Jakarta (ANTARA) - "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Pepatah ini mengajarkan seseorang untuk mematuhi dan menghormati adat istiadat ataupun aturan di tempat orang tersebut berada.

Artinya, di manapun kita berpijak, di situlah kita harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di wilayah tersebut, tanpa terkecuali.

Sikap seperti itulah yang sudah semestinya ditunjukkan oleh perusahaan pemilik platform digital yang beroperasi di Indonesia, ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika menggulirkan aturan yang mewajibkan mereka untuk mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE).

Mereka harus tunduk dan mematuhi aturan tanpa alasan apa pun, apabila tetap ingin beroperasi di Nusantara.

Pendaftaran PSE merupakan amanat peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Pasal 47 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Jika para PSE lingkup privat tidak mendaftar sampai batas waktu terakhir pada 20 Juli 2022, mereka secara otomatis ditetapkan sebagai PSE ilegal dan dijatuhi sanksi, yang terberat adalah pemblokiran atau pemutusan akses.

Sanksi tersebut pada akhirnya benar-benar diterapkan oleh Kominfo. Terhitung sejak akhir Juli lalu, hampir sepuluh layanan asing diblokir aksesnya karena tidak kunjung mendaftar.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menegaskan bahwa pendaftaran PSE merupakan sebuah kewajiban untuk menegakkan hukum di Indonesia.

Menjaga kedaulatan digital

Kewajiban bagi penyelenggara sistem elektronik untuk mendaftarkan perusahaan mereka kepada regulator, dalam hal ini Kementerian Kominfo, adalah untuk menjaga kedaulatan digital Indonesia.

Kewajiban mengikuti pendaftaran PSE merupakan wujud nyata untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan hal ini menyangkut ketaatan terhadap hukum dan peraturan.

Mengutip pernyataan pakar keamanan siber dari Vaksincom Alfons A Tanujaya, kewajiban pendaftaran PSE juga berhubungan dengan keadilan, di mana semua perusahaan sama kedudukannya di mata hukum dan aturan, baik perusahaan besar atau kecil, perusahaan lokal atau asing.

Dengan adanya kewajiban pendaftaran ini, pemerintah tidak dalam posisi lemah terhadap PSE. "Ini artinya ada kontrol langsung dari pemerintah terhadap aplikasi yang bisa merugikan masyarakat Indonesia," kata dia.

Kebijakan PSE yang diatur Kementerian Kominfo secara tidak langsung juga bertujuan untuk melindungi data pribadi masyarakat.

Pakar komunikasi dari Universitas Airlangga (Unair) Henri Subiakto menyebut bahwa PSE, yang banyak di antaranya merupakan platform global, dapat mengumpulkan data-data pribadi yang bersifat dinamis dan spesifik, mulai dari perilaku, pola komunikasi, kesukaan, hingga pola ekonomi digital.

Dia mempertanyakan bagaimana pemerintah bisa mengatur PSE tersebut apabila mereka enggan mendaftar? Oleh karena itu, perlu ada sebuah regulasi yang mengatur agar pemerintah bisa melakukan penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan penyelenggara elektronik.

Kominfo sendiri telah menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga manfaat dari pendaftaran PSE. Pertama, kementerian memiliki sistem yang lebih sistematis dan terkoordinasi untuk seluruh PSE yang ada di Indonesia.

Dalam hal ini, pendaftaran PSE akan terasa ketika mereka tersandung masalah. Misalnya jika PSE melanggar hukum di Indonesia, pemerintah bisa berkoordinasi dengan platform digital tersebut.

Kedua, PSE bisa diajak bekerja sama untuk menjaga kesehatan ruang digital Indonesia. Misalnya, PSE yang beroperasi di Indonesia bisa mengadakan edukasi literasi digital soal bagaimana menggunakan internet secara produktif, kreatif dan positif.

