Kupang (ANTARA) - Wakil gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengatakan bahwa undang-undang cipta kerja atau Omnibus Law mampu menyerdehanakan peraturan dalam UU yang kemudian memudahkan investor serta pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan.
"Omnibus Law mengkonsolidasi 80 Undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal menjadi satu Undang-undang. Pemerintah Daerah menyambut baik Omnibus Law karena yang lebih penting, sasaran utama Omnibus Law adalah kesejahteraan umum dan keselamatan rakyat," katanya di Kupang, Selasa (22/2).
Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi Hasil Penelitian Hukum dan HAM melalui Diskusi Daring Obrolan Peneliti (OPini) dengan tema Desain Pengaturan Omnibus Law Cipta Kerja, Transformasi Sosial, dan Ketahanan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil Pada Industri Pariwisata di Danau Toba, Labuan Bajo, dan Mandalika" yang dilakukan secara daring.
Menurut Josef keberadaan regulasi tidak saja menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat, tetapi juga harus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat terbesar.
Menurut Josef Nae Soi, NTT khususnya sangat membutuhkan adanya transformasi sosial terkait perubahan cara pandang mengenai penyederhanaan regulasi ini.
Utamanya bila dikaitkan dengan ketahanan UMKM ditengah pandemi Covid-19. Walaupun menjadi sektor yang paling terdampak pandemi, namun pihaknya melihat masih ada peluang bagi UMKM untuk bangkit.
“Kalau kita menggunakan SWOT analysis, ada Strength dan Weakness tapi juga ada Opportunity dan Thread. Oleh sebab itu dalam ketahanan UMKM khusus di NTT, kami menggunakan SWOT analysis itu,” jelasnya.
Bila Omnibus Law dikaitkan dengan industri pariwisata, lanjut Josef Nae Soi, NTT memiliki 4A yang menjadi komponen pariwisata yakni Attraction, Accomodation, Amenities, dan Accessibility.
Baca juga: Wagub harapkan Kanwil kumham NTT pegang teguh janji kinerja
Baca juga: Pemprov NTT sebut G20 dapat berkontribusi bagi pelaku UMKM
Dari segi attraction, NTT sangat kaya dengan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) seperti ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional, serta memiliki indikasi geografis yang luar biasa. Berbagai KIK tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
“Kami kedepan mendorong adanya Perda atau Pergub untuk membantu supaya Pemda kabupaten/kota mendaftarkan KIK itu ke Kumham supaya bisa diakui oleh dunia dan internasional sehingga tidak ada klaim dari negara lain,” ujarnya.
Josef Nae Soi menambahkan, pariwisata memiliki mata rantai ekonomi yang luar biasa. Oleh karena itu, komponen pariwisata berikutnya adalah akomodasi. Pemprov NTT mengambil kebijakan yang adil dan proporsional atau bukan egaliter yang sama rata dan sama rasa.
Proporsional maksudnya, investor dengan modal kuat dipersilakan membangun hotel berbintang. Tetapi homestay diberikan kepada BUMD, koperasi dan komunitas kampung adat dengan kriteria yang sudah ditentukan terkait industri pariwisata.
“Dengan demikian, kebijakan yang diambil oleh Pemda NTT di bidang akomodasi jelas. Ada pemerataan dan proporsional,” jelasnya.
Berikutnya menyangkut aksesibilitas, lanjut Josef Nae Soi, pemerintah mempersiapkan infrastruktur dasar berupa jalan, listrik dan air yang kini ditambah pula dengan infrastruktur pelabuhan laut dan udara. Komponen keempat yakni amenities berkaitan dengan kenyamanan wisatawan yang datang berwisata ke NTT. Misalnya dengan menyiapkan toilet yang baik di tempat-tempat wisata.
“Terakhir itu ada awareness, kepedulian dari masyarakat bahwa industri pariwisata ini akan meningkatkan pendapatan dari UMKM dan perijinan itu tidak lagi berbelit-belit,” imbuhnya.
Untuk diketahu bahwa kegiatan itu idikuti oleh dosen Fakultas Hukum Undana, Yohanes Tuba Helan dan JFT Peneliti Muda Balitbangkumham Tony Yuri Rahmanto serta dihadiri pula oleh Kakanwil Kemenkuham NTT Marciana D Jone
Wagub : Omnibus Law sederhanakan aturan dan mudahkan investasi
Kalau kita menggunakan SWOT analysis, ada Strength dan Weakness tapi juga ada Opportunity dan Thread. Oleh sebab itu dalam ketahanan UMKM khusus di NTT, kami menggunakan SWOT analysis itu,