Kupang (ANTARA) - Fraksi PDI Perjuangan meminta pimpinan DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk tidak menandatangani perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang menyangkut skema pinjaman daerah. 

"Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTT hanya menyetujui jika Ketua DPRD NTT hanya menandatangani dokumen APBD 2020, tanpa adanya pinjaman daerah," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD NTT Emanuel Kolfidus di Kupang, Sabtu (30/11).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan sikap PDIP terhadap masalah pinjaman daerah sebesar Rp900 miliar, yang telah disetujui mayoritas fraksi di DPRD NTT untuk percepatan pembangunan infrastruktur di NTT.

"Fraksi PDIP telah meminta Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur yang adalah anggota fraksi PDIP DPRD NTT untuk tidak menandatangani Perubahaan KUA PPAS menyangkut skema pinjaman daerah," katanya.

Baca juga: Bank NTT bisa berikan pinjaman kepada daerah
Baca juga: PDIP tolak rencana pinjaman sebesar Rp900 miliar


Menurut anggota DPRD NTT daerah pemilihan Sikka, Ende, Nagekeo dan Ngada itu, rencana pinjaman daerah tersebut tidak menjadi bagian dari rencana APBD tahun anggaran 2020.

"PDIP menolak karena rencana pinjaman daerah itu tidak dimuat atau direncanakan dalam dokumen KUA PPAS, yang telah dibahas oleh DPRD Provinsi NTT dan telah dibuat persetujuan bersama," katanya.

Persetujuan Menkeu
Emanuel Kolfidus menambahkan, Bank NTT tidak memiliki kapasitas yang meyakinkan untuk memberikan pinjaman sebesar Rp900 miliar kepada daerah.

Kondisi ini terlihat jelas dalam dokumen kesimpulan hasil pembahasan Komisi III DPRD NTT dengan Badan Keuangan Daerah, Biro Hukum, Otoritas Jasa Keuangan RI Perwakilan NTT dan PT Bank NTT tentang rencana pinjaman daerah oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dalam kesimpulan pertemuan pada 19 dan 20 November 2019, menunjukkan bahwa PT Bank NTT termasuk kategori Bank Buku II, dengan modal Rp1,8 triliun, sehingga Bank NTT hanya boleh memberi pinjaman maksimal 10 persen dari modal atau setara dengan Rp180 miliar. 

Kesimpulan lain adalah pemberian pinjaman melebihi 10 persen harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan, sehingga atas dasar ini pula, Fraksi PDI Perjuangan tetap menolak pinjaman daerah, dan menganjurkan kepada pemerintah untuk merencanakan kembali secara lebih seksama.

"Kami harapkan pemeritahan Gubernur Laiskodat dapat mengikuti prosedur pembahasan APBD, memperhatikan segala persyaratan pinjaman daerah dan melakukan penilaian kapasitas lembaga pemberi pinjaman," demikian Emanuel Kolfidus.

Baca juga: Warga pesisir Kota Kupang ajukan pinjaman lewat fintech
Baca juga: Tahun 2020, jalan lingkar Pulau Semau dibangun dengan dana pinjaman

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024