Antrean panjang kendaraan bermotor di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur bukanlah sesuatu yang baru terjadi di wilayah yang berbatasan dengan negara Timor Leste itu.
"Hampir setiap hari, pemandangan seperti itu terlihat di semua SPBU yang ada di Kota Atambua, padahal tidak ada kelangkaan BBM yang disubsidi pemerintah untuk masyarakat di daerah perbatasan ini," komentar Ali Atamimi, anggota DPRD Belu dari Partai Persatuan Pembangunan itu.
Di setiap SPBU, tampak ada sepeda motor yang diracik khusus tangkinya untuk mengisi bahan bakar bensin sampai 20 liter. Ada pula, kendaraan roda empat yang diracik khusus tangkinya untuk menampung lebih dari 100 liter bensin.
Harga eceran BBM, khususnya bensin yang dijual bebas masyarakat di pinggiran jalanan umum pun mencapai Rp10.000/botol dari harga dasar premium yang dijual Pertamina kepada konsumen hanya Rp4.500/liter.
Situasi inilah yang kemudian memicu kepanikan terjadinya antrean panjang kendaraan di setiap SPBU yang ada di Kota Atambua.
Aparat keamanan pun diterjunkan untuk menjaga lokasi SPBU guna menertibkan sepeda motor dan kendaraan roda empat bertangki "raksasa" yang diduga kuat sebagai bagian dari mata rantai penyelundupan BBM ke Timor Leste melalui para penadah yang sudah berjaga-jaga di tapal batas.
Setelah ditelusuri, bahan bakar tersebut diisi kembali ke jerigen-jerigen untuk kemudian diselundupkan ke Timor Leste melalui jalur jalan tikus yang masih sulit dijangkau oleh aparat keamanan dari Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste.
Harga BBM di Timor Leste, khusus premium mencapai lima dolar AS per liter atau sekitar Rp50.000 jika mata uang rupiah dikonvensi ke dolar AS dengan nilai Rp10.000/dolar. Sedang, solar dilaporkan mencapai delapan dolar per liter atau setara dengan harga minyak tanah.
Tingginya harga bahan bakar minyak di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia yang baru merdeka 10 tahun lalu melalui jajak pendapat pada 1999 itu, diduga kuat sebagai pemicu terjadinya penyelundupan BBM tersebut.
Secara geografis, Kabupaten Belu wilayahnya berbatasan langsung dengan Timor Leste, sehingga memudahkan siapapun untuk melakukan aksi penyelundupan ke negara baru itu, apalagi berada di satu daratan yang sama.
Geliat pembangunan ekonomi di wilayah bekas jajahan Portugis itu, seakan "memantik" siapa pun untuk melakukan aksi penyelundupan guna mendapatkan hasil berlimpah.
Penyelundupan BBM mungkin menjadi pilihan terbaik untuk melanggar hukum. Kondisi inilah yang kemudian menyulitkan masyarakat di wilayah perbatasan itu untuk mendapatkan bahan bakar dengan mengantre secara berlebihan di setiap SPBU yang ada di Kota Atambua.
"Saya menduga ada kebocoran stok BBM di setiap SPBU yang ada, karena sebagian besarnya telah diselundupkan ke Timor Leste dengan cara-cara ilegal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab," ujar Ali Atamimi dari Fraksi Belu Bersatu itu.
Ia meminta Pemerintah Kabupaten Belu, TNI dan Polri serta seluruh komponen masyarakat yang ada untuk memperketat pengawasan arus mudik lintas batas dua negara tersebut, termasuk sejumlah jalan tikus yang menjadi jalur aman bagi oknum penyelundup untuk melakukan aksinya.
Johanes Joni, anggota DPRD Belu lainnya dari F-PDI Perjuangan mengatakan pemicu terjadinya tindakan penyelundupan BBM bersubsidi ke Timor Leste, karena harga jual bahan bakar tersebut sangat mahal di negara baru tersebut.
"Bagaimana mungkin orang tidak tertarik lakukan penyelundupan, kalau harga jual BBM di perbatasan untuk selanjutnya dijual ke Timor Leste tiga kali hingga lima kali lipat dari harga BBM bersubsidi untuk rakyat Indonesia," katanya.
