NTT terus berjuang melawan "human trafficking"

id human trafficking

NTT terus berjuang melawan "human trafficking"

Para pelaku "human trafficking" digiring masuk ke Polda Nusa Tenggara Timur di Kupang beberapa waktu lalu. (Foto ANTARA/Kornelis Kaha)

"Kita harus segera hentikan ini dengan membuat aturan pengetatan pengiriman tenaga kerja keluar negeri secara legal," kata Gubernur Frans Lebu Raya.
Kupang (Antaranews NTT) - Kasus tindak pidana perdagangan orang masih tetap mendera pencari kerja asal Nusa Tenggara Timur, menyebabkan daerah ini menjadi salah satu provinsi di Tanah Air menduduki peringkat pertama dalam kasus perdagangan manusia (human trafficking).

Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya merasa tidak nyaman dengan maraknya kasus penjualan orang asal daerah ini dengan modus mencari pekerjaan di luar negeri.

Bagi gubernur dua priode ini menjadi tidak nyaman karena NTT sudah menyandang predikat sebagai lumbung pemasok tenaga kerja ilegal ke luar negeri.

"Kita harus segera hentikan ini dengan membuat aturan pengetatan pengiriman tenaga kerja keluar negeri secara legal," kata Lebu Raya menegaskan.

Selain itu, perlu juga dilakukan berbagai program unggulan yang dapat membendung mengalirnya warga NTT mencari kerja ke luar daerah secara ilegal.

Program unggulan yang dimaksud seperti program pemberdayaan ekonomi masyarakat, mendorong pemerintah kabupaten membuat program yang mengarah pada upaya peningkatan ekonomi masyarakat agar ekonomi masyarakat pedesaan di NTT terus tumbuh.

Frans Lebu Raya yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan NTT ini melihat persoalan tersebut bukan sebuah hal yang mudah, sehingga diperlukan adanya koordinasi mulai dari desa, kecamatan dan kabupaten dalam melakukan pengawasan terhadap lalu lintas warga yang ingin keluar negeri.

"Kita tidak melarang orang berpergian keluar negeri untuk mencari nafkah hidup di sana, tetapi harus melalui prosedur resmi," katanya.

Kegelisahan dialami orang nomor satu di NTT itu sangat berasalan karena begitu banyak warga NTT yang pergi bekerja secara ilegal di Malaysia ketika dipulangkan ke NTT dalam kondisi merengang nyawa.

Sekalipun Indonesia telah mengiplementasikan protokol Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang trafficking dalam rencana aksi nasional (RAN) penghapusan perdagangan perempuan dan anak yang diperkuat dengan Keppres RI Nomor 88 tahun 2002, namun aksi penyelundupan orang di provinsi berbasis kepulauan ini masih saja terjadi hingga dipenghujung tahun 2017.

Jajaran Polda Nusa Tenggara Timur mencacat kasus perdagangan orang ini menjadi kasus menonjol di daerah ini dalam tahun 2017, sehingga mendorong jajaran kepolisian bekerja lebih keras dalam memberabtas kasus tindak pidana perdagangan orang.

Kapolda NTT Irjen Pol Agung Sabar Santoso dalam keterangan pers akhir tahun di Kupang mengatakan, selama tahun 2017 Polda NTT menangani 26 kasus perdagangan orang dengan jumlah korban sebanyak 36 0rang. "Dalam kasus ini terdapat 33 orang tersangka," katanya.

Jenderal polisi berbintang dua ini mengungkapkan, dari 26 kasus itu lima kasus telah dinyatakan P21 dan lima kasus lainnya dinyatakan P19, sedang 15 kasus lainya dalam proses penyidikan, sedang satu kasus lainnya dihentikan penyidikannya.

Jajaran Reskrim Polres Kupang, Kabupaten Kupang, sebagai daerah basis pengiriman tenaga kerja ilegal terbesar di NTT turut membentuk tim khusus guna mengungkap kasus perdagangan orang ini.

Hasilnyapun sangat mengejutkan dari 9 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ditangani itu dengan korban sebanyak 350 orang yang merupakan anak di bawah umur.

"Kita telah melakukan penyelidikan terhadap 9 kasus itu. Kasus ini termasuk kasus besar karena melibatkan banyak pihak serta agen pengerah tenaga kerja diluar NTT. Jaringanya sudah kita ungkap semua," kata Kasat Reskrim Polres Kupang Iptu Ebed Amalo.

Dalam mengungkap kasus perdagangan orang ini, Polres Kupang dipimpin Kapolres Kupang AKBP Adji Indra Dwiatma membentuk tim khusus untuk mengejar pelaku perdagangan orang.

Upaya Kepolisian di NTT telah membuahkan hasil dengan dibekuknya 30 orang tersangka termasuk salah seorang PNS di Kabupaten Kupang yang terlibat dalam kasus pengiriman dan pemalsuan dokumen yang dikantongi para korban yang jumlahnya mencapai 350 orang itu.

"Kita terus berjuang dan berperang terus melawan praktik human trafficking ini untuk memulihkan citra Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu provinsi di Tanah Air dalam kasus perdagangan manusia secara ilegal ke luar negeri," demikian Ebed Amalo.