Artikel - Kisah Ali nelayan NTT yang dituduh selundupkan 55 Imigran ke Australia

id Penyeludnupan orang, NTT,Kota Kupang,Ali Yasmin,artikel nelayan Oleh Kornelis Kaha

Artikel - Kisah Ali nelayan NTT yang dituduh selundupkan 55 Imigran ke Australia

Ali Yasmin yang kini sudah berusia 27 tahun saat ditemui di Kota Kupang, Rabu (17/1) lalu. ANTARA/Kornelis Kaha.

...Saya lihat dia wajah lesu, tangannya kecil sekali dan saya hampiri dia dan saya tanya nama kamu siapa dan dia jawab Al Yasmin dan dia bilang usianya 13 tahun, pada saat itu saya sedih dan saya menangis, karena itu saya berkomitmen untuk melaporkan
Kupang (ANTARA) - "Saya sebenarnya ditipu pada saat itu. Saya diajak bekerja di kapal," cerita Ali Yasmin, ketika memulai kisahnya kepada ANTARA.

Tertarik dengan janji akan gaji, dia pun langsung meninggalkan pekerjaannya sebagai nelayan pencari ikan, walaupun masih berusia 13 tahun. Saat itu Tahun 2009.

Ali Yasmin merupakan nelayan asal Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang pada usia 13 tahun dituduh menyelundupkan 55 pencari suaka asal Afganistan masuk ke Australia.

Keinginannya untuk berlayar dan bekerja di kapal barang, tidak lain karena ingin membantu mamanya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Ayahnya sudah meninggal saat dia masih bayi, sehingga dia pun meninggalkan kesempatannya untuk menimba ilmu di sekolah menengah pertama (SMP) di Kedang, salah satu desa di Kabupaten Lembata, walaupun dia adalah anak terakhir dari empat bersaudara.

Kakak pertamanya yang laki-laki juga tidak ada pekerjaan, sementara dua kakaknya yang lain, yang merupakan perempuan, hidup bersama suaminya masing-masing.

"Bapak sudah meninggal, kasihan mama cari uang sendiri, sehingga saya kemudian awalnya ikut kapal ikan sampai Maumere. Di Maumere inilah saya bertemu dengan seorang pria yang saya dengar biasa dipanggil dengan sebutan Daeng," ceritanya sambil tersenyum lirih, saat ditemui di salah satu hotel di Kota Kupang, Rabu (17/1) pagi.

Sambil bercerita, sesekali Al Yasmin yang kini sudah berusia 27 tahun itu menyeruput kopinya yang tampaknya sudah tidak panas lagi.

Dalam kisahnya, orang dengan panggilan Daeng itu menjanjikan akan memberikan gaji yang banyak dan dirinya akan ditugaskan sebagai juru masak di kapal.

Tanpa berpikir panjang, Ali Yasmin kecil langsung menyetujui, sehingga langsung dipesankan tiket pesawat dan terbang menuju Kendari.

Di Kendari Ali dan kawan-kawan tidak menginap atau mencari tempat tinggal di perkotaan, namun di pedalaman Kota Kendari. Bahkan, selama di pedalaman itu selalu berpindah-pindah tempat.

Di sanalah kemudian Al Yasmin bertemu dengan ABK dan nakhoda serta beberapa orang yang menurut dia menjadi dalang di balik pengiriman puluhan pencari suaka asal Afganistan ke Australia itu. Dia mengetahui nama orang tersebut dan bahkan selama dua bulan tinggal lama bersama perekrutnya, termasuk dalang di balik kasus tersebut.

Selama dua bulan tinggal di Kendari, bapak satu anak tersebut belum juga paham bahwa dia sedang dimasukkan dalam sindikat pengiriman pencari suaka ke Australia. Apalagi di usianya yang masih 13 tahun dia belum paham dan tidak tahu menahu mengenai hal tersebut.

Di dalam pikirannya hanya ingin mencari uang yang banyak agar bisa membantu ibunya yang saat itu ada di kampung halaman di Kedang.

Setelah dua bulan di Kendari dan harus berpindah-pindah tempat, untuk menghilangkan jejak, mereka kemudian berangkat ke Pelabuhan Ratu. Sampai di sana kapal yang disiapkan untuk mengangkut sejumlah pencari suaka itu sudah disiapkan.

Kapal tersebut, menurut Ali, jika dilihat dari luar biasa saja, tapi di bagian dalamya sudah ada tambal-tambal, bahkan mesinnya juga tidak memungkinkan untuk dioperasikan.

Kapal itu kemudian bergerak ke tengah laut pada malam hari dan di tengah laut sudah ada kapal yang memuat sejumlah orang, yang diyakni Ali bahwa orang dari luar Indonesia. Kurang lebih ada 55 orang, dan saat itu dia baru sadar sudah masuk dalam jebakan.

Kapal tersebut langsung bertolak dari perairan Pelabuhan Ratu menuju ke tempat yang dituju. Terdapat 55 orang pencari suaka dan 5 orang ABK dan nakhoda serta perekrutnya. Di malam ke empat setelah pelayaran dari Pelabuhan Ratu kapal pun memasuki perairan NTT, tepatnya di Rote Ndao.

Si perekrut bernama Daeng itu kemudian melompat turun dari kapal sambil membawa sebuah jeringen. Kapal itu berlayar tidak jauh dari Pulau Rote.

Kala itu, Ali sudah merasa takut dan cemas, dan muncul keinginan untuk ikut melompat. Karena tidak mengetahui sudah dekat dengan pulau Rote, akhirnya ia bertahanan di dalam kapal.

Dari Rote mereka kemudian melanjutkan pelayaran. Kapal yang membawa puluhan pencari suaka itu dipenuhi oleh makanan dan minuman serta telur. Namun sebelum sampai di Australia, makanan itu telah habis dikonsumsi. Tak hanya itu, setelah delapan hari berlayar kapal itu tiba-tiba mati mesin.

Rupanya mesin kapal itu mati karena BBM habis. Mereka kemudian terombang ambing di tengah laut, sehingga arus membawa mereka masuk ke perairan Australia. Saat itulah mereka ditangkap oleh penjaga perbatasan Australia. Mereka kemudian dimasukan ke dalam kapal Navigasi Australia. Saat itu Ali mengaku ketakutan dan gelisah.

Pada 18 Desember 2009, Ali yang ketika itu masih kecil hanya pasrah ketika dibentak-bentak oleh para petugas Navigasi Australia. Dia berpikir bahwa sejumlah petugas itu dari militer.

Setelah ditangkap mereka kemudian dibawa ke Pulau Christmas, sebelum dibawa ke Kota Darwin. Kurang lebih sepekan, sejumlah pencari suaka dan ABK, termasuk Ali, ditahan di pulau tersebut. Lalu pada awal Januari 2010 dipindahkan ke Darwin.


Memalsukan umur