Kupang (ANTARA News NTT) - Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Nusa Tenggara Timur mampu menyerap beras dari para petani di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini sebanyak 1.600 ton selama 2018.
"Beras lokal ini kami serap dari sejumlah daerah seperti Rote, Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, dan Ende, dan sedikit di Sumba Barat," kata Kepala Perum Bulog Divre NTT Eko Pranoto di Kupang, Kamis (3/1).
Ia mengatakan, penyerapan beras dari petani lokal tersebut tidak mencapai target yang ditentukan untuk tahun 2018 sebesar 4.500 ton.
Menurutnya, kondisi harga yang bagus membuat banyak petani memilih menjual berasnya ke pihak swasta atau langsung pasaran umum.
"Sementara kami dibatasi dengan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) Rp7.300/kg dengan fleksibilitas harga atau kami bisa beli dengan harga Rp8.030/kg," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan bahwa pihaknya selalu siap membeli beras yang diproduksi petani setempat. Namun untuk penyerapan gabah, pihaknya masih mengalami kesulitan karena belum ada alat pengeringan.
Baca juga: Stok beras mencukupi kebutuhan masyarakat NTT selama 3,9 bulan
"Kebanyakan di NTT kan alat penggilingan masih gunakan one fas, kami kesulitan untuk penyerapan gabah di sini, kalau beras kami selalu siap," katanya.
Eko mengatakan, untuk tahun 2019, Bulog NTT menargetkan akan menyerap beras sebanyak 6.150 ton termasuk gabah dari petani di provinsi berbasiskan kepulauan ini.
Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan tempat-tempat penggilingan di daerah itu untuk mengejar target penyerapan itu.
"Sebelumnya kami sudah koordinasi dengan mitra kami di Labuan Bajo, kemarin memang mereka tidak jual ke Bulog tapi ke swasta karena harganya bagus, tapi kami sudah koordinasi," katanya.
"Kami juga telah melakukan koordinasi dengan pemerintah Rote Ndao sebagai salah satu daerah penghasil beras untuk mendukung penyerapan beras lokal tahun 2019," demikian Eko Pranoto.
Baca juga: Bulog NTT luncurkan KPSH beras medium 2019
"Beras lokal ini kami serap dari sejumlah daerah seperti Rote, Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, dan Ende, dan sedikit di Sumba Barat," kata Kepala Perum Bulog Divre NTT Eko Pranoto di Kupang, Kamis (3/1).
Ia mengatakan, penyerapan beras dari petani lokal tersebut tidak mencapai target yang ditentukan untuk tahun 2018 sebesar 4.500 ton.
Menurutnya, kondisi harga yang bagus membuat banyak petani memilih menjual berasnya ke pihak swasta atau langsung pasaran umum.
"Sementara kami dibatasi dengan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) Rp7.300/kg dengan fleksibilitas harga atau kami bisa beli dengan harga Rp8.030/kg," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan bahwa pihaknya selalu siap membeli beras yang diproduksi petani setempat. Namun untuk penyerapan gabah, pihaknya masih mengalami kesulitan karena belum ada alat pengeringan.
Baca juga: Stok beras mencukupi kebutuhan masyarakat NTT selama 3,9 bulan
"Kebanyakan di NTT kan alat penggilingan masih gunakan one fas, kami kesulitan untuk penyerapan gabah di sini, kalau beras kami selalu siap," katanya.
Eko mengatakan, untuk tahun 2019, Bulog NTT menargetkan akan menyerap beras sebanyak 6.150 ton termasuk gabah dari petani di provinsi berbasiskan kepulauan ini.
Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan tempat-tempat penggilingan di daerah itu untuk mengejar target penyerapan itu.
"Sebelumnya kami sudah koordinasi dengan mitra kami di Labuan Bajo, kemarin memang mereka tidak jual ke Bulog tapi ke swasta karena harganya bagus, tapi kami sudah koordinasi," katanya.
"Kami juga telah melakukan koordinasi dengan pemerintah Rote Ndao sebagai salah satu daerah penghasil beras untuk mendukung penyerapan beras lokal tahun 2019," demikian Eko Pranoto.
Baca juga: Bulog NTT luncurkan KPSH beras medium 2019