Labuan Bajo (ANTARA) - Para pelaku pariwisata yang tergabung dalam beberapa asosiasi di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT memberikan pernyataan menolak rencana kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo dari Rp150 ribu menjadi Rp3.750.000 yang akan berlaku pada 1 Agustus 2022.
"Kami tegaskan wacana ini, kebijakan ini kita tolak tanpa kompromi," kata Ketua Pelaksana Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Manggarai Raya Donatus Matur usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Manggarai Barat, Labuan Bajo, Senin, (4/7/2022).
Dia menilai pariwisata Labuan Bajo tengah berada dalam proses pemulihan pada masa pandemi COVID-19 ini.
Dengan situasi yang belum normal, isu besar itu akan menghancurkan pariwisata lokal yang mana berisikan banyak masyarakat lokal.
Menurutnya sebuah kebijakan perlu dibicarakan dengan duduk bersama untuk melihat dampak positif dan negatif. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi yang baik kepada masyarakat dan semua pihak.
Dalam RDP tersebut, para pelaku pariwisata dari 14 asosiasi memberikan poin pernyataan sikap. Menurut mereka, kebijakan kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo hanya akan dijangkau oleh pasar menengah ke atas.
Namun, belum ada survei terkait besaran jumlah segmen itu. Sehingga, mereka menilai kebijakan itu akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan atau pembatalan reservasi calon klien.
Sementara itu, pelaku pariwisata menilai argumen konservasi yang dipakai sebagai dasar pembatasan kuota masuk dan kenaikan harga tiket tidak masuk akal. Mereka mengatakan tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak penurunan jumlah Komodo. Bahkan Balai Taman Nasional Komodo justru menyatakan bahwa populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021 pada tanggal 2 Maret 2022.
Selanjutnya, Zona Pemanfaatan wisata di Pulau Komodo adalah 1,3 persen dari total luas wilayah Pulau Komodo yakni sebesar 1.300 hektare.
Sedangkan jumlah Komodo yang ada pada zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60-70 ekor dari 1700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut dengan mayoritas Komodo hidup di zona inti. Namun, maksimal belasan ekor saja yang biasa dijumpai bila pelaku wisata melakukan trekking di zona pemanfaatan wisata.
Berikutnya, mereka menyatakan bahwa hasil penelitian tahun 2018 tidak bisa menjadi argumen valid sebagai dasar kebijakan penaikan harga tiket. Pasalnya, tidak ada penelitian terbaru terkait perilaku Komodo.
Selain itu, pemerintah memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek yang sama karena Komodo yang sama bisa dilihat oleh banyak orang di Rinca tapi Komodo di Pulau Komodo hanya bisa dilihat oleh sedikit orang.
Oleh karena itu, mereka meminta Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi untuk menarik pernyataan yang mendukung penerapan kebijakan menaikkan harga tiket sebesar Rp3.750.000 ke Pulau Komodo karena alasan konservasi.
Selain pernyataan tersebut tidak didasari kajian dan pertimbangan yang matang, katanya, pernyataan tersebut akan menyebabkan turunnya animo wisatawan untuk mengunjungi Manggarai Barat.
Adapun 14 asosiasi pelaku pariwisata yang menolak penerapan tarif itu yakni ASITA, PHRI, HPI, ASKAWI, P3Kom, Gawashri, AWSTAR, Formapp, ASTINDO, IPI, DOCK, Jangkar, BPLP, dan Akuinitas.
"Kami dari ASITA menolak rancangan ini karena dilakukan tiba-tiba tanpa sosialisasi dengan pelaku wisata di Labuan Bajo. Lalu, jika kami bandingkan destinasi ini dengan destinasi lain, harga yang diterapkan terlalu signifikan," ungkap anggota ASITA Ervis Budisetiawan.
"Belum ada yang membatalkan reservasi. Tapi, isu ini jadi konsentrasi calon klien. Mereka tanyakan bagaimana dengan opsi ke Komodo, apa tetap dilakukan karena harga berbeda jauh," kata dia menambahkan.
Baca juga: Pemkab Manggarai Barat dukung kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo
Baca juga: Astindo tolak kenaikan harga tiket masuk TN Komodo