Kupang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan sosialisasi secara daring dan luring tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk menjaring aspirasi warga di provinsi itu.
"Sosialisasi RKUPH kami lakukan secara langsung maupun secara virtual untuk menjaring aspirasi atau masukan dari berbagai elemen masyarakat di NTT terkait dengan aturan yang telah disusun selama lebih dari 50 tahun ini," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT Marciana Dominika Jone di Kupang, Rabu, (28/9/2022).
Sosialisasi secara langsung di Kantor Wilayah Kemenkumham NTT yang diikuti perwakilan aparat penegak hukum, mahasiswa, serta masyarakat dan aparat kecamatan/kelurahan dari enam kecamatan di Kota Kupang, yaitu Alak, Kelapa Lima, Kota Raja, Maulafa, dan Oebobo.
Selain itu, sosialisasi secara virtual diikuti perwakilan instansi dari 22 kabupaten/kota se-NTT, antara lain, lembaga pemasyarakatan dan keimigrasian, organisasi perangkat daerah bagian hukum, dan bapemperda DPRD kabupaten/kota.
Hingga saat ini, kata Marciana, masih terdapat berbagai pro dan kontra terhadap RKUHP. Oleh karena itu, Kemenkumham memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai pokok permasalahan dari pasal-pasal yang menjadi perhatian.
Ia berharap sosialisasi juga menjadi wadah untuk menyempurnakan RKUHP sebagai produk hukum yang memang lahir dari Indonesia. Hal ini mengingat, KUHP yang berlaku saat ini masih merupakan warisan kolonial Belanda. Dengan demikian, RKUHP nantinya menjadi wujud nyata hukum sebagai jiwa bangsa.
Menurut dia, pengintegrasian hukum pidana yang makin berkembang ke dalam sistem hukum pidana Indonesia menjadi penting. Perlu dilakukan upaya rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana, baik vertikal maupun horizontal, ke dalam suatu kitab undang-undang yang sistematis.
RKUHP, kata dia, telah disusun selama lebih dari 50 tahun dengan melibatkan ahli-ahli hukum pidana. Pembaruan terhadap KUHP yang kini sedang dilaksanakan pemerintah merupakan salah satu pembangunan di bidang hukum pidana.
"Oleh karena itu, sosialisasi dan diskusi publik RKUHP dapat menjadi wadah penampung masukan dari masyarakat sekaligus memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai RKUHP itu sendiri," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Hukum Kantor Wilayah Kemenkumam NTT Yunus P.S. Bureni menyebutkan banyak keunggulan RKUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan terkini, di antaranya RKUHP bertitik tolak dari asas keseimbangan, rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas, tujuan pemidanaan, hingga mengatur pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pengganti.
"RKUHP merumuskan pidana penjara menjadi upaya terakhir. Ini sangat membantu jajaran pemasyarakatan untuk mengatasi overcrowding," katanya.
Baca juga: Menkum HAM sebut kemajuan suatu bangsa dicerminkan banyak lahirkan inovasi KI
Yunus menjelaskan bahwa RKUHP tidak membatasi kebebasan berpendapat, termasuk tidak membatasi kebebasan pers. RKUHP juga telah disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghinaan presiden, penghinaan terhadap pemerintah, dan penghinaan terhadap pejabat.
Dalam hal ini, penghinaan terhadap presiden sudah menjadi delik aduan atau tidak lagi menjadi tindak pidana murni. Jika dahulu penghinaan terhadap pemerintah berbentuk delik formal, dalam RKUHP diubah menjadi delik material. Untuk penghinaan terhadap pejabat, yang sebelumnya delik biasa diubah menjadi delik aduan.
Baca juga: Kemenkumham NTT: Rencana UKK Ende agar PMI bisa kerja legal
Ia menambahkan bahwa isu lain yaitu mengenai ruang privat masyarakat terkait dengan kesusilaan. Misalnya, tindak pidana perzinaan dan tindak pidana hidup bersama di luar perkawinan diatur sebagai delik aduan sehingga hanya dapat diproses secara hukum apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan langsung, yaitu suami/istri, orang tua, atau anaknya.
