Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Karolus Kopong Medan SH.MHum mengatakan bahwa mengurai benang kusut dalam kasus korupsi proyek NTT Fair, memang menyita perhatian publik, namun hal itu bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah.
"Kita semua dapat menyaksikan di Pengadilan Tipikor Kupang bahwa terdakwa Yuli Afra berulang kali mengatakan pernah memberikan sejumlah uang kepada saksi Frans Lebu Raya, mantan Gubernur NTT, namun hal itu tidak didukung dengan bukti-bukti hukum yang akurat dan memadai," katanya di Kupang, Sabtu (16/11).
Bahkan sejumlah media massa (cetak maupun elektronik) yang memberitakan tentang adanya dugaan keterlibatan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam kasus tersebut, mulai terungkap kejanggalannya karena tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat dan memadai.
Demikian analisa hukum yang dipaparkan mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu dalam percakapannya dengan ANTARA terkait keterlibatan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam kasus dugaan korupsi proyek NTT Fair senilai Rp29 miliar.
Kopong Medan mengatakan berkat kepiawian Majelis Hakim yang dipimpin oleh Dju Jhonson Mira Mengi dan didampingi oleh hakim anggota Ari Prabowo dan Ali Muhtarom, kasus yang diduga melibatkan mantan Gubernur NTT itu kian menemukan titik terang dan justru mencapai anti klimaks.
Baca juga: Mantan Gubernur NTT bantah terima uang dalam proyek NTT Fair
Baca juga: Mantan Gubernur NTT kembali jadi saksi di Pengadilan Tipikor
Mantan Gubernur NTT periode 2008-2018 yang sejak awal kasus ini mencuat digembar-gemborkan sebagai orang yang ikut terlibat dalam kasus tersebut, sehingga orang-orang dekatnya, seperti ajudan yang tidak ada sangkut-paut dengan aktivitas proyek pun dihadirkan sebagai saksi di pengadilan.
Berbagai keterangan yang terungkap selama persidangan berlangsung, terutama pada sidang Jumat (8/11) lalu maupun sidang Jumat (15/11) memperlihatkan bahwa tidak cukup bukti untuk menjadikan mantan gubernur NTT dua periode itu sebagai tersangka.
Sekalipun dalam sidang tersebut, terdakwa Yuli Afra masih mengungkapkan bahwa dirinya beberapa kali menyerahkan fee proyek NTT Fair kepada Frans Lebu Raya, baik melalui ajudan maupun menyerahkan sendiri di ruang kerja gubernur.
"Keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut tentunya tidak serta-merta memiliki nilai pembuktian atas kasus korupsi NTT Fair," katanya.
Keterangan yang demikian itu baru bisa bernilai pembuktian, ketika keterangan itu didukung dan memiliki keterkaitan yang erat dengan alat bukti yang lain, seperti keterangan terdakwa lain, keterangan para saksi, alat bukti surat, dan sebagainya.
Majelis hakim tentunya tidak percaya begitu saja dengan keterangan terdakwa Yuli Afra tesebut, apalagi keterangannya itu tidak didukung oleh bukti petunjuk lain untuk membenarkan pemberian fee kepada mantan Gebernur NTT itu sungguh benar adanya.
Misalnya, saat memberikan fee itu apakah ada orang lain yang mendampingi Yuli Afra sebagai saksi atau ada bukti kuitansi atau tanda tangan atas nama Frans Lebu Raya?
Demikian pula terdakwa Yuli Afra sempat mengatakan di persidangan bahwa Frans Lebu Raya sempat berulang-ulang menyampaikan terima kasih atas pemberian fee proyek tersebut.
"Lantas bukti petunjuk apa yang bisa digunakan untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa benar Frans Lebu Raya menyampaikan hal itu kepada Yuli Afra," kata Kopong Medan dalam nada tanya.
Bahkan sangat mengherankan ketika mantan Kadis PUPR tersebut tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah uang yang sudah diserahkan kepada Frans Lebu Raya, malah hanya memperkirakan jumlahnya sekitar Rp100 juta.
"Oleh karena itu, menurut saya, keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut patut diragukan kebenarannya, karena selain sering berubah-ubah atau tidak konsisten tetapi juga tidak didukung oleh bukti-bukti hukum yang kuat dan meyakinkan," kata Kopong Medan.
Akibatnya, tambahnya, banyak keterangan dari terdakwa Yuli Afra dalam perspektif hukum acara pidana tidak bernilai pembuktian atau keterangannya itu tidak dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa hukum.
