Pilkada NTT - Pengamat: Empat paslon punya peluang sama

id Pengamat

Pilkada NTT - Pengamat: Empat paslon punya peluang sama

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Bataona, MA.

Empat pasangan calon (paslon) yang bertarung dalam Pemilu Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 2018-2023, memiliki peluang yang sama untuk meraih kemenangan.
Kupang (AntaraNews NTT) - Empat pasangan calon (paslon) yang bertarung dalam Pemilu Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 2018-2023, memiliki peluang yang sama untuk meraih kemenangan.

"Jika membaca peta pertarungan elektoral berbasis kultur politik, keempat pasangan calon tersebut memiliki peluang yang sama untuk menang. Bisa dibilang 50:50," kata pengamat politik dari Universitas Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Selasa (5/6)..

Sementara pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, melihat dari empat pasangan calon yang ada, pasangan Benny K Harman-Benny Litelnoni (Harmoni) yang lebih berpeluang untuk meraih kemenangan dalam ajang Pilgub 2018.

"Jika dilihat dari komposisi pemilih yang ada maka Flores termasuk pemilih terbesar dengan satu calon gubernur sehingga jika dilihat dari perspektif politik identitas, maka pasangan Harmoni atau Benny-Benny punya peluang lebih besar dibandingkan yang lain," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (4/6).

Dalam Pilgub NTT, akan bertarung empat peserta pilkada, yakni Esthon L. Foenay dan Christian Rotok (Esthon-Chris), Marianus Sae-Emilia Nomleni (MS-Emi), Benny K. Harman-Benny A. Litelnoni (Harmoni), dan Viktor Bungtilu Laiskodat-Joseph Nae Soi (Victory-Joss).

Baca juga: Pilkada NTT - Pengamat: Pasangan Harmoni lebih berpeluang terpilih
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang
Mereka memiliki peluang yang sama karena secara geopolitik, masing-masing calon mengandalkan basis dukungan dari ceruk atau kanal suara pada basis masing-masing, yaitu berbasiskan suku dan agama.

Menurut Mikhael Bataona, akan sulit menemukan calon yang mampu mengekspansi wilayah basis calon lainnya karena secara kultur, pemilih di NTT itu mayoritasnya pemilih tradisional.

"Akan tetapi, setelah beberapa bulan ini melakukan kampanye dan konsolidasi elektoral, saya membaca bahwa pasangan calon yang awalnya begitu diunggulkan, seperti yang tergambar dalam survei pada bulan Januari 2018, justru sudah terkejar," katanya.

Saat itu, Esthon-Cris unggul jauh dari tiga pasangan calon lainnya. Akan tetapi, saat ini posisi pasangan calon ini sudah terkejar oleh pasangan Viktory-Joss dan Harmoni.

"Jika Esthon-Chris masih bisa menjaga soliditas basisnya di Timor, dan Sumba, peluang menang masih besar," kata Bataona yang juga dosen FISIP pada Unwira Kupang itu.

Namun, katanya lagi, akan sulit jika dukungan kepada paket ini melemah akibat gempuran Viktory-Joss di Timor dan Sumba, Rote, dan Sabu juga Alor, serta gangguan dari paket Harmoni di Manggarai Raya.

Baca juga: Pengamat: Larangan mantan napi caleg perlu diapresiasi

Keadaan tersebut menjelaskan bahwa bandwagon effect atau dukungan publik karena mengikuti suara mayoritas pemilih saat itu yang mengunggulkan Esthon-Chris, tidak lagi berlanjut.

"Efek psikologis itu berhenti karena lamanya waktu kampanye dan kekuatan akomodasi yang mulai mempengaruhi medan pertarungan," katanya.

Oleh karena itu, yang terbaca saat ini adalah pada sisa waktu sebulan ini, paket yang pergerakan dan konsolidasi politiknya kian kuat dan merata adalah dua paket tersebut, yaitu Viktory-Joss dan Harmoni.

"Jika situasi ini tidak berubah, hingga hari-H, peluang keduanya untuk mengungguli paket lainnya sangat terbuka. Soal siapa yang akan keluar sebagai pemenang, saya kira akan sangat ditentukan oleh manajemen isu dan kekuatan gempuran di darat. Bukan lagi pada opini-opini di media sosial di dunia maya," katanya.