Kupang (AntaraNews NTT) - Para mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur menolak setiap tindakan radikalisme dengan menindak tegas siapa pun kelompok mahasiswa yang ikut terlibat masuk dalam jaringan ISIS.
"Kami secara tegas menolak masuknya kelompok radikal di lingkungan kampus. Sampai saat ini belum ada mahasiswa yang ikut terlibat dalam paham radikalisme maupun jaringan HTI dan ISIS," kata Rektor Muhammadya Kupang Dr Zainur Wula di Kupang, Sabtu (2/6).
Ia mengatakan hal itu ketika memberikan materi dalam seminar nasional tentang Peran Pemuda Melawan Praktik Intoleran Gerakan Radikalisme dan Terorisme di NTT yang diselengarakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) NTT di Gereja Anugerah Kota Kupang.
Ia mengatakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah selalu mengedepankan semangat toleran sehingga tidak mengherankan 80 persen mahasiswa di lembaga perguruan tinggi itu beragama Kristen.
"Toleransi merupakan hal yang sangat erat kaitanya dengan harmonisasi hubungan antarumat beragama, sehingga apabila ada paham intoleransi dan mengarah pada radikalisme dan terorisme tidak dapat dibenarkan masuk ke Universitas Muhammadiyah," katanya menegaskan.
Baca juga: Waspadai Kelompok Radikal
Penasehat khusus Presiden Bidang Intelejen Komjen Pol (Purn) Gories Mere. (ANTARA Foto)
Rektor Zainur Wula mengatakan agama Islam juga tidak membenarkan intoleransi, radikalisme, dan terorisme berkembang di daerah ini, dan di seluruh wilayah Tanah Air.
Nusa Tenggara Timur, kata dia, merupakan rumah bersama sehingga semua komponen masyarakat berperan aktif dalam menjaga keamanan daerah itu, dengan mencegah adanya perilaku dan sikap yang mengarah pada radikalisme, terorisme, dan intoleransi.
Zainur mengatakan pemuda di Provinsi NTT sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam membangun hidup berbangsa, termasuk dalam menangkal radikalisme.
Menurut dia, upaya mengatasi paham radikalisme, intoleransi, maupun terorisme dilakukan melalui peningkatan pemahaman keagamaan terhadap generasi muda dengan melibatkan tokoh-tokoh agama.
"Saya tidak akan memberi ampun bagi mahasiswa yang ikut dalam kelompok radikalisme karena jelas bertentangan dengan marwah lembaga perguruan tinggi kami," katanya.
Baca juga: Artikel - Pancasila diuji dalam tekanan radikalisme
Patung Bung Karno dan pohon sukun tempat Bung Karno merenungkan butir-butir Pancasila. (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
Ideologi radikalisme
Sementara itu, penasehat khusus Presiden bidang intelejen Gories Mere mengajak kelompok muda lintas agama di Nusa Tenggara Timur untuk mencegah masuknya paham radikalisme dan intoleransi di provinsi berbasis kepulauan ini.
"Pemuda lintas agama memiliki peran strategis dalam menangkal masuknya radikalisme dan intoleransi, karena fakta menunjukan penyebaran paham radikal mulai menyasar kepada kelompok pemuda," kata Komjen Pol (Purn) Gories Mere pada acara seminar tersebut.
Mantan Kepala BNN ini mengatakan tumbuhnya media sosial menyebabkan paham radikalisme garis keras, paham ideologi maut dan teologi kematian berkembang pesat di masyarakat.
Menurut dia, para analis telah memprediksi bahwa pada 2018 Indonesia akan diwarnai perang ideologi dengan munculnya beberapa kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama serta kelompok yang mendukung konsep kebhinekaan.
"Ada nuansa propaganda yang dilawan dengan propaganda," katanya dan menambahkan Indonesia sedang menghadapi bangkitnya ideologi radikal yang bernafaskan agama.
Baca juga: Artikel - Bung Karno membingkai Pancasila dari Ende
Situs Bung Karno di Kota Ende, ibu kota Kabupaten Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA Foto)
Menurut dia, apabila ideologi atas nama agama tidak dikelola secara baik akan mengarah pada bangkitnya ideologi radikal.
"Bangkitnya paham radikal garis keras harus dilawan dengan menguatkan masyarakat melalui paham rasional serta terbuka atas perbedaan yang dimiliki bangsa ini," ujarnya.
Karena itu, kata dia, peran pemuda dalam hal ini sangat penting untuk mempertahahkan Pancasila sebagai ideologi negara yang saat ini sedang dalam guncangan.
