Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat peternakan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Ir Gustaf Oematan MSi mengatakan penyakit hog cholera masih menjadi ancaman serius bagi para peternak babi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Sebenarnya, pengembangan ternak babi di NTT memiliki prospek yang baik, karena sosial budayanya sangat mendukung. Namun, karena masih adanya hog cholera maka hal itu menjadi ancaman bagi para peternak babi," kata Dekan Fakultas Peternakan Undana itu kepada Antara di Kupang, Selasa (28/8).
Menurut dia, penyakit hog cholera masih menjadi kendala bagi para peternak babi, dalam mengembangkan usaha peternakan dalam skala yang lebih besar.
Ia mengatakan pengendalian penyakit hog cholera yang mulai masuk ke NTT sejak tahun 1998 itu harus dilakukan lebih terarah, selain tatalaksana atau manajemen pemeliharan babi perlu diperhatikan secara baik sehingga dapat mendukung prospek pemeliharaan ternak babi di NTT.
"Tanpa pengendalian hama hog cholera dan perbaikan manajemen pemeliharaan, populasi ternak babi di NTT tidak bisa berkembang lebih besar," ujar Oematan.
Baca juga: Populasi ternak babi di NTT 2.073.446 ekor
Padahal, kata dia, pengembangan ternak babi di NTT memiliki prospek yang sangat bagus, yang bisa mendatangkan keuntungan bagi masyarakat karena pasar masih sangat terbuka lebar.
Data Dinas Peternakan Provinsi NTT menunjukkan, populasi ternak babi yang tersebar di 22 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur hingga akhir 2017 tercatat 2.073.446 ekor, atau mengalami peningkatan sekitar 228.038 ekor jika dibandingkan dengan posisi 2016 yang hanya mencapai 1.845.408 ekor.
Dalam 11 tahun terakhir, jumlah ternak babi yang dipotong pun terus mengalami peningkatan. Pada 2006, misalnya, jumlah ternak babi yang dipotong sebanyak 597.696 ekor, namun pada 2011 terus meningkat menjadi 788.229 ekor.
Sedang, pada 2016, jumlah ternak babi yang dipotong sebanyak 792.295 ekor, dan terus meningkat menjadi 811.265 ekor pada 2017. Artinya, rata-rata tiap tahun, setiap kabupaten/kota di NTT memotong 36.876 ekor babi atau 3.072 ekor setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan daging di daerah itu.
Sementara produksi daging pada tahun 2011 tercatat 26.605.080 kg, meningkat menjadi 32.682.170 kg pada tahun 2016 dan menjadi 33.464.681 kg pada tahun 2017.
Baca juga: NTT miliki dua sentra pembibitan ternak babi
"Sebenarnya, pengembangan ternak babi di NTT memiliki prospek yang baik, karena sosial budayanya sangat mendukung. Namun, karena masih adanya hog cholera maka hal itu menjadi ancaman bagi para peternak babi," kata Dekan Fakultas Peternakan Undana itu kepada Antara di Kupang, Selasa (28/8).
Menurut dia, penyakit hog cholera masih menjadi kendala bagi para peternak babi, dalam mengembangkan usaha peternakan dalam skala yang lebih besar.
Ia mengatakan pengendalian penyakit hog cholera yang mulai masuk ke NTT sejak tahun 1998 itu harus dilakukan lebih terarah, selain tatalaksana atau manajemen pemeliharan babi perlu diperhatikan secara baik sehingga dapat mendukung prospek pemeliharaan ternak babi di NTT.
"Tanpa pengendalian hama hog cholera dan perbaikan manajemen pemeliharaan, populasi ternak babi di NTT tidak bisa berkembang lebih besar," ujar Oematan.
Baca juga: Populasi ternak babi di NTT 2.073.446 ekor
Padahal, kata dia, pengembangan ternak babi di NTT memiliki prospek yang sangat bagus, yang bisa mendatangkan keuntungan bagi masyarakat karena pasar masih sangat terbuka lebar.
Data Dinas Peternakan Provinsi NTT menunjukkan, populasi ternak babi yang tersebar di 22 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur hingga akhir 2017 tercatat 2.073.446 ekor, atau mengalami peningkatan sekitar 228.038 ekor jika dibandingkan dengan posisi 2016 yang hanya mencapai 1.845.408 ekor.
Dalam 11 tahun terakhir, jumlah ternak babi yang dipotong pun terus mengalami peningkatan. Pada 2006, misalnya, jumlah ternak babi yang dipotong sebanyak 597.696 ekor, namun pada 2011 terus meningkat menjadi 788.229 ekor.
Sedang, pada 2016, jumlah ternak babi yang dipotong sebanyak 792.295 ekor, dan terus meningkat menjadi 811.265 ekor pada 2017. Artinya, rata-rata tiap tahun, setiap kabupaten/kota di NTT memotong 36.876 ekor babi atau 3.072 ekor setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan daging di daerah itu.
Sementara produksi daging pada tahun 2011 tercatat 26.605.080 kg, meningkat menjadi 32.682.170 kg pada tahun 2016 dan menjadi 33.464.681 kg pada tahun 2017.
Baca juga: NTT miliki dua sentra pembibitan ternak babi