Kupang (Antara NTT) - Sebanyak 30 ekor sapi di Dusun Binilaka, Desa Oeltua, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, dalam tiga bulan terakhir ini dikabarkan mati mendadak dan diperkirakan jumlah ini masih akan terus bertambah apabila tidak cepat ditangani.
David Fenais (45) warga Dusun Binilaka, Desa Oeltua, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang di Kupang, Selasa, (6/6) mengaku kaget dan kecewa dengan kejadian yang menimpa para peternak di desa tersebut.
Ia mengatakan, rata-rata sapi yang mati nampak terlihat adanya pembengkakan di kepala dan leher dan masa bertahan hidupnya hanya maksimal tujuh hari sejak diserang virus itu.
"Rata-rata terlihat adanya pembengkakan di kepala dan leher sapi baik sapi induk betina, jantan maupun anak sapi dan umumnya sapi-sapi itu hanya sanggup bertahan paling lama satu pekan saja setelah itu mati," katanya.
Dia mengaku telah melaporkan kejadian ini kepada kepala desa agar secepatnya dicarikan jalan keluar, sehingga mencegah bertambahnya jumlah sapi peliharaan warga yang mati.
Apalagi kata dia saat ini masih terdapat sekitar puluhan lagi sapi yang tengah menderita sakit, sehingga apabila tidak cepat ditangani akan merugikan peternak yang ada.
Salah satu tokoh masyarakat di lingkungan itu Yuventus Beribe terpisah membenarkan kejadian yang menimpa para peternak di desa itu, dan meminta aparat sipil negara berkompeten di Kabupaten Kupang untuk segera mengatasi masalah itu pada kesempatan pertama.
"Warga sangat berharap adanya perhatian dan intervensi dari pemerintah kabupaten setempat dengan mendatangi lokasi dan melakukan penyelidikan sebab musababnya lalu melakukan pengobatan," katanya.
Sebab menurut mantan Lurah Penfui Kupang itu, selama ini populasi sapi di daerah ini cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam dan luar NTT.
Dalam setahun terakhir ini daerah ini telah mengantarpulaukan sapi potong ke Jakarta dan Kalimantan untuk memenuhi stok daging disana.
Namun meskipun demikian, semua pihak perlu mengoptimalkan populasi yang ada dengan berbagai stategi dan teknis sehingga tetap berkesinambungan populasinya.
Menurut dia, tingkat pengoptimalan populasi sapi yang ada di daerah penting untuk memenuhi defisit akan daging sapi bisa saja dilakukan dengan penggemukan ketimbang pembesaran atau dilepas bebas dipadang hingga usia tertentu baru dilepas ke pasar.
Karena selain dagingnya kurang berkualitas, tingkat perputaran ekonominya pun lambat karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memotong sapi.
"Memilih sapi penggemukan lebih tepat ketimbang sapi bibit yang dilepas bebas dipadang dengan waktu tertentu baru dipotong," katanya.
Ia menyebut populasi ternak sapi di NTT berdasarkan hasil sensus ternak mencatat sapi perah, dan kerbau mencapai 32 dan kerbau 150,0 ribu ekor.
Ia mengatakan kabupaten yang memiliki populasi sapi potong lebih dari 100 ribu ekor berturut turut adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) 167,8 ribu ekor, Kabupaten Kupang 151,2 ribu ekor dan Kabupaten Belu 111,2 ribu ekor.
Sementara itu sapi perah hanya terdapat di 3 kabupaten, yakni TTS 23 ekor Belu 5 ekor dan Kupang 4 ekor.