Kupang (AntaraNews NTT) - Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr Zainur Wula MSi menegaskan perguruan tinggi yang dipimpinnya tidak pernah menginisiasi gerakan ganti presiden 2019.
"UMK tidak pernah menginisiasi gerakan ganti presiden 2019. Kalau ada dosen yang berencana menggelar gerakan ganti presiden, merupakan aktivitas pribadi, dan bukan atas nama lembaga UMK," kata Zainur Wula kepada Antara di Kupang, Senin (3/9).
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan rencana digelarnya gerakan ganti presiden 2019 di Manggarai Barat, Pulau Flores pada 10 November 2018.
Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Wilayah NTT, Hajenang berencana akan menggelar gerakan tersebut pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, NTT.
Hajenang mengaku dosen Universitas Muhammadiyah Kupang dan juga seorang pengacara. Namun, pihak universitas mengklaim bahwa Hajenang yang sempat mengajar di Fakultas Hukum UMK itu telah keluar dari perguruan tinggi swasta itu.
Baca juga: Pengamat: Gerakan ganti presiden harus ditindak tegas
Baca juga: Pemprov NTT-Forkompimda bersinergi cegah gerakan ganti presiden
Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr Zainur Wula MSi (kiri) bersama mantan Rektor UMK Prof Dr Sandi Maryanto MPd.
Menurut Rektor UMK, kegiatan tersebut bukan atas inisiasi lembaga UMK, dan siapapun, apakah itu dosen atau mahasiswa yang melakukan aktivitas politik di luar kampus, sama sekali tidak ada hubungan dengan UMK.
"Kami juga sudah ada larangan keras dari lembaga UMK kepada seluruh pengajar. Bukan hanya melakukan kegiatan gerakan ganti presiden, tetapi semua aktivitas politik tidak dibolehkan," katanya menegaskan.
Karena itu, dia menyayangkan jika benar ada staf pengajar yang melakukan aktivitas politik di luar kampus. "Kami akan segera menggelar rapat untuk menyikapi masalah ini," ujarnya.
"UMK tidak pernah menginisiasi gerakan ganti presiden 2019. Kalau ada dosen yang berencana menggelar gerakan ganti presiden, merupakan aktivitas pribadi, dan bukan atas nama lembaga UMK," kata Zainur Wula kepada Antara di Kupang, Senin (3/9).
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan rencana digelarnya gerakan ganti presiden 2019 di Manggarai Barat, Pulau Flores pada 10 November 2018.
Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Wilayah NTT, Hajenang berencana akan menggelar gerakan tersebut pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, NTT.
Hajenang mengaku dosen Universitas Muhammadiyah Kupang dan juga seorang pengacara. Namun, pihak universitas mengklaim bahwa Hajenang yang sempat mengajar di Fakultas Hukum UMK itu telah keluar dari perguruan tinggi swasta itu.
Baca juga: Pengamat: Gerakan ganti presiden harus ditindak tegas
Baca juga: Pemprov NTT-Forkompimda bersinergi cegah gerakan ganti presiden
Menurut Rektor UMK, kegiatan tersebut bukan atas inisiasi lembaga UMK, dan siapapun, apakah itu dosen atau mahasiswa yang melakukan aktivitas politik di luar kampus, sama sekali tidak ada hubungan dengan UMK.
"Kami juga sudah ada larangan keras dari lembaga UMK kepada seluruh pengajar. Bukan hanya melakukan kegiatan gerakan ganti presiden, tetapi semua aktivitas politik tidak dibolehkan," katanya menegaskan.
Karena itu, dia menyayangkan jika benar ada staf pengajar yang melakukan aktivitas politik di luar kampus. "Kami akan segera menggelar rapat untuk menyikapi masalah ini," ujarnya.