Ketiga, pemutakhiran sistem regulasi. Melalui data dan informasi yang diberikan platform digital, Kominfo bisa memastikan apakah mereka sudah menaati persyaratan yang ditentukan regulasi, termasuk soal perlindungan data pribadi.

Adapun bagi masyarakat, pendaftaran PSE bisa membantu melindungi mereka ketika berada di ruang digital.

Mendengar aspirasi publik

Dalam perjalanannya, kebijakan mengenai PSE sempat menimbulkan keramaian di tengah masyarakat usai Kominfo memutuskan untuk memblokir sejumlah PSE lingkup digital yang tidak mendaftar.

Pemblokiran terhadap PayPal menjadi salah satu yang disorot, lantaran platform pembayaran digital populer itu banyak digunakan oleh masyarakat.

Timbul kekhawatiran bahwa dana yang ada di PayPal tidak bisa dicairkan akibat pemblokiran. Masyarakat pun meminta agar Kominfo membuka pemblokiran platform keuangan asal Amerika Serikat itu.

Kominfo tidak menutup telinga terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat. Pada 31 Juli, Kementerian memutuskan untuk membuka sementara layanan PayPal agar masyarakat bisa mengamankan uang mereka.

Pembukaan sementara itu dilakukan selama lima hari untuk memastikan masyarakat memiliki waktu cukup untuk bermigrasi ke platform lain.

Sejalan dengan itu, Kominfo terus berkomunikasi dengan PayPal agar mereka segera mendaftar. Komunikasi tersebut berhasil. PayPal kemudian menunjukkan komitmen mereka untuk mendaftarkan layanannya guna mengikuti ketentuan dari Pemerintah Indonesia.

Dengan demikian pembukaan akses layanan PayPal kini tidak lagi sementara, namun sudah bisa diakses seterusnya secara normal oleh masyarakat.

Peluang normalisasi

Apa yang terjadi terhadap PayPal merupakan pengejawantahan dari kebijakan "normalisasi" yang dihadirkan Kominfo. Kementerian memberi ruang kepada PSE yang telah diblokir untuk memulihkan akses.

Syaratnya, mereka harus terlebih dulu memenuhi ketentuan pendaftaran dan melakukan pembaharuan informasi pendaftaran dengan benar, dan atau mendaftar ulang dengan menggunakan informasi yang benar.

Apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi, Kominfo akan menormalisasi sehingga PSE lingkup privat yang sebelumnya diblokir bisa kembali diakses secara normal. Selain PayPal, beberapa PSE yang telah dinormalisasi oleh Kominfo adalah CS Go, DOTA, Steam, dan Yahoo.

Baca juga: Kominfo buka blokir situs Origin

Kewajiban pendaftaran PSE bukanlah kebijakan mendadak, namun, sudah digodok sejak beberapa tahun belakangan.

Sekitar 2016, Kominfo mulai merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Aturan tersebut lalu digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, yang juga menjadi dasar pendaftaran PSE, disahkan sejak November 2020. Kementerian juga sudah melibatkan publik dan ekosistem untuk peraturan tersebut.

Baca juga: Menkominfo sebut sudah putuskan akses setengah juta akun judi daring

Artinya, pendaftaran PSE bukanlah kebijakan yang sekonyong-konyong. Semestinya, tidak ada alasan bagi PSE lingkup privat untuk tidak melakukan pendaftaran, terlebih proses pendaftaran sudah sangat dimudahkan melalui online single submission yang disiapkan Kominfo.

Menteri Johnny telah mengingatkan PSE lingkup privat untuk tidak merugikan hak-hak masyarakat atas tindakan mereka yang tak patuh terhadap Undang-undang (UU) dengan tidak mau melakukan pendaftaran.

"Pemerintah mengingatkan kepada PSE, jangan sampai hak-hak masyarakat dirugikan karena kealpaan mereka melaksanakan Undang-Undang," tegasnya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kebijakan PSE bukti penegakan hukum dan kedaulatan digital Indonesia

Pewarta : Fathur Rochman
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024