"Jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni sekitar Rp21 miliar jika dibandingkan dengan jumlah pembayaran jaminan atau santunan selama 2016 yang mencapai Rp29 miliar," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTT Ishak kepada Antara di Kupang, Rabu, (3/1).
Peningkatan angka pembayaran jaminan dan santunan yang diterima oleh peserta karena selama tahun 2017 tersebut , banyak peserta BPJS Ketenagakerjaan yang pensiun atau berhenti bekerja di NTT, disamping banyak peserta BPJS Ketenagakerjaan yang bekerja di daerah lain yang sudah berhenti bekerja kembali ke NTT untuk mengklaim santunannya di Kupang.
"Alasan-alasan inilah yang mengakibatkan banyaknya jumlah klaim pada tahun 2017 lalu, namun peserta yang mengalami kecelakaan kerja selama 2017 juga meningkat menjadi 117 kasus dari 23 kasus pada 2016 dengan jumlah santunan sebesar Rp1,6 miliar dari Rp793 juta," katanya.
Faktor yang menyebabkan hal tersebut, karena banyak dari para pekerja yang belum mengerti tentang pentingnya keberadaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan kerja.
"Selama ini apabila ada kasus kecelakaan kerja masih ada yang enggan untuk melakukan proses klaim JKK. Padahal manfaat jaminan kecelakaan kerja juga melakukan pergantian gaji atau istilahnya rembesan bagi pekerja yang mengalami risiko kecelakaan kerja," tambahnya.
Hal lainnya lanjut Ishak, selama 2017 kecelakaan kerja banyak terjadi pada para pekerja buruh harian yang bekerja pada sektor jasa konstruksi atau proyek-proyek bangunan.
Karena itu, dari sisi pengelolaan K3 pada proyek konstruksi menurutnya harus ditingkatkan sehingga tak banyak tenaga kerja yang mengalami kecelakaan saat sedang bekerja.