Ia berharap pemuda NTT memanfaatkan media sosial untuk kepentingan positif dengan tidak menyebarkan paham-paham radikal.
Gories mengapresiasi GMKI NTT yang mampu menyelenggarakan seminar nasional untuk melawan praktik intoleran dan radikalisme di NTT.
Para pemuda NTT, kata dia, harus mampu merawat Pancasila sebagai ideologi negara dan terus merajut kebhinekaan agar kehidupan beragama di NTT tetap harmonis dan langgeng sampai kapan pun jua.
"Kami secara tegas menolak masuknya kelompok radikal di lingkungan kampus. Sampai saat ini belum ada mahasiswa yang ikut terlibat dalam paham radikalisme maupun jaringan HTI dan ISIS," kata Rektor Muhammadya Kupang Dr Zainur Wula di Kupang, Sabtu (2/6).
Ia mengatakan hal itu ketika memberikan materi dalam seminar nasional tentang Peran Pemuda Melawan Praktik Intoleran Gerakan Radikalisme dan Terorisme di NTT yang diselengarakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) NTT di Gereja Anugerah Kota Kupang.
Ia mengatakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah selalu mengedepankan semangat toleran sehingga tidak mengherankan 80 persen mahasiswa di lembaga perguruan tinggi itu beragama Kristen.
"Toleransi merupakan hal yang sangat erat kaitanya dengan harmonisasi hubungan antarumat beragama, sehingga apabila ada paham intoleransi dan mengarah pada radikalisme dan terorisme tidak dapat dibenarkan masuk ke Universitas Muhammadiyah," katanya menegaskan.
Baca juga: Waspadai Kelompok Radikal
Nusa Tenggara Timur, kata dia, merupakan rumah bersama sehingga semua komponen masyarakat berperan aktif dalam menjaga keamanan daerah itu, dengan mencegah adanya perilaku dan sikap yang mengarah pada radikalisme, terorisme, dan intoleransi.
Zainur mengatakan pemuda di Provinsi NTT sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam membangun hidup berbangsa, termasuk dalam menangkal radikalisme.
Menurut dia, upaya mengatasi paham radikalisme, intoleransi, maupun terorisme dilakukan melalui peningkatan pemahaman keagamaan terhadap generasi muda dengan melibatkan tokoh-tokoh agama.
"Saya tidak akan memberi ampun bagi mahasiswa yang ikut dalam kelompok radikalisme karena jelas bertentangan dengan marwah lembaga perguruan tinggi kami," katanya.
Baca juga: Artikel - Pancasila diuji dalam tekanan radikalisme
Sementara itu, penasehat khusus Presiden bidang intelejen Gories Mere mengajak kelompok muda lintas agama di Nusa Tenggara Timur untuk mencegah masuknya paham radikalisme dan intoleransi di provinsi berbasis kepulauan ini.
"Pemuda lintas agama memiliki peran strategis dalam menangkal masuknya radikalisme dan intoleransi, karena fakta menunjukan penyebaran paham radikal mulai menyasar kepada kelompok pemuda," kata Komjen Pol (Purn) Gories Mere pada acara seminar tersebut.
Mantan Kepala BNN ini mengatakan tumbuhnya media sosial menyebabkan paham radikalisme garis keras, paham ideologi maut dan teologi kematian berkembang pesat di masyarakat.
Menurut dia, para analis telah memprediksi bahwa pada 2018 Indonesia akan diwarnai perang ideologi dengan munculnya beberapa kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama serta kelompok yang mendukung konsep kebhinekaan.
"Ada nuansa propaganda yang dilawan dengan propaganda," katanya dan menambahkan Indonesia sedang menghadapi bangkitnya ideologi radikal yang bernafaskan agama.
Baca juga: Artikel - Bung Karno membingkai Pancasila dari Ende
"Bangkitnya paham radikal garis keras harus dilawan dengan menguatkan masyarakat melalui paham rasional serta terbuka atas perbedaan yang dimiliki bangsa ini," ujarnya.
Karena itu, kata dia, peran pemuda dalam hal ini sangat penting untuk mempertahahkan Pancasila sebagai ideologi negara yang saat ini sedang dalam guncangan.
Ia berharap pemuda NTT memanfaatkan media sosial untuk kepentingan positif dengan tidak menyebarkan paham-paham radikal.
Gories mengapresiasi GMKI NTT yang mampu menyelenggarakan seminar nasional untuk melawan praktik intoleran dan radikalisme di NTT.
Para pemuda NTT, kata dia, harus mampu merawat Pancasila sebagai ideologi negara dan terus merajut kebhinekaan agar kehidupan beragama di NTT tetap harmonis dan langgeng sampai kapan pun jua.