Antropolog: Diskusi model kampanye paling cocok

id Gregor

Antropolog: Diskusi model kampanye paling cocok

Antropolog Budaya Pater Gregor Neonbasu SVD

"Model kampanye yang menurut saya paling cocok pada saat ini adalah berdiskusi tentang kondisi dan kenyataan hidup yang sedang dihadapi masyarakat NTT saat ini," kata Gregor Neonbasu.
Kupang (AntaraNews NTT) - Antropolog budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Pater Gregor Neonbasu SVD,PhD berpendapat model kampanye paling cocok bagi para calon gubernur-wakil gubernur yang bertarung pada Pilgub 2018 ini adalah berdiskusi dengan masyarakat.

"Model kampanye yang menurut saya paling cocok pada saat ini adalah berdiskusi tentang kondisi dan kenyataan hidup yang sedang dihadapi masyarakat NTT saat ini," kata Gregor Neonbasu saat dihubungi Antara di Kupang, Jumat.

Ia mengatakan hal itu terkait tahapan kampanye calon gubernur-wakil gubernur NTT yang mulai digelar dari 15 Februar 2018 selama 129 hari sesuai peraturan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut rohaniwan Katolik itu, model kampanye yang paling cocok diterapkan untuk masyarakat di provinsi berbasiskan kepulauan itu adalah berdiskusi langsung dengan masyarakat.

Diskusi langsung, katanya, menuntut setiap calon pemimpin untu turun langsung ke lapangan memahami dengan jelas bagaimana kesulitan hidup yang dialami masyakarat.

Para calon pemimpin, lanjutnya, seyogyanya harus mampu mendengar dan membuka hati untuk merasakan jeritan hati masyarakat di daerah-daerah pedalaman.

Mereka yang tinggal di desa-desa pedalaman memang terpencil, namun mereka kaya akan pengalaman untuk mempertahankan hidupnya.

Hasil dari diskusi langsung itulah, lanjutnya, yang kemudian dituangkan dalam berbagai program, visi, dan misi para calon terpilih yang akan memimpin NTT untuk lima tahun ke depan.

"Jadi tidak perlu lagi obal-obral janji di panggung, masyarakat sudah pintar dan tidak perlu diajar dengan visi, misi yang enak hanya enak didengar belum tentu diwujudnyatakan," katanya.

Lebih lanjut, Neonbasu juga mengajak masyarakat setempat agar berani mengoreksi para politisi yang menggunakan cara-cara memojokkan calon lainnya.

Selain itu, menghindari politik pembodohan dengan menggunakan uang, janji proyek setelah menang dan lainnya yang hanyalah iming-iming semata.

"Para calon pemimpin juga harus merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mengatakan sesuatu yang benar untuk mendidik dan mencerdaskan masyarakat," katanya.