Ia meminta aparat keamanan yang bertugas di tapal batas negara untuk memperketat semua pintu masuk serta jalan-jalan tikus untuk mencegah terjadinya aksi penyelundupan BBM ke negara Timor Leste.
42 Kasus Penyelundupan
Waka Polres Belu Kompol Yuwono Riwanto mengatakan jajaran Kepolisian Resor Belu hingga September 2012 telah menyelamatkan 32.655 liter bahan bakar minyak dari 42 kasus penyelundupan yang dilakukan oknum penyelundup ke Timor Leste.
Dari jumlah kasus tersebut, kata dia, 12 kasus penyelundupan di antaranya sedang ditangani dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Menurut dia, aksi penyelundupan tersebut tidak hanya dilakukan melalui jalur darat dengan memanfaatkan jalan-jalan tikus yang ada, tetapi juga melalui laut.
Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan RI-Timor Leste dari Yonif 312/Kala Hitam Siliwangi Mayor Inf Hengki Yudha Setiawan berpendapat perlu pendekatan sosial budaya dengan masyarakat dalam upaya mengatasi kemungkinan terjadinya penyelundupan BBM ke Timor Leste.
"TNI dan aparat lainnya tidak bisa kerja sendiri menjaga seluruh pintu masuk di jalan tikus untuk kegiatan ilegal melalui penyelundupan ke Timor Leste. Kita butuh bantuan dan kerja sama masyarakat," katanya.
Dia mengatakan jumlah personil Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan RI-Timor Leste dari Yonif 312/Kala Hitam, tidak mampu menutup semua pintu dan jalan tikus yang tersebar di sepanjang daerah batas dua wilayah yang satu kultur tersebut.
"Personil yang kami miliki saat ini berjumlah 650 orang yang tersebar di 38 pos perbatasan di empat kabupaten daerah batas, yaitu Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang," kata Hengki.
Pola yang dibangun Yonif 312/Kala Hitam untuk peningkatan kemanunggalan prajurit dan masyarakat, adalah dengan melakukan sejumlah kegiatan sosial kemasyarakatan, baik bersifat edukasi, kesehatan, pertanian serta sejumlah kegiatan sosial lainnya.
Dengan pola tersebut, lanjut Hengki, masyarakat yang bermukim di daerah perbatasan bisa semakin mengerti dan mendapatkan pengalaman baru untuk menata kehidupan ekonominya secara lebih baik, tanpa harus terlibat melakukan kegiatan ilegal dengan membantu melakukan penyelundupan BBM maupun sembako ke Timor Leste.
Ia mengatakan pihaknya pernah menggagalkan upaya penyelundupan BBM bersubsidi ke Timor Leset sebanyak 18.170 liter, yang terdiri dari premium 10.885 liter, solar 5.575 liter dan minyak tanah 2.290 liter. Kasus ini sudah diserahkan ke aparat kepolisian setempat untuk diproses lebih lanjut.
Seorang pengojek di Kota Atambua Kamilio Dosantos mengatakan sulitnya masyarakat khusus para ojek mendapatkan bensin dari SPBU, karena oknum yang bekerja di SPBU telah bekerja sama dengan sejumlah oknum penimbun yang akan melakukan penjualan BBM tersebut ke negara Timor Leste.
"Kami amati itu yang terjadi. Kami tahu itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena kami bukan aparat," katanya dan menambahkan ada sejumlah oknum yang telah melakukan upaya pembelian BBM di SPBU secara besar-besaran dan melakukan penjualan ke Timor Leste secara ilegal melalui jalan tikus.
Kegiatan penyelundupan itulah yang diduga kuat sebagai pemicu berkurangnya stok BBM yang ada di SPBU yang seharusnya sudah ditaksasi cukup untuk pemenuhan kebutuhan seluruh masyarakat di Kabupaten Belu.
Menurut dia, tindakan pemberantasan penyelundupan BBM ke Timor Leste harus juga dilakukan dengan hati yang jujur dan bersih, harus ada keikhlasan yang teguh untuk melaksanakan tugas negara, demi menjaga citra dan harga diri bangsa di mata negara tetangga.