Kupang (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar tidak mengutak-atik status Cagar Alam (CA) Mutis di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, untuk dijadikan taman wisata alam (TWA) atau taman nasional.
"CA Mutis adalah simbol budaya Atoni Pah Meto (Suku Dawan), jantung peradaban, dan paru-paru Timor yang harus tetap dijaga kelestariannya," katanya saat dihubungi dari Kupang, Rabu, (1/12).
Ia mengaku hal ini sudah dia sampaikan saat Komisi IV DPR RI melakukan rapat dengar pendapat dengan jajaran eselon 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 24 November lalu.
Ia menceritakan bahwa pada Oktober 2021 Kepala Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT Arif Mahmud sempat bertemu dengan dirinya dan meminta dukungan agar DPR RI menyetujui penurunan status CA Mutis menjadi TWA.
Namun ia menolak dan berpesan agar tak boleh mengganggu kawasan itu. Bahkan dengan tegas ia meminta agar Arif yang waktu itu baru satu bulan menjadi Kepala BBKSDA NTT agar lebih baik mengurus yang lain.
"Saya juga menyampaikan hal ini kepada Pak Dirjen KSDAE karena pada Maret 2021, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno menyatakan membatalkan status itu," tambah dia.
Ia menjelaskan bahwa Cagar Alam Mutis adalah pusat budaya Atoni Pah Meto, sumber kehidupan berbagai ekosistem, sumber air minum, paru-paru Timor, dan sumber kehidupan generasi masa depan masyarakat Timor.
“Belum beberapa bulan mau dihidupkan lagi wacana penurunan status, ini ada apa? Melalui saya, masyarakat adat sudah mengirimkan kain ucapan terima kasih kepada Ibu Menteri LHK dan Pak Wiratno sebagai tanda apresiasi terima kasih. Ini mau diturunkan lagi. Saya tegaskan, posisi saya tetap bersama masyarakat adat, yakni menolak penurunan status CA Mutis. Bersama masyarakat adat, saya pertahankan status CA Mutis demi melestarikan konservasi,” tegasnya.
Baca juga: Legislator minta KLHK kaji wacana penurunan status cagar alam Mutis
Ia mengaku telah mendengar info bahwa penurunan CA Mutis menjadi TWA hanya akan menyisakan sekitar 2.000 hektare sebagai zona konservasi.
Menurut dia, penurunan status CA Mutis akan membuka keran investasi dalam daerah konservasi, karena sebagian wilayah konservasi dikeluarkan menjadi zona pemanfaatan.
Mayoritas, ujar dia, akan diberikan izin untuk investasi pembangunan hotel, pertambangan (mangan dan nikel), dan pariwisata yang berakibat dikeluarkannya hutan flora dan fauna dari wilayah konservasi.
Baca juga: BBKSDA terapkan pendekatan 3A jaga Cagar Alam Gunung Mutis
“CA Mutis sangat terkenal akan hutan 'Ampupu' yang luas, ditanam leluhur Atoni Pah Meto beratus-ratus tahun lamanya. Penurunan status dapat mengancam kelestarian hutan 'Ampupu'," tambah dia.
Selama ini, lanjut dia, hutan 'Ampupu' menjadikan CA Mutis sebagai wilayah tangkapan air ("water catchmen area") terbesar di Pulau Timor. Berkurangnya tangkapan air dapat menyebabkan kekurangan air di wilayah Timor,” paparnya.
"CA Mutis adalah simbol budaya Atoni Pah Meto (Suku Dawan), jantung peradaban, dan paru-paru Timor yang harus tetap dijaga kelestariannya," katanya saat dihubungi dari Kupang, Rabu, (1/12).
Ia mengaku hal ini sudah dia sampaikan saat Komisi IV DPR RI melakukan rapat dengar pendapat dengan jajaran eselon 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 24 November lalu.
Ia menceritakan bahwa pada Oktober 2021 Kepala Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT Arif Mahmud sempat bertemu dengan dirinya dan meminta dukungan agar DPR RI menyetujui penurunan status CA Mutis menjadi TWA.
Namun ia menolak dan berpesan agar tak boleh mengganggu kawasan itu. Bahkan dengan tegas ia meminta agar Arif yang waktu itu baru satu bulan menjadi Kepala BBKSDA NTT agar lebih baik mengurus yang lain.
"Saya juga menyampaikan hal ini kepada Pak Dirjen KSDAE karena pada Maret 2021, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno menyatakan membatalkan status itu," tambah dia.
Ia menjelaskan bahwa Cagar Alam Mutis adalah pusat budaya Atoni Pah Meto, sumber kehidupan berbagai ekosistem, sumber air minum, paru-paru Timor, dan sumber kehidupan generasi masa depan masyarakat Timor.
“Belum beberapa bulan mau dihidupkan lagi wacana penurunan status, ini ada apa? Melalui saya, masyarakat adat sudah mengirimkan kain ucapan terima kasih kepada Ibu Menteri LHK dan Pak Wiratno sebagai tanda apresiasi terima kasih. Ini mau diturunkan lagi. Saya tegaskan, posisi saya tetap bersama masyarakat adat, yakni menolak penurunan status CA Mutis. Bersama masyarakat adat, saya pertahankan status CA Mutis demi melestarikan konservasi,” tegasnya.
Baca juga: Legislator minta KLHK kaji wacana penurunan status cagar alam Mutis
Ia mengaku telah mendengar info bahwa penurunan CA Mutis menjadi TWA hanya akan menyisakan sekitar 2.000 hektare sebagai zona konservasi.
Menurut dia, penurunan status CA Mutis akan membuka keran investasi dalam daerah konservasi, karena sebagian wilayah konservasi dikeluarkan menjadi zona pemanfaatan.
Mayoritas, ujar dia, akan diberikan izin untuk investasi pembangunan hotel, pertambangan (mangan dan nikel), dan pariwisata yang berakibat dikeluarkannya hutan flora dan fauna dari wilayah konservasi.
Baca juga: BBKSDA terapkan pendekatan 3A jaga Cagar Alam Gunung Mutis
“CA Mutis sangat terkenal akan hutan 'Ampupu' yang luas, ditanam leluhur Atoni Pah Meto beratus-ratus tahun lamanya. Penurunan status dapat mengancam kelestarian hutan 'Ampupu'," tambah dia.
Selama ini, lanjut dia, hutan 'Ampupu' menjadikan CA Mutis sebagai wilayah tangkapan air ("water catchmen area") terbesar di Pulau Timor. Berkurangnya tangkapan air dapat menyebabkan kekurangan air di wilayah Timor,” paparnya.