Jakarta (ANTARA) - Kepala Subdit Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menegaskan pentingnya Terapi Pencegahan Tuberkolusis (TPT) untuk agar penyakit tersebut bisa dieliminasi di Indonesia.
"Concern kami, cakupan TPT kita rendah, tidak pernah bisa mencapai lebih dari 10 persen target. Kalau tidak diberikan TPT, eliminasi tuberkolusis tidak bisa tercapai meski kita sudah temukan dan obati semua pasien," kata Imran dalam diskusi Forum Kemitraan Tuberkolusis Nasional, Rabu, (23/6).
Terapi pencegahan Tuberkolusis merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi TBC di Indonesia, dan diimplementasikan kepada populasi berisiko, yakni anak usia di bawah 5 tahun yang kontak satu rumah dengan pasien TBC paru aktif serta Orang Dengan HIV/AIDS. Pada 2024, pemerintah punya target memberikan 1,1 juta Terapi Pencegahan Tuberkolusis.
Secara global, estimasi kasus TBC sebanyak 9.960.000 kasus, penderita didominasi laki-laki yakni 6.170.000.
Indonesia masuk dalam delapan negara di dunia yang menyumbang dua pertiga kasus TBC global. Indonesia ada di posisi kedua setelah India dengan estimasi kasus 845.000 dengan kematian 98.000 per tahun. Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada 349.549 yang kasus TBC yang ternotifikasi, cakupan pengobatan mencapai 41,4 persen dengan tingkat kesuksesan pengobatan 84,4 persen.
Diperkirakan ada 8.060 kasus TBC Resisten Obat (TBC RO), kondisi di mana kuman Mycobacterium tuberculosis telah mengalami kekebalan terhadap Obat Anti TB (OAT).
Imran menjelaskan jumlah kasus TB ada di 34 provinsi Indonesia, dengan jumlah terbesar tahun lalu di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Sumatra Utara. Penyakit ini banyak ditemui pada kelompok usia produktif.
Pada 2024, pemerintah punya target untuk menurunkan insidensi TBC menjadi 190 per 100.000 penduduk, menurunkan kematian akibat TBC jadi 27 per 100.000 penduduk.
Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah punya beberapa strategi, diantaranya penguatan kepemimpinan program pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Imran menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menanggulangi kasus TBC.
"Sebagus apa pun program pusat, kalau kepala daerah tidak aware akan berantakan juga," katanya.
Baca juga: CPR bisa selamatkan orang henti jantung
Strategi lainnya adalah meningkatkan akses layanan tuberkolusis yang bermutu dan berpihak kepada pasien, meningkatkan promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan, pencegahan dan pengendalian infeksi. Juga memanfaatkan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis dan tatalaksana Tuberkulosis.
Baca juga: Dokter: Kanker payudara kerap terlambat disadari penderita
Penting juga bekerjasama dengan komunitas, mitra dan multisektor lain serta menguatkan sistem kesehatan agar manajemen program menguat.
"Concern kami, cakupan TPT kita rendah, tidak pernah bisa mencapai lebih dari 10 persen target. Kalau tidak diberikan TPT, eliminasi tuberkolusis tidak bisa tercapai meski kita sudah temukan dan obati semua pasien," kata Imran dalam diskusi Forum Kemitraan Tuberkolusis Nasional, Rabu, (23/6).
Terapi pencegahan Tuberkolusis merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi TBC di Indonesia, dan diimplementasikan kepada populasi berisiko, yakni anak usia di bawah 5 tahun yang kontak satu rumah dengan pasien TBC paru aktif serta Orang Dengan HIV/AIDS. Pada 2024, pemerintah punya target memberikan 1,1 juta Terapi Pencegahan Tuberkolusis.
Secara global, estimasi kasus TBC sebanyak 9.960.000 kasus, penderita didominasi laki-laki yakni 6.170.000.
Indonesia masuk dalam delapan negara di dunia yang menyumbang dua pertiga kasus TBC global. Indonesia ada di posisi kedua setelah India dengan estimasi kasus 845.000 dengan kematian 98.000 per tahun. Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada 349.549 yang kasus TBC yang ternotifikasi, cakupan pengobatan mencapai 41,4 persen dengan tingkat kesuksesan pengobatan 84,4 persen.
Diperkirakan ada 8.060 kasus TBC Resisten Obat (TBC RO), kondisi di mana kuman Mycobacterium tuberculosis telah mengalami kekebalan terhadap Obat Anti TB (OAT).
Imran menjelaskan jumlah kasus TB ada di 34 provinsi Indonesia, dengan jumlah terbesar tahun lalu di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Sumatra Utara. Penyakit ini banyak ditemui pada kelompok usia produktif.
Pada 2024, pemerintah punya target untuk menurunkan insidensi TBC menjadi 190 per 100.000 penduduk, menurunkan kematian akibat TBC jadi 27 per 100.000 penduduk.
Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah punya beberapa strategi, diantaranya penguatan kepemimpinan program pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Imran menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menanggulangi kasus TBC.
"Sebagus apa pun program pusat, kalau kepala daerah tidak aware akan berantakan juga," katanya.
Baca juga: CPR bisa selamatkan orang henti jantung
Strategi lainnya adalah meningkatkan akses layanan tuberkolusis yang bermutu dan berpihak kepada pasien, meningkatkan promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan, pencegahan dan pengendalian infeksi. Juga memanfaatkan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis dan tatalaksana Tuberkulosis.
Baca juga: Dokter: Kanker payudara kerap terlambat disadari penderita
Penting juga bekerjasama dengan komunitas, mitra dan multisektor lain serta menguatkan sistem kesehatan agar manajemen program menguat.