Jakarta (ANTARA) -
"Indonesia adalah negara yang paling kecil di bungkus rokok persentase phw-nya. Timor Leste, Nepal, Selandia Baru bahkan mencapai 92 persen. India, Thailand, Australia, Srilanka mencapai 85 persen. Indonesia hanya 40 persen. Jadi, tuntutan pegiat antitembakau, kita tawarkan Indonesia 75 persen dulu deh," ujar dia.
Ia menegaskan, apabila transformasi kesehatan tidak diiringi dengan pengendalian tembakau, maka hasilnya akan sia-sia.
"Seperti menabur garam di laut, untuk upaya mengendalikan penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, atau diabetes, kalau persentase merokoknya masih tinggi," ucapnya.
Ia mengemukakan, pemerintah daerah, khususnya dinas kesehatan saat ini memahami bahwa transformasi kesehatan sebagai upaya penguatan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional, dalam implementasinya perlu disinkronkan dengan tugas-tugas wajib di daerah sesuai dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
"Sesuai dengan amanah UU nomor 17 tahun 2023, ini merupakan pedoman final dalam kesehatan, untuk saat ini daerah menunggu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), utamanya yang mengatur Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) dan berkaitan dengan sinkronisasi anggaran pusat dan daerah," tuturnya.
Baca juga: Kesehatan - Benarkah vape bisa sebabkan kanker paru?
Baca juga: Mengenal konsep pengurangan risiko bagi yang sulit berhenti merokok