Kupang (Antara NTT) - Sekretaris Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Wely Rohimone mengatakan, perang-perangan kesatria berkuda dalam tradisi Pasola di Pulau Sumba akan digelar pada 18-21 Februari, dan 17-20 Maret 2017.
"Pasola Kodi Sumba Barat Daya tahun 2017 akan dimulai pada 18 Februari dan berakhir pada 20 Maret 2017. Kami harapkan tahun ini lebih banyak wisatawan dari luar yang datang dan menyaksikan," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Wely Rohimone kepada wartawan di Kupang, Senin.
Papasola 2017 akan berlangsung pada 18, 20 dan 21 Februari, kemudian pada 17, 18 dan 20 Maret.
"Jadwalnya sudah pasti dan kita sudah sebarkan informasi kepada publik. Ada dua kali kegiatan yakni pada bulan Februari dan Maret. Wisatawan bisa memilih dan menentukan jadwal untuk ke Pulau Sumba," katanya.
Transportasi laut dan udara dari dan ke Pulau Sumba sudah semakin lancar. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana banyak wisatawan yang ingin ke Sumba menyaksikan Pasola tetapi terkendala transportasi.
"Orang harus berhitung dengan waktu. Tidak mungkin datang menonton Pasola satu hari tetapi harus berhari-hari karena menunggu penerbangan atau kapal laut untuk kembali," katanya.
Pasola adalah tradisi perang-perangan dengan menunggang kuda sambil menyerang lawan dengan lembing di Pulau Sumba.
Sebelum Pasola dimulai biasanya diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah satu upacara yang memanjatkan rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai.
Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang.
Nyale kemudian dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya.
Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil.
Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan malapetaka. Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan.
Pasola dilaksanakan di padang yang luas, disaksikan oleh warga dari kedua kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal.
Setiap kelompok warga terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa.
Kalau ada korban dalam Pasola, menurut kepercayaan Marapu, dikarenana yang bersangkutan mendapat hukuman dari para dewa karena telah melakukan suatu pelanggaran, atau kesalahan.
Dalam permainan Pasola, penonton dapat melihat secara langsung dua kelompok ksatria Sumba yang sedang berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil melemparkan lembing ke arah lawan.
"Pasola Kodi Sumba Barat Daya tahun 2017 akan dimulai pada 18 Februari dan berakhir pada 20 Maret 2017. Kami harapkan tahun ini lebih banyak wisatawan dari luar yang datang dan menyaksikan," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Wely Rohimone kepada wartawan di Kupang, Senin.
Papasola 2017 akan berlangsung pada 18, 20 dan 21 Februari, kemudian pada 17, 18 dan 20 Maret.
"Jadwalnya sudah pasti dan kita sudah sebarkan informasi kepada publik. Ada dua kali kegiatan yakni pada bulan Februari dan Maret. Wisatawan bisa memilih dan menentukan jadwal untuk ke Pulau Sumba," katanya.
Transportasi laut dan udara dari dan ke Pulau Sumba sudah semakin lancar. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana banyak wisatawan yang ingin ke Sumba menyaksikan Pasola tetapi terkendala transportasi.
"Orang harus berhitung dengan waktu. Tidak mungkin datang menonton Pasola satu hari tetapi harus berhari-hari karena menunggu penerbangan atau kapal laut untuk kembali," katanya.
Pasola adalah tradisi perang-perangan dengan menunggang kuda sambil menyerang lawan dengan lembing di Pulau Sumba.
Sebelum Pasola dimulai biasanya diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah satu upacara yang memanjatkan rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai.
Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang.
Nyale kemudian dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya.
Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil.
Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan malapetaka. Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan.
Pasola dilaksanakan di padang yang luas, disaksikan oleh warga dari kedua kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal.
Setiap kelompok warga terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa.
Kalau ada korban dalam Pasola, menurut kepercayaan Marapu, dikarenana yang bersangkutan mendapat hukuman dari para dewa karena telah melakukan suatu pelanggaran, atau kesalahan.
Dalam permainan Pasola, penonton dapat melihat secara langsung dua kelompok ksatria Sumba yang sedang berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil melemparkan lembing ke arah lawan.