggu (15/3) malam mencapai angka 1.332 kasus.

Dr. Marietha mengatakan bahwa kebanyakan pasien DBD yang meninggal adalah balita usia lima bulan hingga anak-anak yang berusia 15 tahun.

"Kebanyakan yang dirujuk ke sini (RSUD) adalah pasien yang sudah masuk dalam 'Shock Syndrome' dengan adanya banyak pendarahan, sehingga terlambat untuk tertolong," ujar dia.

Bahkan, seorang pasien berusia tujuh tahun yang meninggal pada tanggal 9 Maret lalu ketika ditangani sudah dalam kondisi gusi berdarah dan buang air besar berdarah. Pasien itu merupakan pasien rujukan dari RS rawat inap Santo Gabriell Kewapante.

Oleh karena itu, dia menganjurkan agar saat musim penghujan dan muncul nyamuk Aedes Aegypty, apabila ada anak kecil yang panas harus segera dibawa ke puskesmas untuk diperiksa kalau perlu dirujuk untuk periksa laboratorium darah.

Beberapa orang tua yang anaknya berhasil melewati masa kritis, mengaku sangat bersyukur karena tak terlambat membabwa anak mereka untuk di rawat di RS, walaupun harus khawatir dengan kondisi anak mereka yang kondisinya semakin drop.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus mengklaim bahwa kasus DBD di kabupaten itu setiap hari terus mengalami tren penurunan, walaupun jumlah kasusnya terus bertambah.

Sampai Sabtu (14/3), ada 1.332 kasus DBD di Kabupaten Sikka, dan pasien yang dirawat mencapai 87 orang. Jumlah pasien yang dirawat ini terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

dr. Mario B Nara, salah seorang dokter anak di RS tersebut mengatakan bahwa anak-anak memang sangat rentan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk itu selalu beraksi di jam-jam 7-9 pagi. Dan pada jam-jam seperti itu anak-anak kecil terkadang selalu tidur.

"Pada saat itulah nyamuk tersebut menularkan virusnya. Dan selama ini sudah banyak pasien DBD anak-anak yang sudah kami tanggani, baik itu mulai dari DBD Grade 1-4 yang sudah dalam masa kristis," ujar dia

Sampah Jadi Penyebab
Kasus DBD di Kabupaten Sikka adalah kasus DBD terparah sepanjang secara kejadian luar biasa DBD di kabupaten Sikka. KLB DBD di Kabupaten Sikka sebenarnya sudah pernah terjadi pada tahun 2010, 2013, 2016 dan terakhir adalah 2020 ini.

Pada tahun 2016 dalam setahun jumlah kasus KLB DBD yang terjadi di daerah itu mencapai kurang lebih 620 kasus dengan korban yang meninggal mencapai 13 orang.

Namun di tahun 2020 ini dalam tiga bulan terakhir kasus DBD di kabupaten itu sudah mencapai 1.332 kasus dengan jumlah kematian mencapai 14 orang.

"Bahkan saat ini kami masuk dalam tahap empat KLB DBB. Ini adalah KLB terparah dalam sejarah KLB DBD di kabupaten ini," ujar dia.

Penyebab utama dari masalah DBD di kabupaten itu adalah lebih pada lingkungan yang tak bersih. Salah satunya adalah drainase yang buruk di kabupaten Sikka, salah satunya di kota Maumere itu sendiri.

Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo mengakui hal tersebut. Menurut dia, sampah dan drainase adalah penyebab utama dari kasus DBD yang semakin meningkat di kabupaten itu.

Bahkan ia mengatakan tak mau menyalahkan siapa-siapa. Sebab yang salah adalah pemerintah dan masyarakat di kabupaten itu sendiri.

"Kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kita akan perbaiki semuanya mulai sekarang," katanya.

Diogo mengatakan beberapa anggaran yang tak urgen akan dipindahkan untuk pembangunan drainase agar lebih baik lagi sehingga di tahun yang akan datang kasus DBD tak terjadi lagi di kabupaten itu.

Saat ini untuk mencegah semakin bertambahnya korban, pemerintah setempat sudah melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara masal selama 14 hari berturut-turut.

PSN itu melibatkan seluruh masyarakat mulai dari anak sekolah sampai orang dewasa mulai pukul 07.00-09.00 Wita, jam di mana nyamuk Aedes Aegypty berkeliaran.

Bahkan juga aktivitas belajar mengajar diundur di atas jam 09.00 wita agar anak-anak sekolah juga bisa membantu memberantas nyamuk DBD dalam rangka memotong kembang biak nyamuk.

"Kami juga saat ini merekrut dan melantik 100 tenaga kerja sukarela (TKS) untuk membersihkan sampah-sampah, yang selama ini menjadi sarang nyamuk DBD itu," tambah dia.

Ia berharap agar kejadian itu menjadi pembelajaran berharga bagi masyarakat di kabupaten itu, sehingga tak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.

