Kupang (AntaraNews NTT) - Pelaksana harian Ketua KPU Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Yan Ati mengatakan hasil penghitungan suara ulang (PSU) dalam Pilkada 2018 di Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan wewenangnya Mahkamah Konstitusi (MK).
"KPU hanya diperintahkan untuk mencocokkan data yang ada pada formulir model C1 KWK berhologram dengan C1 Plano berhologram. Sedangkan, yang mengatakan bahwa hasilnya cocok atau tidak, adalah majelis hakim MK," kata Yan Ati ketika dihubungi Antara dari Kupang, Sabtu (8/9).
Proses penghitungan suara ulang (PSU) yang dilakukan KPU Timor Tengah Selatan atas perintah dari MK itu pada 921 tempat pemungutan suara (TPS) yang menyebar di 32 kecamatan se-TTS mulai dari tanggal 3 - 8 September 2018.
Yan Ati menegaskan KPU Timor Tengah Selatan hanya ditugaskan untuk melakukan penghitungan suara ulang Pilkada 2018 berdasarkan data yang ada pada formulir model C1 KWK dan C1 Plano berhologram.
"Kalau soal cocok atau tidak itu hak majelis hakim MK. Kita hanya mencatat hasil yang ada di C1 KWK dan C1 Plano berhologram, kemudian menyerahkan hasil tersebut kepada hakim MK sesuai tata aturan yang berlaku," katanya.
Baca juga: KPU akui ada dokumen C1-KWK belum ditemukan
Baca juga: KPU gelar penghitungan suara ulang Pilkada TTS
Menurut dia, dari hasil perhitungan suara ulang yang dilakukan, ditemukan ada selisih suara versi C1 saksi paslon pemohon dengan hasil perhitungan suara ulang.
Kuat dugaan dokumen negara ini sengaja dipalsukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Menanggapi temuan tersebut, Yan Ati enggan berkomentar, karena sudah masuk dalam ranah hukum.
Dia menegaskan, saat ini pihak KPU TTS hanya fokus dalam menjalankan perintah MK, sambil mencermati apa yang terjadi dalam proses penghitungan suara ulang dalam Pilkada 2018 di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
"Kami belum berpikir untuk membawa persoalan tersebut ke ranah hukum. Fokus kami hanya tertuju pada proses penyelesaian PSU dan sengketa perselisihan hasil pemilu di MK. Untuk dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut belum kami pikirkan," katanya menegaskan.
Baca juga: KPU TTS dinilai lakukan delapan pelanggaran
"KPU hanya diperintahkan untuk mencocokkan data yang ada pada formulir model C1 KWK berhologram dengan C1 Plano berhologram. Sedangkan, yang mengatakan bahwa hasilnya cocok atau tidak, adalah majelis hakim MK," kata Yan Ati ketika dihubungi Antara dari Kupang, Sabtu (8/9).
Proses penghitungan suara ulang (PSU) yang dilakukan KPU Timor Tengah Selatan atas perintah dari MK itu pada 921 tempat pemungutan suara (TPS) yang menyebar di 32 kecamatan se-TTS mulai dari tanggal 3 - 8 September 2018.
Yan Ati menegaskan KPU Timor Tengah Selatan hanya ditugaskan untuk melakukan penghitungan suara ulang Pilkada 2018 berdasarkan data yang ada pada formulir model C1 KWK dan C1 Plano berhologram.
"Kalau soal cocok atau tidak itu hak majelis hakim MK. Kita hanya mencatat hasil yang ada di C1 KWK dan C1 Plano berhologram, kemudian menyerahkan hasil tersebut kepada hakim MK sesuai tata aturan yang berlaku," katanya.
Baca juga: KPU akui ada dokumen C1-KWK belum ditemukan
Baca juga: KPU gelar penghitungan suara ulang Pilkada TTS
Menurut dia, dari hasil perhitungan suara ulang yang dilakukan, ditemukan ada selisih suara versi C1 saksi paslon pemohon dengan hasil perhitungan suara ulang.
Kuat dugaan dokumen negara ini sengaja dipalsukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Menanggapi temuan tersebut, Yan Ati enggan berkomentar, karena sudah masuk dalam ranah hukum.
Dia menegaskan, saat ini pihak KPU TTS hanya fokus dalam menjalankan perintah MK, sambil mencermati apa yang terjadi dalam proses penghitungan suara ulang dalam Pilkada 2018 di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
"Kami belum berpikir untuk membawa persoalan tersebut ke ranah hukum. Fokus kami hanya tertuju pada proses penyelesaian PSU dan sengketa perselisihan hasil pemilu di MK. Untuk dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut belum kami pikirkan," katanya menegaskan.
Baca juga: KPU TTS dinilai lakukan delapan pelanggaran