"Sosialisasi RKUPH kami lakukan secara langsung maupun secara virtual untuk menjaring aspirasi atau masukan dari berbagai elemen masyarakat di NTT terkait dengan aturan yang telah disusun selama lebih dari 50 tahun ini," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT Marciana Dominika Jone di Kupang, Rabu, (28/9/2022).
Sosialisasi secara langsung di Kantor Wilayah Kemenkumham NTT yang diikuti perwakilan aparat penegak hukum, mahasiswa, serta masyarakat dan aparat kecamatan/kelurahan dari enam kecamatan di Kota Kupang, yaitu Alak, Kelapa Lima, Kota Raja, Maulafa, dan Oebobo.
Selain itu, sosialisasi secara virtual diikuti perwakilan instansi dari 22 kabupaten/kota se-NTT, antara lain, lembaga pemasyarakatan dan keimigrasian, organisasi perangkat daerah bagian hukum, dan bapemperda DPRD kabupaten/kota.
Hingga saat ini, kata Marciana, masih terdapat berbagai pro dan kontra terhadap RKUHP. Oleh karena itu, Kemenkumham memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai pokok permasalahan dari pasal-pasal yang menjadi perhatian.
Ia berharap sosialisasi juga menjadi wadah untuk menyempurnakan RKUHP sebagai produk hukum yang memang lahir dari Indonesia. Hal ini mengingat, KUHP yang berlaku saat ini masih merupakan warisan kolonial Belanda. Dengan demikian, RKUHP nantinya menjadi wujud nyata hukum sebagai jiwa bangsa.
Menurut dia, pengintegrasian hukum pidana yang makin berkembang ke dalam sistem hukum pidana Indonesia menjadi penting. Perlu dilakukan upaya rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana, baik vertikal maupun horizontal, ke dalam suatu kitab undang-undang yang sistematis.
RKUHP, kata dia, telah disusun selama lebih dari 50 tahun dengan melibatkan ahli-ahli hukum pidana. Pembaruan terhadap KUHP yang kini sedang dilaksanakan pemerintah merupakan salah satu pembangunan di bidang hukum pidana.
"Oleh karena itu, sosialisasi dan diskusi publik RKUHP dapat menjadi wadah penampung masukan dari masyarakat sekaligus memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai RKUHP itu sendiri," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Hukum Kantor Wilayah Kemenkumam NTT Yunus P.S. Bureni menyebutkan banyak keunggulan RKUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan terkini, di antaranya RKUHP bertitik tolak dari asas keseimbangan, rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas, tujuan pemidanaan, hingga mengatur pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pengganti.
"RKUHP merumuskan pidana penjara menjadi upaya terakhir. Ini sangat membantu jajaran pemasyarakatan untuk mengatasi overcrowding," katanya.
Baca juga: Menkum HAM sebut kemajuan suatu bangsa dicerminkan banyak lahirkan inovasi KI
Yunus menjelaskan bahwa RKUHP tidak membatasi kebebasan berpendapat, termasuk tidak membatasi kebebasan pers. RKUHP juga telah disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghinaan presiden, penghinaan terhadap pemerintah, dan penghinaan terhadap pejabat.
Dalam hal ini, penghinaan terhadap presiden sudah menjadi delik aduan atau tidak lagi menjadi tindak pidana murni. Jika dahulu penghinaan terhadap pemerintah berbentuk delik formal, dalam RKUHP diubah menjadi delik material. Untuk penghinaan terhadap pejabat, yang sebelumnya delik biasa diubah menjadi delik aduan.
Baca juga: Kemenkumham NTT: Rencana UKK Ende agar PMI bisa kerja legal
Ia menambahkan bahwa isu lain yaitu mengenai ruang privat masyarakat terkait dengan kesusilaan. Misalnya, tindak pidana perzinaan dan tindak pidana hidup bersama di luar perkawinan diatur sebagai delik aduan sehingga hanya dapat diproses secara hukum apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan langsung, yaitu suami/istri, orang tua, atau anaknya.