Kupang (Antara NTT) - Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, drh Pujiatmoko mengatakan, perlu keseriusan semua pihak untuk menghilangkan ancaman rabies di Indonesia.

"Diperlukan kerja keras dan kebersamaan untuk menghilangkan ancaman Rabies di wilayah Indonesia dengan alokasi satu juta dosis vaksin Rabies ke 24 provinsi yang tertular virus Rabies," katanya dari Maumere, Sikka-NTT, Rabu.

Ia mengatakan hal itu pada perayaan "World Rabies Day" 2012 yang untuk Indonesia pada tahun ini dipusatkan di Maumere, Sikka.

Menurut dia, untuk 2012 vaksin subsidi pusat diberikan melalui sistem alokasi dana dekonsentrasi ke provinsi dengan total sejumlah 1.590.000 dosis.

Untuk mencegah adanya kecenderungan terus menyebarnya virus rabies di Indonesia dan dalam rangka menuju Indonesia bebas rabies 2020, maka rapat Komisi Ahli Kesehatan Hewan pada Agustus 2011 telah merekomendasikan kepada pemerintah agar melaksanakan kebijakan vaksinasi di daerah bebas yang berisiko tinggi terhadap kemungkinan masuknya rabies.

"Rapat komisi ahli kesehatan hewan juga memperkuat kebijakan sebelumnya bahwa cakupan vaksinasi harus di atas 70 persen populasi anjing," katanya.

Di Provinsi Bali katanya telah dilaksanakan program vaksinasi massal rabies yang mendapat dukungan dari Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan PBB urusan pangan.

"Vaksinasi rabies massal tersebut (tahap pertama dan kedua) berakhir 2011, dengan cakupan vaksinasi lebih dari 70 persen, dan total jumlah anjing yang divaksinasi sebanyak lebih dari 234.000 ekor dari jumlah total populasi 327,933 ekor," katanya.

Program vaksinasi massal tahap III, telah dimulai pada tanggal 27 Maret tahun 2012 dengan harapan tahun 2012 Bali sudah dapat bebas kasus rabies.

"Wilayah yang juga akan melaksanakan program penanggulangan rabies secara intensif adalah Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara melalui kerja sama antara Dirjennakkeswan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara dengan Global Alliance for Rabies Control (GARC)," katanya.

Program yang telah direncanakan, diantaranya Pelatihan pelaksanaan teknis (pelatihan vaksinator, manajemen rantai dingin vaksinasi, pemeriksaan laboratorium, sosialisasi/komunikasi), membentuk Rabies Center (koordinasi dengan Dinkes), Penyediaan Laboratorium di Pulau Nias, penyiapan media informasi/sosialisasi dan pelaksanaan vaksinasi massal oleh volunteer dari masyarakat

"Dalam pelaksanaan program pemberantasan Rabies kita masih banyak menemui berbagai tantangan yang harus segera kita atasi antara lain dengan penguatan kapasitas daerah, melalui standarisasi pelaporan penyakit dan kesiagaan darurat wabah, tukar menukar informasi penyakit dan kerangka peraturan untuk manajemen lalulintas hewan," katanya.

Berikut penguatan SDM, melalui penguatan pelayanan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, keterampilan dalam manajemen penyakit, diagnosa dan surveilans aktif serta analisa risiko.

Selanjutnya penguatan Perangkat Hukum dan Kelembagaan, dilakukan melalui penguatan infrastruktur diagnosa, surveilans, epidemiologi, penilaian kebijakan/dampak sosio-ekonomi, penelitian dan pengembangan.

Sedangkan perangkat hukum yang dimaksud adalah penguatan pengendalian dan penanggulangan wabah PHM pada umumnya termasuk yang bersifat zoonosis.

"Bila kita tengok kebelakang tentang sejarah Rabies di Indonesia maka kalau kita hitung sejak Rabies pertama kali dilaporkan di Indonesia oleh JW Esser pada 1889, sehingga kita telah 123 tahun menghadapi rabies dan hingga kini masih belum berhasil diberantas, bahkan daftar wilayah tertular semakin panjang," katanya.

Wilayah yang tadinya merupakan wilayah bebas historis, misalnya Pulau Bali (2008), Pulau Nias (2010), Pulau Larat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (2010) kini menjadi daerah endemis dan telah mengakibatkan korban meninggal pada manusia dengan tingkat kesakitan yang sangat tinggi.

Pada tahun 2012 juga telah terjadi kasus di Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara dan Pulau Dawera, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.

Sedangkan wilayah dengan status bebas historis dari rabies ada 5 (lima) Provinsi yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu kita juga berhasil membebaskan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 1997 serta DKI Jakarta yang dibebaskan pada tahun 2004, sehingga saat ini tercatat ada sembilan provinsi di Indonesia yang berstatus bebas rabies.

Dengan demikian, kata dia, penyiapan anggaran yang matang untuk program pemberantasan dan pendekatan spesifik daerah untuk menjembatani perbedaan sosial budaya dan kondisi geografis antarwilayah di Indonesia.

"Saya ingin menyampaikan penghargaan kepada rekan kerja kami di Kementerian Kesehatan yang selama ini selalu bergandengan tangan dalam program pengendalian dan pemberantasan zoonosis, khususnya rabies, semoga ke depan kerja sama yang sudah baik ini dapat selalu kita jaga dan kita tingkatkan," katanya.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024