Kupang (Antara NTT) - Pengamat ekonomi Dr James Adam mengatakan pengembangan koperasi-koperasi di daerah harus lebih condong menjadi pilar penciptaan enterpreneur (pengusaha) baru, tanpa harus resah dengan modal usaha.
"Sebab, di dalamnya terhimpun banyak pelaku usaha yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang memiliki tekad dan visi yang sama untuk memajuhkan perekonomiannya dengan modal semangat," katanya di Kupang, Senin.
Anggota IFAD (International Fund for Agricultural Development) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir NTT itu, mengatakan hal itu terkait perlunya keberpihakan pemerintah daerah untuk pengembangan koperasi dan membuka akses permodalan bagi koperasi.
"Perlunya peningkatan kontribusi koperasi bagi PDB dan perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Hingga Juni 2017 secara global data baru sampai tiga persen sementara di Selandia Baru sudah mencapai 20 persen, Belanda dan Prancis 18 persen," katanya.
Menurut James Adam, kelemahan koperasi kecil di daerah pedesaan yang saat ini sulit berkembang dan bersaing karena keterbatasan modal yang juga menjadi kendala peningkatan sumber daya manusia.
Dia mengatakan, dengan akses KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang sulit dari perbankan kepada usaha kecil mikro menengah (UKMK) membuat koperasi sulit berkembang dan kesejahteraan ekonomi semakin sulit digapai.
"Akhirnya koperasi kecil hanya menjadi kumpulan lidi-lidi kecil yang sulit menguat. Semangat dan mental enterprenuership anggotanya pun menjadi hilang karena tidak mendapat kepercayaan," katanya.
Mantan Dosen Ekonomi Universitas Kristen Atrha Wacana (Unkris) Kupang ini mengatakan untuk menuju ke sana (menciptakan enterpreuner) memang banyak kendala diantaranya modal dan pangsa pasar, namun apabila memiliki niat dan tekad yang kokoh, pasti ada jalan keluar.
"Banyak yang mengeluhkan sulitnya akses permodalan dari perbankan untuk pelaku ekonomi kreatif termasuk koperasi dan usaha kecil menengah lainnya," katanya.
Menurut dia, hal itu disebabkan perbankan kesulitan menentukan nilai bisnis dan menghitung jaminan serta mengukur jumlah kemampuan pengembalian pinjaman.
"Untuk itu dibutuhkan dukungan pemerintah, pemerintah daerah, maupun wakil rakyat untuk mendorong lembaga penjamin kredit (LPK) agar memperkuat perekonomian masyarakat menengah ke bawah yang terhimpun dalam koperasi kecil," katanya.
"Perbankan juga harusnya melirik pelaku-pelaku usaha dalam koperasi sebagai investasi selain melayani nasabah perorangan," katanya menambahkan.
Menurut dia, LPK yang didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus melakukan mobilisasi ke perbankan sehingga mendapatkan kepastian dalam penyaluran KUR untuk kelompok ekonomi kreatif.
Artinya, orientasi LPK bukan menjamin usaha-usaha besar yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha ekonomi kreatif masyarakat.
Dia mengatakan, jika pemerintah daerah serius menggalakan koperasi sebagai pilar ekonomi negara maka koperasi-koperasi kecil yang menyebar di berbagai pelosok harus mendapat sentuhan modal usaha yang memadai.
"Kita mendengung-dengungkan koperasi sebagai soko guru, namun selama koperasi masyarakat kecil tidak mendapat sentuhan yang baik maka perekonomian kita tetap sulit melajuh," demikian James Adam.
"Sebab, di dalamnya terhimpun banyak pelaku usaha yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang memiliki tekad dan visi yang sama untuk memajuhkan perekonomiannya dengan modal semangat," katanya di Kupang, Senin.
Anggota IFAD (International Fund for Agricultural Development) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir NTT itu, mengatakan hal itu terkait perlunya keberpihakan pemerintah daerah untuk pengembangan koperasi dan membuka akses permodalan bagi koperasi.
"Perlunya peningkatan kontribusi koperasi bagi PDB dan perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Hingga Juni 2017 secara global data baru sampai tiga persen sementara di Selandia Baru sudah mencapai 20 persen, Belanda dan Prancis 18 persen," katanya.
Menurut James Adam, kelemahan koperasi kecil di daerah pedesaan yang saat ini sulit berkembang dan bersaing karena keterbatasan modal yang juga menjadi kendala peningkatan sumber daya manusia.
Dia mengatakan, dengan akses KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang sulit dari perbankan kepada usaha kecil mikro menengah (UKMK) membuat koperasi sulit berkembang dan kesejahteraan ekonomi semakin sulit digapai.
"Akhirnya koperasi kecil hanya menjadi kumpulan lidi-lidi kecil yang sulit menguat. Semangat dan mental enterprenuership anggotanya pun menjadi hilang karena tidak mendapat kepercayaan," katanya.
Mantan Dosen Ekonomi Universitas Kristen Atrha Wacana (Unkris) Kupang ini mengatakan untuk menuju ke sana (menciptakan enterpreuner) memang banyak kendala diantaranya modal dan pangsa pasar, namun apabila memiliki niat dan tekad yang kokoh, pasti ada jalan keluar.
"Banyak yang mengeluhkan sulitnya akses permodalan dari perbankan untuk pelaku ekonomi kreatif termasuk koperasi dan usaha kecil menengah lainnya," katanya.
Menurut dia, hal itu disebabkan perbankan kesulitan menentukan nilai bisnis dan menghitung jaminan serta mengukur jumlah kemampuan pengembalian pinjaman.
"Untuk itu dibutuhkan dukungan pemerintah, pemerintah daerah, maupun wakil rakyat untuk mendorong lembaga penjamin kredit (LPK) agar memperkuat perekonomian masyarakat menengah ke bawah yang terhimpun dalam koperasi kecil," katanya.
"Perbankan juga harusnya melirik pelaku-pelaku usaha dalam koperasi sebagai investasi selain melayani nasabah perorangan," katanya menambahkan.
Menurut dia, LPK yang didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus melakukan mobilisasi ke perbankan sehingga mendapatkan kepastian dalam penyaluran KUR untuk kelompok ekonomi kreatif.
Artinya, orientasi LPK bukan menjamin usaha-usaha besar yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha ekonomi kreatif masyarakat.
Dia mengatakan, jika pemerintah daerah serius menggalakan koperasi sebagai pilar ekonomi negara maka koperasi-koperasi kecil yang menyebar di berbagai pelosok harus mendapat sentuhan modal usaha yang memadai.
"Kita mendengung-dengungkan koperasi sebagai soko guru, namun selama koperasi masyarakat kecil tidak mendapat sentuhan yang baik maka perekonomian kita tetap sulit melajuh," demikian James Adam.