Seorang anak yang terserang demam berdarah dengue (DBD) sedang dirawat di bangsal anak RSUD Tc Hillers di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT,Sabtu (14/3/2020). Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka mengklaim bahwa jumlah kasus DBD di kabupaten itu trennya mengalami penurunan jika dihitung secara bulanan, dengan total kasus sejak Januari hingga Maret mencapai 1.312 kasus. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/foc)

Bahkan, seorang pasien berusia tujuh tahun yang meninggal pada tanggal 9 Maret lalu ketika ditangani sudah dalam kondisi gusi berdarah dan buang air besar berdarah. Pasien itu merupakan pasien rujukan dari RS rawat inap Santo Gabriell Kewapante.

Oleh karena itu, dia menganjurkan agar saat musim penghujan dan muncul nyamuk Aedes Aegypty, apabila ada anak kecil yang panas harus segera dibawa ke puskesmas untuk diperiksa kalau perlu dirujuk untuk periksa laboratorium darah.

Beberapa orang tua yang anaknya berhasil melewati masa kritis, mengaku sangat bersyukur karena tak terlambat membabwa anak mereka untuk di rawat di RS, walaupun harus khawatir dengan kondisi anak mereka yang kondisinya semakin drop.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus mengklaim bahwa kasus DBD di kabupaten itu setiap hari terus mengalami tren penurunan, walaupun jumlah kasusnya terus bertambah.

Sampai Sabtu (14/3), ada 1.332 kasus DBD di Kabupaten Sikka, dan pasien yang dirawat mencapai 87 orang. Jumlah pasien yang dirawat ini terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

dr. Mario B Nara, salah seorang dokter anak di RS tersebut mengatakan bahwa anak-anak memang sangat rentan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk itu selalu beraksi di jam-jam 7-9 pagi. Dan pada jam-jam seperti itu anak-anak kecil terkadang selalu tidur.

"Pada saat itulah nyamuk tersebut menularkan virusnya. Dan selama ini sudah banyak pasien DBD anak-anak yang sudah kami tanggani, baik itu mulai dari DBD Grade 1-4 yang sudah dalam masa kristis," ujar dia.

Sampah jadi penyebab utama

Sejumlah relawan memungut sampah di sekitar Pantai Tanjung Bayang Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (15/3/2020). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww)

Kasus DBD di Kabupaten Sikka adalah kasus DBD terparah sepanjang secara kejadian luar biasa DBD di kabupaten Sikka. KLB DBD di Kabupaten Sikka sebenarnya sudah pernah terjadi pada tahun 2010, 2013, 2016 dan terakhir adalah 2020 ini.

Pada tahun 2016 dalam setahun jumlah kasus KLB DBD yang terjadi di daerah itu mencapai kurang lebih 620 kasus dengan korban yang meninggal mencapai 13 orang.

Namun di tahun 2020 ini dalam tiga bulan terakhir kasus DBD di kabupaten itu sudah mencapai 1.332 kasus dengan jumlah kematian mencapai 14 orang.

"Bahkan saat ini kami masuk dalam tahap empat KLB DBB. Ini adalah KLB terparah dalam sejarah KLB DBD di kabupaten ini," ujar dia.

Penyebab utama dari masalah DBD di kabupaten itu adalah lebih pada lingkungan yang tak bersih. Salah satunya adalah drainase yang buruk di kabupaten Sikka, salah satunya di kota Maumere itu sendiri.

Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo mengakui hal tersebut. Menurut dia, sampah dan drainase adalah penyebab utama dari kasus DBD yang semakin meningkat di kabupaten itu.

Bahkan ia mengatakan tak mau menyalahkan siapa-siapa. Sebab yang salah adalah pemerintah dan masyarakat di kabupaten itu sendiri.

"Kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kita akan perbaiki semuanya mulai sekarang," katanya.

Diogo mengatakan beberapa anggaran yang tak urgen akan dipindahkan untuk pembangunan drainase agar lebih baik lagi sehingga di tahun yang akan datang kasus DBD tak terjadi lagi di kabupaten itu.

Saat ini untuk mencegah semakin bertambahnya korban, pemerintah setempat sudah melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara masal selama 14 hari berturut-turut.

PSN itu melibatkan seluruh masyarakat mulai dari anak sekolah sampai orang dewasa mulai pukul 07.00-09.00 Wita, jam di mana nyamuk Aedes Aegypty berkeliaran.

Bahkan juga aktivitas belajar mengajar diundur di atas jam 09.00 wita agar anak-anak sekolah juga bisa membantu memberantas nyamuk DBD dalam rangka memotong kembang biak nyamuk.

"Kami juga saat ini merekrut dan melantik 100 tenaga kerja sukarela (TKS) untuk membersihkan sampah-sampah, yang selama ini menjadi sarang nyamuk DBD itu," tambah dia.

Ia berharap agar kejadian itu menjadi pembelajaran berharga bagi masyarakat di kabupaten itu, sehingga tak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.