Pertumbuhan ekonomi NTT melambat

id Bank Indonesia

Pertumbuhan ekonomi NTT melambat

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) bersama Gubernur NTT Frans Lebu Raya saat peresmian Gedung Bank Indonesia di Kupang, beberapa waktu lalu. (Foto ANTARA/Kornelis Kaha)

Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,9 persen atau melambat jika dibanding triwulan II 2017 sebesar 5,15 persen.

Kupang (Antaranews NTT) - Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,9 persen atau melambat jika dibanding triwulan II 2017 sebesar 5,15 persen.

Data hasil kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diterima Antara di Kupang, Kamis menunjukkan, capain triwulan III 2017 juga lebih rendah dibanding nasional sebesar 5,06 persen.

Perlambatan ekonomi terutama disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi, sebagaimana turut tercermin pada perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran serta konstruksi.

Perlambatan konsumsi rumah tangga juga turut tercermin pada melambatnya sektor informasi dan komunikasi, sebagaimana konsumsi untuk transportasi dan komunikasi yang juga melambat pada triwulan III 2017.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II 2017 menjadi 4,52 persen dari sebelumnya tumbuh 5,91.

Perlambatan ini juga disumbangkan terutama oleh konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi 2,48 persen (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,55 persen (yoy).

Perlambatan konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi konsumsi pakaian dan alas kaki.

Penyebab perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi pada triwulan tersebut dan periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi.

Sementara dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta informasi dan komunikasi.

Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan beberapa proyek pemerintah pusat telah memasuki tahap penyelesaian.

Perlambatan perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula memperlambat sektor informasi dan komunikasi.

Selain itu, kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi.

Inflasi
Di sisi lain, Bank Indonesia juga mencatat, inflasi triwulan III tahun 2017 di Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan sekitar 3,46 persen, atau lebih besar dibanding triwulan sebelumnya yang hanya 2,45 persen.

Kenaikan inflasi tersebut juga lebih tinggi dari tahun 2016 sebesar 3,07 persen, artinya inflasi tersebut masih menunjukkan kondisi yang baik, meskipun sedikit meningkat dibanding inflasi tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya.

Sementara deflasi pada bulan Juli dan Agustus 2017 pascahari raya tertahan oleh adanya inflasi di bulan September 2017 seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan tahun baru hijriah.

Selain adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang, serta adanya adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga menjadi pendorong utama inflasi.

Namun demikian, capaian inflasi tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional yang lebih tinggi sebesar 3,72 persen (yoy) maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang mencapai 4,42 persen (av-yoy).

Inflasi bahan makanan masih menunjukkan tren menurun hingga triwulan III 2017.

Kondisi cuaca yang kembali normal setelah terdampak anomali cuaca La Nina di akhir tahun 2016 membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia.

Hal ini berdampak pada penurunan harga komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang cukup dalam.

Sementara itu, kenaikan cukup tinggi terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun kenaikan tarif angkutan udara karena adanya hari raya dan event nasional.

Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK, kenaikan harga rokok dan seng.

Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur serta komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di tahun 2017.