Pilkada NTT - Pengamat: Pasangan Harmoni lebih berpeluang terpilih

id Ahmad atang

Pilkada NTT - Pengamat: Pasangan Harmoni lebih berpeluang terpilih

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang.

pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Benny Kabur Harman-Benny Litelnoni (Harmoni) lebih berpeluang terpilih dalam ajang Pilgub NTT periode 2018-2023 pada 27 Juni 2018.
Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Benny Kabur Harman-Benny Litelnoni (Harmoni) lebih berpeluang terpilih dalam ajang Pilgub NTT periode 2018-2023 pada 27 Juni 2018.

"Jika dilihat dari komposisi pemilih yang ada maka Flores termasuk pemilih terbesar dengan satu calon gubernur sehingga jika dilihat dari perspektif politik identitas, maka pasangan Harmoni atau Benny-Benny punya peluang lebih besar dibandingkan yang lain," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Minggu (24/6).

Dia mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan terkait pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT yang paling berpeluang menang dari empat pasangan calon yang berlaga dalam pilkada. "Dilihat dari perjalanan panjang pilkada, keempat pasangan calon memiliki dinamika tersendiri," katanya.

"Untuk melihat peluang masing-masing pasangan calon memang belum ada hasil survei yang benar-benar menjelaskan peluang di antara empat pasangan calon tersebut, sehingga untuk mengganalisisnya selalu menggunakan parameter sentimen lain," katanya.

Tetapi dalam beberapa kasus, dalam pilkada selalu kuat politik identitas yang mengalahkan politik transaksional sehingga jika dilihat dari komposisi pemilih, maka Flores termasuk pemilih terbesar dengan satu calon gubernur, yaitu Benny Kabur Harman.

Baca juga: Antropolog: Politik uang sudah membudaya

Karena itu, jika dilihat dari perspektif ini maka pasangan Harmoni memiliki peluang lebih besar dibandingkan yang lain. Namun demikian, politik juga soal kemampuan memobilisasi sumber daya politik.

"Jika ini yang terjadi maka menurut saya Victor Laiskodat-Yoseph Nae Soi (Victory-Joss) lebih berpeluang karena memiliki sumber daya relatif mapan baik dari segi partai, kekuasaan lokal dan dukungan finansial," katanya.

Sungguhpun begitu, politik itu teori kemungkinan sehingga yang kuat belum tentu menang dan yang lemah tidak berarti kalah dan begitu juga sebaliknya.

Untuk kasus NTT, kata dia, pilkada ini pertarungan antara politik identitas melawan politik transaksional. Dengan demikian, yang menjadi penentu kemenangan adalah siapa yang menguasai Flores akan keluar sebagai pemenang.

Dia menambahkan, realitas yang terlihat dari kerja-kerja politik melalui massa kampanye hanyalah sebuah gejala, bukan sebuah kepastian.

"Kondisi ini karena demokrasi kita adalah demokrasi massa mengambang sehingga banyaknya masa terkadang tidak inheren dengan hasil pemilu," katanya. Namun demikian, memobilisasi massa yang besar juga akan berpengaruh secara psikologis politis yang dapat menciutkan nyali lawan.

Baca juga: Hindari SARA dan politik uang dalam pilkada