Kupang (ANTARA News NTT) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur akan merekrut 14.978 petugas pengawas tempat pemungutan suara atau pengawas TPS.
"Perekrutan terhadap pengawas TPS ini merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan pemilu," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTT Jemris Fointuna kepada Antara di Kupang, Rabu (30/1).
Ia menjelaskan sesuai pasal 1 ayat (23) UU 7/2017 tentang Pemilu, pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk membantu panwaslu kelurahan/desa.
Sedang, pasal 90 ayat (2 ) UU 7/2017 menyebutkan "Pengawas TPS dibentuk paling lambat 23 hari sebelum hari pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat tujuh hari setelah hari pemungutan suara".
Menjadi Pengawas TPS, kata mantan wartawan The Jakarta Post itu, harus memenuhi persyaratan antara lain WNI dan berusia 25 tahun pada saat pendaftaran serta setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Selain itu, harus memiliki integritas, berkepribadian yang kuat, jujur, dan adil, memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, ketatanegaraan, kepartaian, dan pengawasan Pemilu.
Berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat, pendaftar diutamakan berasal dari kelurahan/desa setempat, mampu secara jasmani, rohani, bebas dari penyalahgunaan narkotika, dan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya lima tahun pada saat mendaftar sebagai calon pengawas TPS.
Mengundurkan diri jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau di BUMN/BUMD pada saat mendaftar sebagai calon pengawas TPS, dan tidak pernah dipidana penjara selama 5 tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat pernyataan.
Baca juga: Bawaslu imbau penduduk potensial rekam e-KTP
Baca juga: Bawaslu tandatangani MoU awasi Pemilu 2019
"Perekrutan terhadap pengawas TPS ini merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan pemilu," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTT Jemris Fointuna kepada Antara di Kupang, Rabu (30/1).
Ia menjelaskan sesuai pasal 1 ayat (23) UU 7/2017 tentang Pemilu, pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk membantu panwaslu kelurahan/desa.
Sedang, pasal 90 ayat (2 ) UU 7/2017 menyebutkan "Pengawas TPS dibentuk paling lambat 23 hari sebelum hari pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat tujuh hari setelah hari pemungutan suara".
Menjadi Pengawas TPS, kata mantan wartawan The Jakarta Post itu, harus memenuhi persyaratan antara lain WNI dan berusia 25 tahun pada saat pendaftaran serta setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Selain itu, harus memiliki integritas, berkepribadian yang kuat, jujur, dan adil, memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, ketatanegaraan, kepartaian, dan pengawasan Pemilu.
Berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat, pendaftar diutamakan berasal dari kelurahan/desa setempat, mampu secara jasmani, rohani, bebas dari penyalahgunaan narkotika, dan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya lima tahun pada saat mendaftar sebagai calon pengawas TPS.
Mengundurkan diri jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau di BUMN/BUMD pada saat mendaftar sebagai calon pengawas TPS, dan tidak pernah dipidana penjara selama 5 tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat pernyataan.
Baca juga: Bawaslu imbau penduduk potensial rekam e-KTP
Baca juga: Bawaslu tandatangani MoU awasi Pemilu 2019