Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mendesak Pemerintah Indonesia membatalkan seluruh perjanjian antara Indonesia dan Australia di Laut Timor buntut Australia Border Force (ABF) membakar tiga unit kapal nelayan Indonesia di perairan Laut Timor.
"Batalkan seluruh perjanjian RI-Australia di Laut Timor yang tidak memiliki kekuatan apa pun di sana lagi sejak Timor Timur merdeka dari NKRI, ditambah lagi perjanjian Australia Timor Timur yang dibuat oleh Indonesia telah dibatalkan dan menggunakan perjanjian yang baru dengan menggunakan median line," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp, di Kupang, Selasa, (9/11).
Sebelumnya diberitakan terdapat 16 kapal nelayan yang ditangkap oleh ABF. Tiga kapal di antaranya dihancurkan atau dibakar, dan 13 kapal dikembalikan ke perairan Indonesia.
Ferdi mengatakan bahwa beberapa perjanjian yang patut dibatalkan kerja samanya itu adalah Perjanjian Indonesia-Australia 1997 tentang ZEE dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor yang ditandatangani pada 14 Maret 1997, di Perth, Australia Barat.
Ferdi menilai perjanjian itu penuh dengan tipu daya, karena Australia akhirnya menguasai seluruh harta kekayaan yang ada di Laut Timor yang sampai saat ini tidak pernah diratifikasi.
Ia juga mengatakan bahwa aturan kerja sama lain yang patut dibatalkan adalah perampasan hak berdaulat di gugusan Pulau Pasir oleh Pemerintah Federal Australia dari tangan Indonesia di Pulau Timor bagian barat.
Selain itu, ujar dia, di Pulau Rote, Sabu, dan Alor yang secara berdaulat hingga detik ini merupakan hak mutlak dari masyarakat NTT, bukan milik Australia.
"Kami minta agar nelayan yang melaut dan menangkap ikan di sekitar gugusan pulau pasir dan sekitarnya harus diberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas mereka," ujar dia.
Ferdi juga mendesak Pemerintah Federal Australia keluar dari gugusan Pulau Pasir dan mendesak Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk membahas kembali perjanjian kerja sama dengan Australia.
Baca juga: YPTB dorong pengusaha lokal jadi prioritas garap proyek pemerintah
Baca juga: YPTB desak Jakarta-Canberra batalkan perjanjian pengeboran minyak
"Batalkan seluruh perjanjian RI-Australia di Laut Timor yang tidak memiliki kekuatan apa pun di sana lagi sejak Timor Timur merdeka dari NKRI, ditambah lagi perjanjian Australia Timor Timur yang dibuat oleh Indonesia telah dibatalkan dan menggunakan perjanjian yang baru dengan menggunakan median line," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp, di Kupang, Selasa, (9/11).
Sebelumnya diberitakan terdapat 16 kapal nelayan yang ditangkap oleh ABF. Tiga kapal di antaranya dihancurkan atau dibakar, dan 13 kapal dikembalikan ke perairan Indonesia.
Ferdi mengatakan bahwa beberapa perjanjian yang patut dibatalkan kerja samanya itu adalah Perjanjian Indonesia-Australia 1997 tentang ZEE dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor yang ditandatangani pada 14 Maret 1997, di Perth, Australia Barat.
Ferdi menilai perjanjian itu penuh dengan tipu daya, karena Australia akhirnya menguasai seluruh harta kekayaan yang ada di Laut Timor yang sampai saat ini tidak pernah diratifikasi.
Ia juga mengatakan bahwa aturan kerja sama lain yang patut dibatalkan adalah perampasan hak berdaulat di gugusan Pulau Pasir oleh Pemerintah Federal Australia dari tangan Indonesia di Pulau Timor bagian barat.
Selain itu, ujar dia, di Pulau Rote, Sabu, dan Alor yang secara berdaulat hingga detik ini merupakan hak mutlak dari masyarakat NTT, bukan milik Australia.
"Kami minta agar nelayan yang melaut dan menangkap ikan di sekitar gugusan pulau pasir dan sekitarnya harus diberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas mereka," ujar dia.
Ferdi juga mendesak Pemerintah Federal Australia keluar dari gugusan Pulau Pasir dan mendesak Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk membahas kembali perjanjian kerja sama dengan Australia.
Baca juga: YPTB dorong pengusaha lokal jadi prioritas garap proyek pemerintah
Baca juga: YPTB desak Jakarta-Canberra batalkan perjanjian pengeboran minyak