Kupang (Antara NTT) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tubehelan MHum mengatakan kenaikan dana bantuan untuk partai politik, tidak otomatis bisa mencegah praktik korupsi di lingkungan DPR/DPRD.
"Saya tidak yakin dengan menaikkan dana bantuan parpol bisa mencegah praktik korupsi di DPR dan DPRD, karena korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum politisi di parlemen selama ini lebih disebabkan karena kerusakan mental," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.
Pemerintah telah menyetui anggaran dari APBN untuk membiayai partai politik dengan ketentuan Rp1.000/per suara sah dari sebelumnya Rp108/suara sah.
Bantuan dana parpol itu ditetapkan melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Besar kenaikan itu mencapai 50 kali lipat
Menurut Tubahelan, berapa pun besaran dana yang dialokasikan negara untuk membantu partai politik, tidak akan menghilangkan tindakan korupsi yang dilakukan kalangan anggota DPR maupun DPRD.
Buktinya, lanjut mantan Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTT-NTB itu, dengan menaikkan gaji pegawai dan pejabat aparatur sipil negara (ASN), korupsi tetap saja terjadi.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap ASN di beberapa daerah dan kementerian, kata dia, merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahwa korupsi masih tetap merajalela dan terjadi dimana-mana.
Menurut dia, hal yang harus dilakukan partai politik adalah melakukan seleksi terhadap kader partai yang baik untuk dipersiapkan menjadi calon pemimpin yang cerdas dan cermat serta bebas dari gangguan perilaku berkorupsi.
"Jika bantuan itu diberikan kepada semua partai politik, baik yang memiliki perwakilan di parlemen maupun tidak, maka hal itu hanya akan memberi ruang baru bagi munculnya partai baru pada setiap musim pemilu untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah," katanya menegaskan.
Menurut dia, jika pemerintah memberikan bantuan juga kepada parpol peserta pemilu yang tidak memiliki kursi di parlemen, maka setiap orang atau warga negara akan berlomba-lomba mendirikan partai politik baru.
"Tujuannya ya, bisa mendapat uang dari pemerintah. Uang itu mau digunakan untuk mengurus partai atau tidak bukan soal," katanya.
Dia menambahkan, hal lain yang perlu ditekankan oleh pemerintah adalah dalam pengelolaan dana, partai politik harus transparan dan siap untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain diaudit, partai politik harus siap menerima sanksi untuk tidak diberikan bantuan lagi jika terbukti menyalahgunakan keuangan tersebut.
Artinya, kata Tubahelan, pengelolaan keuangan harus transparan. Selama ini partai tidak transparan sehingga masyarakat memiliki pandangan bahwa ada sumber dana lain yang masuk ke partai politik yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.