Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Stasiun El Tari Kupang Ota Welly Jenni Thalo mengatakan gelombang tinggi yang terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur saat ini akibat dipicu oleh Mascarene High.
"Faktor penyebab terjadinya gelombang tinggi saat ini karena tekanan tinggi bertahan di Samudra Hindia (barat Australia) atau sering disebut Mascarene High," kata Jenni Thalo kepada Antara di Kupang, Senin (23/7).
Selain tekanan tinggi yang bertahan di Samudra Hindia, masuknya periode puncak musim kemarau (Juli-Agustus), khususnya di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) juga ikut memicu terjadinya gelombang tinggi.
Kondisi ini ditandai dengan berhembusnya massa udara yang dingin dan kering dari wilayah Australia yang berdampak pada minimnya potensi hujan. Selain terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kupang melaporkan gelombang setinggi 2-6 meter berpotensi terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur selama 23-24 Juli 2018.
Baca juga: NTT diterjang gelombang hingga 6 meter
Berdasarkan hasil analisa BMKG, dalam dua hari ke depan gelombang setinggi enam meter berpotensi terjadi di Samudera Hindia, selatan Nusa Tenggara Timur dan perairan laut selatan Pulau Sumba. Gelombang setinggi lima meter berpotensi terjadi di Laut Sawu dan Selat Sumba bagian selatan.
Selain itu gelombang setinggi empat meter berpotensi terjadi di perairan laut Selat Sape, sedangkan gelombang setinggi 3,5 meter berpotensi terjadi di perairan selatan Kupang, Pulau Rote, dan Laut Timor, selatan Nusa Tenggara Timur.
Gelombang setinggi 2-2,5 meter berpotensi terjadi di perairan Selat Alor, Selat Ombai, Selat Flores, Lamakera, dan Boleng. Tinggi gelombang itu, katanya, bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan BMKG.
Baca juga: Gelombang setinggi 4 meter berpotensi terjadi di ntt
"Faktor penyebab terjadinya gelombang tinggi saat ini karena tekanan tinggi bertahan di Samudra Hindia (barat Australia) atau sering disebut Mascarene High," kata Jenni Thalo kepada Antara di Kupang, Senin (23/7).
Selain tekanan tinggi yang bertahan di Samudra Hindia, masuknya periode puncak musim kemarau (Juli-Agustus), khususnya di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) juga ikut memicu terjadinya gelombang tinggi.
Kondisi ini ditandai dengan berhembusnya massa udara yang dingin dan kering dari wilayah Australia yang berdampak pada minimnya potensi hujan. Selain terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kupang melaporkan gelombang setinggi 2-6 meter berpotensi terjadi di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur selama 23-24 Juli 2018.
Baca juga: NTT diterjang gelombang hingga 6 meter
Berdasarkan hasil analisa BMKG, dalam dua hari ke depan gelombang setinggi enam meter berpotensi terjadi di Samudera Hindia, selatan Nusa Tenggara Timur dan perairan laut selatan Pulau Sumba. Gelombang setinggi lima meter berpotensi terjadi di Laut Sawu dan Selat Sumba bagian selatan.
Selain itu gelombang setinggi empat meter berpotensi terjadi di perairan laut Selat Sape, sedangkan gelombang setinggi 3,5 meter berpotensi terjadi di perairan selatan Kupang, Pulau Rote, dan Laut Timor, selatan Nusa Tenggara Timur.
Gelombang setinggi 2-2,5 meter berpotensi terjadi di perairan Selat Alor, Selat Ombai, Selat Flores, Lamakera, dan Boleng. Tinggi gelombang itu, katanya, bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan BMKG.
Baca juga: Gelombang setinggi 4 meter berpotensi terjadi di ntt