Kupang (ANTARA) - Badan usaha milik desa (Bumdes) Poco Nembu Desa Colol, Kabupaten Manggarai mengembangkan produksi kopi kemasan di tengah pandemi COVID-19 untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Ketua Bumdes Poco Nembu desa Colol Rudolf Supardi dihubungi ANTARA dari Kupang, Senin, (24/5) mengatakan bahwa alasan pihaknya mengembangkan kopi kemasan karena selama ini mereka kesulitan untuk memasarkan produk mereka.
"Jadi saat ini kita mulai kembangkan produksi kopi kemasan 12 gram, tujuannya adalah untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di sini, sekaligus untuk menarik minat pasar," katanya.
Selama ini ujar dia kemasan kopi jenis arabika yang dikembangkan oleh Bumdes Poco Nembu ukurannya 25 gram dan 250 gram. Karena lumayan besar, pemasarannya jadi terkendala.
Karena itu nantinya dua kemasan itu dilakukan dalam bentuk grosiran. Sementara untuk target jangka panjang, Rudolf berharap mampu menjangkau hotel dan restaurant yang ada di Pulau Flores.
Ia juga berharap hasil produksi kopi yang dipasarkan dalam bentuk kemasan mampu mengatasi masalah ekonomi para petani kopi. Selain itu juga diharapkan para petani bisa terlepas dari tengkulak yang selama ini menjerat para petani kopi.
"Harapannya para petani terlepas dari tengkulak yang menjerat para petani kopi. Kopi dari masyarakat kami terima, proses dan jual. Sehingga harga tidak ditentukan oleh tengkulak lagi. Kalau masuk dalam kemasan kopi dalam satu kilo itu kan harganya Rp20 ribu. Sementara kalau dalam bentuk liter, harga beli kita di petani itu Rp7 ribu sementara tengkulak belinya cuma Rp4 ribu, mana buat masyarakatnya, ditambah kalau tengkulak setahun tidak dibayar harganya itu naik berkali lipat," ucapnya.
Dalam tahapan pengemasan, Bumdes Poco Nembu lanjut Rudolf mendapatkan bantuan mesin kemasan dari Bank NTT. Bantuan mesin ini setelah Bumdes Poco Nembu sendiri merupakan salah satu binaan Bank NTT cabang Borong, kabupaten Manggarai Timur.
"Untuk mesin kemasan merupakan bantuan dari Bank NTT. Ini karena ide awal untuk membentuk sebuah tempat produksi kopi sachet merupakan hasil komunikasi dengan pihak Bank NTT yang dari awal selalu memperhatikan bumdes kami. Sementara untuk satu kali produksi, mesin ini mampu menghasilkan 83 bungkus kopi sachet yakni kopi Poco Nembu" tuturnya
Lebih lanjut kata dia, meskipun para petani mampu menghasilkan kopi dengan kualitas kopi yang terbaik, namun harga jual kopi sangat dirasakan tidak sepadan.
Baca juga: Petani kopi di Manggarai rintis usaha kafe
Kehadiran para tegkulak yang membeli kopi langsung dari para petani kopi dengan harga yang murah sungguh tidak memberikan peningkatan nilai ekonomi yang baik bagi para petani kopi. Dengan dibentuknya Bumdes Poco Nembu, diharapkan mampu mengatasi kondisi yang sangat memperihatinkan ini.
"Yang paling pertama itu Colol merupakan pusat kopi, tapi hanya dinikmati oleh masyarakat colol sendiri, kita ingin Kopi Colol bisa dinikmati masyarakat luas. Selain itu, sistem yang diterapkan oleh tengkulak yang berlangsung selama ini tidak memberikan keadilan buat kami," tambah Rudolf
Baca juga: Kopi Manggarai diharapkan jadi tuan di tanah sendiri
Dalam prosesnya mengolah biji kopi, Rudolf menyampaikan, biji kopi dalam bentuk "Green Bean" yang diambil dari para petani kopi kemudian diolah menggunakan mesin seadanya. Hinggah kemudian selanjutnya diolah dengan menggunakan mesin penggorengan hasil bantuan dari Kementrian Desa.
Baca juga: Petani Manggarai siap wujudkan wisata Kopi dukung DSP Labuan Bajo
"Selama ini (penggorengan) masih pakai manual. Dengan mesin penggorengan bantuan dari Kemendes untuk menghasilkan bubuk kopi, proses penggorengan selama satu jam untuk 10 kilogram. Satu hari mampu mencapai 30 kilogram bubuk kopi medium dark yang siap dikemas," lanjut Rudolf.
Bumdes Colol, Manggarai produksi kopi kemasan
Harapannya para petani terlepas dari tengkulak yang menjerat para petani kopi