Kupang (ANTARA) - Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) bersama dengan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melatih sejumlah anak muda di Kupang untuk mengelola potensi wisata spesies berbasis masyarakat (WSBM) yaitu menyaksikan lumba-lumba di perairan Teluk Kupang.
Koordinator Tur Guide "Bukan Sekedar Pasiar" Picessylia Safiransi Anakay kepada ANTARA di Kupang, Senin mengatakan bahwa setelah dilatih dan didanai oleh ICCTF bersama BKKPN dan World Bank pihaknya langsung menjalankan potensi wisata menonton lumba-lumba tersebut.
"Kami jalan sudah mau tiga bulan ini. Tim kami terdiri dari mahasiswa, ada juga pekerja tetapi semuanya anak-anak muda. Kalau jenis lumba-lumba yang sering ditemui adalah lumba-lumba jenis hidung botol dan juga spiner," katanya.
Ia menjelaskan bahwa WSBM itu adalah program yang dicanangkan yayasan Reef Check Indonesia sebagai salah satu penanggung jawab paket-3 dari proyek Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP–CTI),
Proyek tersebut dikelola oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)–Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai implementing agency, berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan ilmiah spesies untuk mendukung usaha konservasi dan pengelolaannya di Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat
Picessylia menambahkan bahwa berdasarkan kajian yang sudah dilakukan oleh tim Reef Check Indonesia, akhirnya memutuskan untuk memilih dua lokasi untuk pelaksanaan proyek ini yaitu Desa Oeseli di Rote dan Perairan Sulamu–Semau atau Teluk Kupang.
"Teluk Kupang itu masuk dalam TNP Laut Sawu yang selama ini dijaga oleh BKKPN yang mana melalui WSBM ini jadi mereka ingin edukasi masyarakat dengan potensi-potensi yang ada," tambah dia.
Ia mengatakan melalui program WSBM itu masyarakat khususnya pelayaran rakyat terbantu karena selama ini kelompok Bukan Sekedar Pasiar itu melibatkan kapal-kapal itu untuk mengangkut wisatawan yang akan menyaksikan lumba-lumba yang melintas.
Baca juga: Alor gelar festival dugong dan terbang paralayang
Tujuannya, lanjut dia, adalah agar masyarakat juga bisa mendapatkan uang tambahan selain sebagai kapal pengangkut penumpang. Selain itu juga untuk snack bagi wisatawan pihaknya mengambilnya dari masyarakat lokal juga.
Sementara itu, Rio, seorang nahkoda kapal, mengakui saat ini belum banyak yang mengenal wisata menonton lumba-lumba itu, tetapi sejauh ini mereka sangat terbantu karena pemasukan bertambah walaupun tidak stabil.
Baca juga: Wisata menonton ikan dugong di Alor geliatkan ekonomi warga
"Mungkin karena kurang promosi saja. Tetapi kalau dihitung-hitung sehari saja kami bisa dapat Rp300 ribu dari wisata menyaksikan lumba-lumba itu," tambah dia.
Koordinator Tur Guide "Bukan Sekedar Pasiar" Picessylia Safiransi Anakay kepada ANTARA di Kupang, Senin mengatakan bahwa setelah dilatih dan didanai oleh ICCTF bersama BKKPN dan World Bank pihaknya langsung menjalankan potensi wisata menonton lumba-lumba tersebut.
"Kami jalan sudah mau tiga bulan ini. Tim kami terdiri dari mahasiswa, ada juga pekerja tetapi semuanya anak-anak muda. Kalau jenis lumba-lumba yang sering ditemui adalah lumba-lumba jenis hidung botol dan juga spiner," katanya.
Ia menjelaskan bahwa WSBM itu adalah program yang dicanangkan yayasan Reef Check Indonesia sebagai salah satu penanggung jawab paket-3 dari proyek Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP–CTI),
Proyek tersebut dikelola oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)–Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai implementing agency, berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan ilmiah spesies untuk mendukung usaha konservasi dan pengelolaannya di Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat
Picessylia menambahkan bahwa berdasarkan kajian yang sudah dilakukan oleh tim Reef Check Indonesia, akhirnya memutuskan untuk memilih dua lokasi untuk pelaksanaan proyek ini yaitu Desa Oeseli di Rote dan Perairan Sulamu–Semau atau Teluk Kupang.
"Teluk Kupang itu masuk dalam TNP Laut Sawu yang selama ini dijaga oleh BKKPN yang mana melalui WSBM ini jadi mereka ingin edukasi masyarakat dengan potensi-potensi yang ada," tambah dia.
Ia mengatakan melalui program WSBM itu masyarakat khususnya pelayaran rakyat terbantu karena selama ini kelompok Bukan Sekedar Pasiar itu melibatkan kapal-kapal itu untuk mengangkut wisatawan yang akan menyaksikan lumba-lumba yang melintas.
Baca juga: Alor gelar festival dugong dan terbang paralayang
Tujuannya, lanjut dia, adalah agar masyarakat juga bisa mendapatkan uang tambahan selain sebagai kapal pengangkut penumpang. Selain itu juga untuk snack bagi wisatawan pihaknya mengambilnya dari masyarakat lokal juga.
Sementara itu, Rio, seorang nahkoda kapal, mengakui saat ini belum banyak yang mengenal wisata menonton lumba-lumba itu, tetapi sejauh ini mereka sangat terbantu karena pemasukan bertambah walaupun tidak stabil.
Baca juga: Wisata menonton ikan dugong di Alor geliatkan ekonomi warga
"Mungkin karena kurang promosi saja. Tetapi kalau dihitung-hitung sehari saja kami bisa dapat Rp300 ribu dari wisata menyaksikan lumba-lumba itu," tambah dia.