Baca juga: Mantan Gubernur NTT bantah terima uang dalam kasus NTT Fair
Baca juga: Apakah ada tersangka baru dalam kasus NTT Fair? Ikuti penjelasannya
"Kita semua dapat menyaksikan di Pengadilan Tipikor Kupang bahwa terdakwa Yuli Afra berulang kali mengatakan pernah memberikan sejumlah uang kepada saksi Frans Lebu Raya, mantan Gubernur NTT, namun hal itu tidak didukung dengan bukti-bukti hukum yang akurat dan memadai," katanya di Kupang, Sabtu (16/11).
Bahkan sejumlah media massa (cetak maupun elektronik) yang memberitakan tentang adanya dugaan keterlibatan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam kasus tersebut, mulai terungkap kejanggalannya karena tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat dan memadai.
Demikian analisa hukum yang dipaparkan mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu dalam percakapannya dengan ANTARA terkait keterlibatan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam kasus dugaan korupsi proyek NTT Fair senilai Rp29 miliar.
Kopong Medan mengatakan berkat kepiawian Majelis Hakim yang dipimpin oleh Dju Jhonson Mira Mengi dan didampingi oleh hakim anggota Ari Prabowo dan Ali Muhtarom, kasus yang diduga melibatkan mantan Gubernur NTT itu kian menemukan titik terang dan justru mencapai anti klimaks.
Baca juga: Mantan Gubernur NTT bantah terima uang dalam proyek NTT Fair
Baca juga: Mantan Gubernur NTT kembali jadi saksi di Pengadilan Tipikor
Mantan Gubernur NTT periode 2008-2018 yang sejak awal kasus ini mencuat digembar-gemborkan sebagai orang yang ikut terlibat dalam kasus tersebut, sehingga orang-orang dekatnya, seperti ajudan yang tidak ada sangkut-paut dengan aktivitas proyek pun dihadirkan sebagai saksi di pengadilan.
Berbagai keterangan yang terungkap selama persidangan berlangsung, terutama pada sidang Jumat (8/11) lalu maupun sidang Jumat (15/11) memperlihatkan bahwa tidak cukup bukti untuk menjadikan mantan gubernur NTT dua periode itu sebagai tersangka.
Sekalipun dalam sidang tersebut, terdakwa Yuli Afra masih mengungkapkan bahwa dirinya beberapa kali menyerahkan fee proyek NTT Fair kepada Frans Lebu Raya, baik melalui ajudan maupun menyerahkan sendiri di ruang kerja gubernur.
"Keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut tentunya tidak serta-merta memiliki nilai pembuktian atas kasus korupsi NTT Fair," katanya.
Keterangan yang demikian itu baru bisa bernilai pembuktian, ketika keterangan itu didukung dan memiliki keterkaitan yang erat dengan alat bukti yang lain, seperti keterangan terdakwa lain, keterangan para saksi, alat bukti surat, dan sebagainya.
Majelis hakim tentunya tidak percaya begitu saja dengan keterangan terdakwa Yuli Afra tesebut, apalagi keterangannya itu tidak didukung oleh bukti petunjuk lain untuk membenarkan pemberian fee kepada mantan Gebernur NTT itu sungguh benar adanya.
Misalnya, saat memberikan fee itu apakah ada orang lain yang mendampingi Yuli Afra sebagai saksi atau ada bukti kuitansi atau tanda tangan atas nama Frans Lebu Raya?
Demikian pula terdakwa Yuli Afra sempat mengatakan di persidangan bahwa Frans Lebu Raya sempat berulang-ulang menyampaikan terima kasih atas pemberian fee proyek tersebut.
"Lantas bukti petunjuk apa yang bisa digunakan untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa benar Frans Lebu Raya menyampaikan hal itu kepada Yuli Afra," kata Kopong Medan dalam nada tanya.
Bahkan sangat mengherankan ketika mantan Kadis PUPR tersebut tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah uang yang sudah diserahkan kepada Frans Lebu Raya, malah hanya memperkirakan jumlahnya sekitar Rp100 juta.
"Oleh karena itu, menurut saya, keterangan terdakwa Yuli Afra tersebut patut diragukan kebenarannya, karena selain sering berubah-ubah atau tidak konsisten tetapi juga tidak didukung oleh bukti-bukti hukum yang kuat dan meyakinkan," kata Kopong Medan.
Akibatnya, tambahnya, banyak keterangan dari terdakwa Yuli Afra dalam perspektif hukum acara pidana tidak bernilai pembuktian atau keterangannya itu tidak dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa hukum.
Baca juga: Mantan Gubernur NTT bantah terima uang dalam kasus NTT Fair
Baca juga: Apakah ada tersangka baru dalam kasus NTT Fair? Ikuti penjelasannya