Kupang (ANTARA) - Pengamat Pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Leta Rafael Levis mengatakan proyek lumbung pangan (food estate) yang dikembangkan Kementerian Pertanian (Kementan) di Kecamatan Kaukuluk Mesak, Kabupaten Belu, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT), harus didukung dengan manajemen yang terbaik.
"Proyek food estate ini untuk mewujudkan ketahanan pangan jangka panjang sehingga hal-hal yang berkaitan dengan operasional program harus didukung dengan manajemen yang terbaik," katanya ketika dihubungi di Kupang, Sabtu, (13/2).
Rafael mengatakan kehadiran proyek lumbung pangan harus didukung karena mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan dan NTT harus bersyukur.
Secara konsep, kata dia, proyek lumbung pangan merupakan integrasi berbagai komoditas seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan di dalam satu kawasan.
Rafael menjelaskan berdasarkan data yang diperoleh terkait pengembangan proyek food estate di Belu, pemerintah memprioritaskan pada tanaman padi untuk musim tanam satu seluas 350 hektare dan palawija untuk musim tanam dua seluas 200 hektare. Kemudian masih ada tanaman hortikultura 25 hektare dan perkebunan 50 hektare.
Menurut dia, untuk mewujudkan program ini maka hal-hal yang berkaitan dengan manajemen operasional harus betul-betul diperhatikan secara serius.
Baca juga: Menteri Pertanian tinjau kawasan food estate baru di NTT
Di lapangan, kata dia, pelaksanaan program ini tidak mudah karena sejumlah aspek di antaranya proyek ini melibatkan banyak instansi pemerintah baik dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, hingga desa.
Kemudian berkaitan dengan efektivitas koordinasi antara Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan, dan Dinas PUPR yang ada di provinsi maupun kabupaten.
"Koordinasi dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus jelas," katanya.
Selain itu kesiapan dan adaptasi petani lokal harus menjadi prioritas utama karena mereka menjadi kunci kesuksesan dari pelaksanaan program.
Artinya, katanya, perlu dipersiapkan secara baik terkait pola yang dipakai pemerintah, apakah pemerintah menangani sendiri atau kolaborasi swasta-pemerintah atau menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) seperti yg dipakai oleh perusahaan perkebunan.
Baca juga: Presiden : Pembangunan pertanian harus dalam skala yang luas
"Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi secara baik agar terjadi persamaan persepsi antarsesama instansi pemerintah dan juga para petani," katanya.
"Proyek food estate ini untuk mewujudkan ketahanan pangan jangka panjang sehingga hal-hal yang berkaitan dengan operasional program harus didukung dengan manajemen yang terbaik," katanya ketika dihubungi di Kupang, Sabtu, (13/2).
Rafael mengatakan kehadiran proyek lumbung pangan harus didukung karena mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan dan NTT harus bersyukur.
Secara konsep, kata dia, proyek lumbung pangan merupakan integrasi berbagai komoditas seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan di dalam satu kawasan.
Rafael menjelaskan berdasarkan data yang diperoleh terkait pengembangan proyek food estate di Belu, pemerintah memprioritaskan pada tanaman padi untuk musim tanam satu seluas 350 hektare dan palawija untuk musim tanam dua seluas 200 hektare. Kemudian masih ada tanaman hortikultura 25 hektare dan perkebunan 50 hektare.
Menurut dia, untuk mewujudkan program ini maka hal-hal yang berkaitan dengan manajemen operasional harus betul-betul diperhatikan secara serius.
Baca juga: Menteri Pertanian tinjau kawasan food estate baru di NTT
Di lapangan, kata dia, pelaksanaan program ini tidak mudah karena sejumlah aspek di antaranya proyek ini melibatkan banyak instansi pemerintah baik dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, hingga desa.
Kemudian berkaitan dengan efektivitas koordinasi antara Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan, dan Dinas PUPR yang ada di provinsi maupun kabupaten.
"Koordinasi dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus jelas," katanya.
Selain itu kesiapan dan adaptasi petani lokal harus menjadi prioritas utama karena mereka menjadi kunci kesuksesan dari pelaksanaan program.
Artinya, katanya, perlu dipersiapkan secara baik terkait pola yang dipakai pemerintah, apakah pemerintah menangani sendiri atau kolaborasi swasta-pemerintah atau menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) seperti yg dipakai oleh perusahaan perkebunan.
Baca juga: Presiden : Pembangunan pertanian harus dalam skala yang luas
"Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi secara baik agar terjadi persamaan persepsi antarsesama instansi pemerintah dan juga para petani," katanya.