Kupang (Antaranews NTT) - Kepala Bidang Komunikasi dan Informasi HNSI Nusa Tenggara Timur Abdul Wahab Sidin, mengemukakan produktivitas ekspor ikan cakalang menurun akibat pemasangan rumpon liar oleh kapal-kapal nelayan dari luar di wilayah perairan provinsi setempat.

"Ekspor cakalang kita menurun karena kapal-kapal pole and line dari luar NTT terutama dari Bali yang menggunakan kapal purse seine besar memasang rumpon liar, mereka melingkar di situ dan membawa hasil ke daerah mereka," kata Abdul Wahab Sidin saat dihubungi Antara di Kupang, Senin.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi produksi ekspor ikan cakalang yang mengalami penurunan drastis pada tahun 2017 berdasarkan catatan Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (KIPM) setempat.

Stasiun KIPM Kelas 1 Kupang mencatat, jumlah eskpor ikan cakalang pada 2017 sekitar 157 ton lebih, masing-masing, cakalang beku sebanyak 25 ton dan cakalang asap 132 ton lebih, terkoreksi menurun dibanding tahun 2016 mencapai 449 ton.

Menurut Wahab Sidin, penurunan itu akibat produktivitas tangkapan ikan cakalang nelayan lokal yang berkurang karena para nelayan bersaing dengan rumpon milik nelayan luar yang menangkap ikan di perairan NTT seperti di selatan Pulau Timor, Laut Sawu, maupun di sekitar Pulau Sumba.

"Jadi bagaimana prokdusi kita banyak kalau rumpon-rumpon yang dipasang itu menghalau migrasi ikan, nelayan pole and line kita terus mengeluhkan hal ini karena mereka mendapati kondisi itu saat melaut," kata Wahab Sidin yang juga nelayan cakalang yang berbasis di TPI Tenau Kupang itu.

Ia menjelaskan, ketika rumpon-rumpon itu dipasang, kapal-kapal cakalang dari luar kemudian melingkar dengan alat tangkap purse seine besar untuk meraup ikan dalam jumlah besar lalu dibawa ke daerahnya.

"Mereka menggunakan alat tangkap purse seine besar yang tidak ramah lingkungan, tapi kenapa sampai hari ini tidak diteribkan aparat atau instansi yang berwenang?" katanya dalam nada tanya.

Pihaknya mencatat sejumlah kapal pole and line asal Bali yang beroperasi di Laut Timor dan sekitarnya pada WPP-NRI 573 seperti KMN Jaya Kota, KM Sanjana, KMN Milenum Jaya, KMN Kasih Setia, KMN TKF, KMN Jaya Wijaya, KMN Nusantara, KMN BB, KMN Anugerah, KMN Jasa Mina.

"Nelayan-nelayan pole and line di NTT menolak dengan tegas kehadiran kapal-kapal ini karena berdampak merugikan nelayan kita yang selama ini melaut dengan alat tangkap ramah lingkungan menggunakan pancing manual," katanya.

Wahab Sidin meyakini, jika kapal-kapal tersebut ditertibkan maka produktivitas tangkapan nelayan di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu akan lebih meningkat.

"Tentu dengan begitu ekspor juga lebih meningkat, kita menginginkan agar hasil tangkapan banyak tapi persoalan yang dialami nelayan kita dilaut seperti ini tidak diperhatikan maka hasilnya sama saya," kata Wahab Sidin.

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024