Kupang (ANTARA) - Kepala Kanwil Kemenkumham Nusa Tenggara Timur Marciana D. Jone menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum.
"Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan," kata Marciana dalam keterangan yang diterima ANTARA di Kupang, Kamis, (6/6/2024).
Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini termasuk anak berkonflik dengan hukum yang mempunyai hak yang sama dengan warga masyarakat lainnya untuk mendapatkan pendidikan
Marciana mengemukakan hal itu saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan Anak Berkonflik dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Kupang
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, kata dia, anak dan anak binaan berhak memperoleh pendidikan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 3 dan Pasal 85 menyatakan bahwa pendidikan bagi anak tidak boleh terhenti selama menjalankan proses peradilan pidana dan LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan tersebut.
"Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memikul amanat perundang-undangan tersebut untuk memberikan akses layanan pendidikan bagi anak berkonflik dengan hukum," ujar dia.
Dikatakan pula bahwa bahwa pendidikan bagi anak berkonflik dengan hukum tidak bisa disamaratakan dengan anak pada umumnya, terutama terkait dengan kurikulum yang diterapkan.
Menurut dia, anak berkonflik dengan hukum adalah anak yang tergolong memiliki ketidakmampuan dalam mengontrol diri sendiri dan memiliki gangguan emosional, perilaku, serta ketidakmampuan dalam memahami aspek hukum, sosial, lingkungan, dan teknologi.
"Kurikulum pendidikannya seharusnya berbeda dengan anak atau siswa di sekolah lainnya," papar Marciana.
Marciana juga menegaskan bahwa anak termasuk kelompok rentan yang harus dilindungi dan menjadi tanggung jawab pemerintah, salah satunya adalah bagaimana anak berhadapan dengan hukum itu menjadi perhatian semua pihak.
"Ketika bicara tentang klaster anak, ada lima klaster yang harus diperhatikan: hak atas kesehatan, pendidikan, perlindungan khusus, partisipasi anak, dan identitas diri. Salah satu contohnya adalah klaster identitas diri, seperti akta lahir yang harus ada sejak lahir. Ketika mau masuk sekolah, anak tersebut sudah mempunyai akta kelahiran," ujarnya.
Ia menyebutkan langkah-langkah strategis yang perlu untuk memastikan anak-anak yang telah menjalani hukuman tetap mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
"Tumbuh kembang anak harus tetap berjalan meskipun mereka berada di luar setelah menjalani hukuman. Oleh karena itu, harus menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mendukung reintegrasi mereka ke dalam masyarakat," tambahnya.
Oleh karena itu, kata dia, pendidikan nonformal memiliki peran yang sangat penting dalam membekali anak-anak dengan keterampilan praktis dan pengetahuan.
Baca juga: Kakanwil Kumham NTT tekankan pentingnya desa binaan imigrasi di Labuan Bajo
Dalam konteks LPKA, pendidikan nonformal sangat relevan karena anak-anak yang berada di sini sering kali memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan formal.
Baca juga: Kemenkumham NTT minta warga kurang mampu manfaatkan bantuan hukum gratis
"Oleh karena itu, program-program pendidikan nonformal seperti pelatihan keterampilan, kursus vokasional, dan kegiatan kreatif lainnya sangat dibutuhkan," jelas Marciana.
"Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan," kata Marciana dalam keterangan yang diterima ANTARA di Kupang, Kamis, (6/6/2024).
Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini termasuk anak berkonflik dengan hukum yang mempunyai hak yang sama dengan warga masyarakat lainnya untuk mendapatkan pendidikan
Marciana mengemukakan hal itu saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan Anak Berkonflik dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Kupang
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, kata dia, anak dan anak binaan berhak memperoleh pendidikan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 3 dan Pasal 85 menyatakan bahwa pendidikan bagi anak tidak boleh terhenti selama menjalankan proses peradilan pidana dan LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan tersebut.
"Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memikul amanat perundang-undangan tersebut untuk memberikan akses layanan pendidikan bagi anak berkonflik dengan hukum," ujar dia.
Dikatakan pula bahwa bahwa pendidikan bagi anak berkonflik dengan hukum tidak bisa disamaratakan dengan anak pada umumnya, terutama terkait dengan kurikulum yang diterapkan.
Menurut dia, anak berkonflik dengan hukum adalah anak yang tergolong memiliki ketidakmampuan dalam mengontrol diri sendiri dan memiliki gangguan emosional, perilaku, serta ketidakmampuan dalam memahami aspek hukum, sosial, lingkungan, dan teknologi.
"Kurikulum pendidikannya seharusnya berbeda dengan anak atau siswa di sekolah lainnya," papar Marciana.
Marciana juga menegaskan bahwa anak termasuk kelompok rentan yang harus dilindungi dan menjadi tanggung jawab pemerintah, salah satunya adalah bagaimana anak berhadapan dengan hukum itu menjadi perhatian semua pihak.
"Ketika bicara tentang klaster anak, ada lima klaster yang harus diperhatikan: hak atas kesehatan, pendidikan, perlindungan khusus, partisipasi anak, dan identitas diri. Salah satu contohnya adalah klaster identitas diri, seperti akta lahir yang harus ada sejak lahir. Ketika mau masuk sekolah, anak tersebut sudah mempunyai akta kelahiran," ujarnya.
Ia menyebutkan langkah-langkah strategis yang perlu untuk memastikan anak-anak yang telah menjalani hukuman tetap mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
"Tumbuh kembang anak harus tetap berjalan meskipun mereka berada di luar setelah menjalani hukuman. Oleh karena itu, harus menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mendukung reintegrasi mereka ke dalam masyarakat," tambahnya.
Oleh karena itu, kata dia, pendidikan nonformal memiliki peran yang sangat penting dalam membekali anak-anak dengan keterampilan praktis dan pengetahuan.
Baca juga: Kakanwil Kumham NTT tekankan pentingnya desa binaan imigrasi di Labuan Bajo
Dalam konteks LPKA, pendidikan nonformal sangat relevan karena anak-anak yang berada di sini sering kali memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan formal.
Baca juga: Kemenkumham NTT minta warga kurang mampu manfaatkan bantuan hukum gratis
"Oleh karena itu, program-program pendidikan nonformal seperti pelatihan keterampilan, kursus vokasional, dan kegiatan kreatif lainnya sangat dibutuhkan," jelas Marciana.