Pilkada 2018 - Gagasan Cagub NTT masih bersifat normatif

id Debat

Pilkada 2018 - Gagasan Cagub NTT masih bersifat normatif

Gagasan yang dilontarkan para kandidat Gubernur-Wakil Gubernur NTT dalam debat terbuka kedua di Jakarta, Selasa (8/5) malam, masih bersifat normatif. (ANTARA Foto/tim sukses)

Secara umum gagasan ke empat pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 yang mengemuka dalam debat terbuka kedua pada Selasa (8/5) malam masih bersifat normatif.
Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang menilai secara umum gagasan ke empat pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 yang mengemuka dalam debat terbuka kedua pada Selasa (8/5) malam masih bersifat normatif.

"Secara umum gagasan ke empat pasangan calon gubernur NTT yang disampaikan dalam debat kedua masih bersifat normatif, walaupun paslon nomor urut tiga yakni Benny Harman-Benny Litelnoni agak sedikit baik soal tatanan birokrasi ke depan," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Rabu (9/5).

Dia mengemukakan hal itu ketika diminta komentar seputar debat kedua calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT yang disiarkan secara langsung stasiun televisi iNews TV Jakarta pada Selasa (8/5) malam.

Debat calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 kedua itu mengusung tema "Reformasi Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi,".

Menurut dia, ke empat paslon belum memiliki gagasan yang kuat soal komitmen pemberantasan korupsi. Pasangan calon justeru memprioritaskan penataan birokrasi yang diyakini menjadi pintu masuk untuk memberantaskan korupsi, katanya.

Kondisi ini menunjukan bahwa korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan disebabkan adanya kesalaham sistem.

Baca juga: Pilkada 2018 - Debat cagub NTT mirip orang baca injil
Para kandidat Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 sebelum menjalankan debat terbuka kedua di iNews TV Jakarta, Selasa (8/5) malam. (ANTARA Foto/tim sukses)

"Maka tawaran paslon adalah perbaikan sistem melalui on line, lelang jabatan dan seterusnya. Ide tersebut bukan hal baru karena saat ini birokrasi di NTT telah mempraktikannya," katanya.

Dia menambahkan, dalam debat tersebut juga belum ditemukan benang merah yang kuat dari gagagsan paslon tentang penataan birokrasi dan pemberantasan korupsi.

"Tetapi dari forum debat kali ini suasana lebih santai dan familier, dan secara umum paslon nomor urut tiga lebih unggul," katanya menjelaskan.

Mengenai format debat, menurut dia, jika dilihat dari formatnya, debat putaran kedua cukup dinamis karena antara paslon saling beradu argumen terkait tema penataan birokrasi dan pemberantasan korupsi.

"Jika dipetakan masing-masing paslon maka paslon nomor urut satu yakni Esthon Foenay-Chris Rotok kali ini tampil lebih baik dan menguasai materi karena berlatar belakang birokrat. Paslon nomor dua Maraianus Sae-Emi Nomleni mampu keluar dari beban psikologis politis dan tampil dengan tenang.

Sementara paslon nomor urut tiga yakni Benny Harman-Benny Litelnoni punya nilai lebih karena memberikan tawaran solutif terhadap persoalan birokrasi di NTT dan paslon nomor empat justru stagnan jika dibandingkan dengan debat pertama, katanya.