Kupang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur menindaklanjuti keluhan warga terkait pelayanan surat-surat kapal nelayan maupun niaga yang diwajibkan menggunakan jasa agen atau pihak ketiga dengan biaya yang lebih tinggi.
"Keluhan terkait adanya keharusan pengurusan surat-surat kapal ini kami tindaklanjuti dengan pertemuan bersama pihak KSOP agar dapat ditertibkan," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dihubungi di Kupang, Kamis, (23/2/2023).
Ia menjelaskan keluhan warga dibahas saat pihaknya berinisiatif mengundang Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang Miftahul Hadi untuk pertemuan bersama di Kupang.
Beda Daton mengatakan pihaknya kerap menerima keluhan pengurusan surat-surat kapal nelayan maupun kapal niaga yang muncul sejak 2017 hingga terakhir pada Februari 2023 juga masih menerima keluhan yang sama.
Ia mencontohkan seperti unit layanan pelabuhan seperti di Larantuka, Kabupaten Flores Timur kerap terjadi praktik wajib agen meskipun yang mengurus surat-surat dari para nelayan kecil.
Warga atau pemohon layanan, kata dia, mengeluh karena tidak bisa mengurus sendiri surat-surat kapal dan selalu diminta menggunakan agen atau pihak ketiga.
Tarif pelayanan agen, kata dia, tentu saja melampaui tarif resmi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan KSOP.
"Karena itu kami minta pihak KSOP agar meningkatkan pengawasan serta penertiban di lapangan. Kami minta agar warga tidak dipaksakan lewat agen jika mereka ingin mengurus sendiri," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah sehingga semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan.
Pelabuhan, kata dia, jangan menjadi tempat yang menyeramkan dan menimbulkan rasa takut serta menjadi sarang aksi premanisme.
"Jika itu dibiarkan, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi. Pada akhirnya beban biaya tinggi ditanggung pengguna barang atau pelanggan di daerah," katanya.
Baca juga: Ombudsman minta 21 Pemkab di NTT benahi tujuh aspek pelayanan publik
Baca juga: Ombudsman NTT tekankan empat aspek cegah korupsi pengadaan barang-jasa
"Keluhan terkait adanya keharusan pengurusan surat-surat kapal ini kami tindaklanjuti dengan pertemuan bersama pihak KSOP agar dapat ditertibkan," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dihubungi di Kupang, Kamis, (23/2/2023).
Ia menjelaskan keluhan warga dibahas saat pihaknya berinisiatif mengundang Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang Miftahul Hadi untuk pertemuan bersama di Kupang.
Beda Daton mengatakan pihaknya kerap menerima keluhan pengurusan surat-surat kapal nelayan maupun kapal niaga yang muncul sejak 2017 hingga terakhir pada Februari 2023 juga masih menerima keluhan yang sama.
Ia mencontohkan seperti unit layanan pelabuhan seperti di Larantuka, Kabupaten Flores Timur kerap terjadi praktik wajib agen meskipun yang mengurus surat-surat dari para nelayan kecil.
Warga atau pemohon layanan, kata dia, mengeluh karena tidak bisa mengurus sendiri surat-surat kapal dan selalu diminta menggunakan agen atau pihak ketiga.
Tarif pelayanan agen, kata dia, tentu saja melampaui tarif resmi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan KSOP.
"Karena itu kami minta pihak KSOP agar meningkatkan pengawasan serta penertiban di lapangan. Kami minta agar warga tidak dipaksakan lewat agen jika mereka ingin mengurus sendiri," katanya.
Lebih lanjut, Beda Daton menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah sehingga semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan.
Pelabuhan, kata dia, jangan menjadi tempat yang menyeramkan dan menimbulkan rasa takut serta menjadi sarang aksi premanisme.
"Jika itu dibiarkan, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi. Pada akhirnya beban biaya tinggi ditanggung pengguna barang atau pelanggan di daerah," katanya.
Baca juga: Ombudsman minta 21 Pemkab di NTT benahi tujuh aspek pelayanan publik
Baca juga: Ombudsman NTT tekankan empat aspek cegah korupsi pengadaan barang-jasa