Kupang (AntaraNews NTT) - Satuan tugas (Satgas) Pemberantasan Perdagangan Manusia (PPM), selama Januari-Oktober 2018 berhasil menggagalkan pengiriman 822 calon tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur yang akan dikirm ke luar negeri.
"Calon TKI itu terdiri dari 540 laki-laki dan 282 orang perempuan, yang akan dikirim ke luar negeri tanpa melalui prosedur," kata Kepala Bidang Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT Thomas Suban Hoda di Kupang, Rabu (31/10).
Ia mengatakan selama Januari-Oktober 2018, ada 822 calon TKI yang dicegah keberangkatan oleh Satgas Pemberantasan Perdagangan Manusia, baik yang dilakukan petugas di Bandara El Tari Kupang mapun Pelabuhan Tenau Kupang.
Satuan Tugas Pemberantasan Perdagangan Manusia dibentuk Pemerintah Provinsi NTT pada 1 Juli 2016, menyusul banyaknya kasus perdagangan orang dari daerah itu.
Dia menjelaskan, calon TKI atau pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang dicegah, hanya mereka yang akan bekerja ke luar negeri melalui dua pintu, yakni Bandara El Tari Kupang dan Pelabuhan Laut Tenau Kupang.
Di kabupaten lainnya yang juga menjadi kantong-kantong TKI ilegal, seperti Pulau Flores dan Sumba.
Baca juga: 343 calon TKI dari NTT dicegah keberangkatannya
Padahal, katanya, sudah ada penerbangan atau pelayaran kapal langsung dari Pulau Flores maupun Pulau Sumba ke Pulau Jawa dan Kalimantan.
Dalam kaitan itu, dia mengharapkan pemerintah kabupaten untuk berinisiatif membentuk satgas di daerahnya masing-masing untuk bersama-sama mencegah pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.
Dia mengatakan lapangan pekerjaan menjadi faktor utama, mendorong warga untuk berlomba-lomba menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara tidak prosedural.
"Problema utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga. Kondisi inilah yang menjadi daya dorong paling kuat warga kita menjadi PMI, walaupun kepergiaan mereka tanpa dilengkapi dokumen resmi," katanya.
Di samping keterbatasan lapangan kerja, kata dia, para PMI ini diberikan iming-iming tentang gaji besar, dan dibayar dalam bentuk uang dolar yang kalau dirupiahkan lebih banyak, padahal bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur, memiliki risiko yang sangat tinggi.
Dia menambahkan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menciptakan kemandirian dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan di balai-balai latihan kerja.
"Dengan memiliki keterampilan, seperti menjahit, membuat batako, cukur rambut dan keterampilan lainnya, serta modal usaha, mereka bisa membangun usaha secara mandiri," demikian Thomas Suban Hoda.
Baca juga: Nakertrans serahkan kasus calon TKI ke Polda NTT
"Calon TKI itu terdiri dari 540 laki-laki dan 282 orang perempuan, yang akan dikirim ke luar negeri tanpa melalui prosedur," kata Kepala Bidang Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT Thomas Suban Hoda di Kupang, Rabu (31/10).
Ia mengatakan selama Januari-Oktober 2018, ada 822 calon TKI yang dicegah keberangkatan oleh Satgas Pemberantasan Perdagangan Manusia, baik yang dilakukan petugas di Bandara El Tari Kupang mapun Pelabuhan Tenau Kupang.
Satuan Tugas Pemberantasan Perdagangan Manusia dibentuk Pemerintah Provinsi NTT pada 1 Juli 2016, menyusul banyaknya kasus perdagangan orang dari daerah itu.
Dia menjelaskan, calon TKI atau pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang dicegah, hanya mereka yang akan bekerja ke luar negeri melalui dua pintu, yakni Bandara El Tari Kupang dan Pelabuhan Laut Tenau Kupang.
Di kabupaten lainnya yang juga menjadi kantong-kantong TKI ilegal, seperti Pulau Flores dan Sumba.
Baca juga: 343 calon TKI dari NTT dicegah keberangkatannya
Padahal, katanya, sudah ada penerbangan atau pelayaran kapal langsung dari Pulau Flores maupun Pulau Sumba ke Pulau Jawa dan Kalimantan.
Dalam kaitan itu, dia mengharapkan pemerintah kabupaten untuk berinisiatif membentuk satgas di daerahnya masing-masing untuk bersama-sama mencegah pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.
Dia mengatakan lapangan pekerjaan menjadi faktor utama, mendorong warga untuk berlomba-lomba menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara tidak prosedural.
"Problema utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga. Kondisi inilah yang menjadi daya dorong paling kuat warga kita menjadi PMI, walaupun kepergiaan mereka tanpa dilengkapi dokumen resmi," katanya.
Di samping keterbatasan lapangan kerja, kata dia, para PMI ini diberikan iming-iming tentang gaji besar, dan dibayar dalam bentuk uang dolar yang kalau dirupiahkan lebih banyak, padahal bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur, memiliki risiko yang sangat tinggi.
Dia menambahkan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menciptakan kemandirian dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan di balai-balai latihan kerja.
"Dengan memiliki keterampilan, seperti menjahit, membuat batako, cukur rambut dan keterampilan lainnya, serta modal usaha, mereka bisa membangun usaha secara mandiri," demikian Thomas Suban Hoda.
Baca juga: Nakertrans serahkan kasus calon TKI ke Polda NTT